Berikut adalah parafrase dari kalimat tersebut:
Dalam hadis-hadis yang penting, al-Bukhari menyebut beberapa kata kunci sebagai berikut:
a. Kata *Ashabi* (para sahabatku) disebut secara literal empat kali.
b. Kalimat *Inna-ka la tadri/la 'ilma la-ka ma ahdathu ba'da-ka* (Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka setelah engkau meninggalkan mereka) disebut tiga kali. Kata *ahdathu* merujuk pada tindakan bid'ah atau inovasi yang bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Nabi saw.
c. Kata *Inna-hum Irtaddu* (Sesungguhnya mereka telah menjadi kafir-murtad) muncul empat kali.
d. Kalimat *Suhqan suhqan li-man ghayyara ba'di* (Jauh! Jauh! dari rahmat Allah atau ke neraka bagi mereka yang mengubah hukum Allah dan Sunnahku setelahku) disebut satu kali. Kata *ghayyara* berarti mengubah atau menukar hukum Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
e. Kalimat *Fala arahu yakhlusu minhum mithlu hamali n-Na'am* (Aku tidak yakin banyak yang selamat, kecuali sedikit, seperti unta yang tersesat dari penggembalanya) disebut satu kali.
Sementara itu, dalam riwayat Muslim terdapat beberapa istilah:
a. Kata *Ashabi* (para sahabatku) disebut sekali.
b. Kata *Ashabi-hi* (para sahabatnya) disebut sekali.
c. Kata *Sahaba-ni* (yang bersahabat denganku) disebut sekali.
d. Kata *Usaihabi* (para sahabatku) disebut dua kali.
e. Kalimat *Inna-ka la tadri ma ahdathu ba'da-ka* (Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka setelah engkau meninggalkan mereka) disebut tiga kali.
f. Kalimat *Inna-ka la tadri/sya'arta ma 'amilu ba'da-ka* (Sesungguhnya engkau tidak mengetahui/menyadari apa yang mereka lakukan setelah engkau meninggalkan mereka) disebut tiga kali. Kata *ma 'amilu* merujuk pada tindakan yang bertentangan dengan hukum Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
g. Kalimat *Ma barihu/Ma zalu Yarji'un 'ala a'qabi-him* (mereka terus kembali kepada kekafiran) disebut dua kali.
h. Kalimat *Suhqan suhqan li-man baddala ba'di* (Jauh! Jauh! dari rahmat Allah atau ke neraka bagi mereka yang mengganti atau mengubah hukum Allah dan Sunnahku setelahku) disebut satu kali. Kata *baddala* berarti mengganti, mengubah, atau menukar hukum Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
Dari sini, penyebab mereka menjadi kafir-murtad menurut al-Bukhari dan Muslim adalah karena:
1. *Ahdathu* = *Irtaddu* atau kembali ke kekafiran.
2. *'Amilu* = *Irtaddu* atau kembali ke kekafiran.
3. *Ghayyaru* = *Irtaddu* atau kembali ke kekafiran.
4. *Baddalu* = *Irtaddu* atau kembali ke kekafiran.
Berikut adalah parafrase dari teks tersebut:
Mereka yang telah mengubah hukum Allah dan Sunnah Nabi-Nya mendapat kutukan (mal'unin). Oleh karena itu, justifikasi apa pun seperti Maslahah, Masalih al-Mursalah, Saddu al-Dhara'i', atau Maqasid al-Shari'ah untuk mengubah, menunda, atau membatalkan sebagian hukum Allah dan Sunnah Nabi-Nya bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Nabi saw. Jika tindakan seperti itu terus dilakukan, mereka tidak bisa disebut sebagai pengikut Ahlu Sunnah Nabi saw., melainkan sebagai golongan yang menentang Sunnah. Alasan utama mereka menjadi kafir dan murtad, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis, adalah karena mereka mengubah sebagian hukum Allah dan Sunnah Nabi-Nya dengan melakukan bid'ah dan tindakan yang bertentangan dengan syariat. Hal yang sama bisa terjadi pada kita saat ini jika kita melakukan tindakan serupa. Menurut al-Bukhari dan Muslim, hanya sedikit orang yang selamat, seperti sedikitnya unta yang tersesat dari kafilahnya.
Konsep keadilan semua sahabat yang diusung oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari dan dijadikan akidah oleh Ahlu Sunnah wal Jamaah bertentangan dengan hadis-hadis ini. Hadis-hadis tersebut juga selaras dengan firman Allah dalam Surah Saba' (34:13), Surah Yusuf (12:103), dan Surah Sad (38:24) yang menunjukkan bahwa hamba-hamba yang bersyukur dan beriman sangat sedikit jumlahnya. Bahkan di zaman Nabi Nuh, hanya sedikit yang beriman. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika beberapa sahabat mengubah Sunnah Nabi saw., menolak keputusannya, dan menuduhnya bertindak karena kepentingan pribadi.
Al-Bukhari dalam Sahihnya meriwayatkan bahwa sebagian sahabat bersikap tidak taat kepada Nabi saw. karena mereka tidak percaya akan kemaksuman beliau. Ada juga riwayat lain yang menunjukkan bahwa beberapa sahabat mengkritik dan memperlakukan Nabi saw. dengan kurang hormat. Mereka menolak sunnahnya, bahkan ada yang mengatakan bahwa kitab Allah sudah cukup tanpa perlu Sunnah. Beberapa sahabat juga menghina Nabi saw., membakar rumah putrinya Fatimah, dan mengambil tanah Fadak yang telah diberikan oleh Nabi saw. kepadanya.
Hadis-hadis ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ali Imran (3:144), yang menyebutkan bahwa setelah wafatnya Nabi, beberapa orang kembali kepada kekafiran (murtad). Hanya sedikit yang selamat, sesuai dengan firman-Nya dalam Surah Saba' (34:13). Kesimpulannya, kekafiran sebagian besar sahabat setelah wafatnya Nabi saw. yang dicatat oleh al-Bukhari dan Muslim sangat mengkhawatirkan dan bertentangan dengan keyakinan Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang menganggap semua sahabat adil. Tidak ada Muslim, baik sahabat, tabi'in, mufti, qadhi, maupun kita sendiri, yang boleh mengubah hukum Allah dan Sunnah Nabi-Nya dengan alasan Maqasid al-Shari'ah atau Maslahah. Allah dan Rasul-Nya tidak akan meridhai perbuatan tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam beberapa ayat al-Qur'an.
Semoga Allah mengampuni dosa semua Muslim, baik sahabat maupun umat yang datang kemudian, dan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya. Amin.