Mohon tunggu...
Aristyanto (Ais) Muslim
Aristyanto (Ais) Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP

Saya memiliki hobi membaca dan mencari baik ilmu dan pengalaman di buku dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Catatanku tentang Harta Kita, Apakah Bisa Jadi Solusi Naikan Rating Kemiskinan Kita!? Part_1

30 Agustus 2024   12:14 Diperbarui: 30 Agustus 2024   12:37 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mukaddimah 

Manusia dan Jin adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang diberi kebebasan dalam menjalani kehidupan di alam masing-masing. Manusia, selain sebagai makhluk individu, juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesama untuk memenuhi hak dan kebutuhan hidup di dunia. Salah satu bentuk kebaikan adalah bersedekah, yang menjadi syarat penting untuk mencapai kebajikan dalam agama. Hal ini tercermin dalam QS. Ali 'Imran ayat 92 yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan mencapai kebaikan yang sempurna sebelum menafkahkan sebagian harta yang dicintai. 

Para ulama tafsir menafsirkan bahwa kebaikan di sini bisa merujuk pada Surga atau kebaikan dari Allah SWT secara umum. Interaksi manusia diatur oleh hukum, norma, dan sistem yang disebut agama, yang memainkan peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Dalam agama Islam, interaksi ini sering diwujudkan dalam bentuk tolong-menolong dan saling memberi, yang dikenal sebagai Mu'amalah. Di Indonesia, hukum Islam khususnya digunakan dalam bidang Mu'amalah atau Hukum Perdata Islam, yang meliputi enam tema utama: perkawinan, perceraian, kewarisan, wasiat, hibah, dan perwakafan.

Pemberian kepada orang lain yang bertujuan untuk memuliakan dan menunjukkan kasih sayang disebut hadiah. Dalam Syariat Islam, memberikan hadiah dianggap sunnah. Jika pemberian tersebut dilakukan tanpa mengharapkan balasan, melainkan demi mendapatkan pahala, maka itu disebut sedekah. Dalam Islam, sedekah dibagi menjadi dua jenis: sedekah wajib dan sedekah sunnah. Contoh sedekah sunnah adalah wakaf, hibah, dan wasiat, yang masing-masing memiliki definisi dan aturan tersendiri. Wakaf adalah menyedekahkan suatu barang untuk dimanfaatkan sementara barang tersebut tetap ada, hibah adalah memberikan barang kepada orang lain untuk dimiliki, dan wasiat adalah pemberian harta atau perintah mengurus sesuatu setelah seseorang meninggal dunia. 

Pengelolaan hibah, wakaf, dan wasiat harus mengikuti prosedur dan kaidah Syariat Islam. Hukum Islam dapat diterapkan secara nasional jika diundangkan oleh pemerintah melalui proses taqnin. Menurut teori Reception in complexu, hukum Islam dapat diterapkan di Indonesia untuk umat Islam dengan beberapa syarat: hukum Islam berlaku bagi pemeluknya, umat Islam harus taat pada ajaran Islam, dan hukum Islam diterapkan secara universal dalam berbagai bidang seperti hukum ekonomi, pidana, dan perdata. Dalam konteks krisis ekonomi dan semangat umat Islam untuk bersedekah, perhatian terhadap wakaf, hibah, dan wasiat semakin meningkat. Banyak lembaga resmi yang didirikan untuk membantu umat Islam yang ingin memberikan wakaf, hibah, dan wasiat, meskipun pemahaman tentang ketiga hal ini masih terbatas.

Berangkat dari kebutuhan penjelasan mendetail untuk ketiga kegiatan muamalah tersebut sehingga penulis merasa penting untuk membahas akad-akad mengenai hibah, wakaf dan wasiat yang tujuannya untuk mennndapatkan tambahan pengetahuan dan gambaran yang menyeluruh terhadap bentuk-bentuk pemberian tersebut.

Tujuan Penulisan

  1. Mendapatkan penjelasan mengenai wakaf, hibah dan wasiat;
  2. Mengetahui bagaimana pemanfaatannya.

Pembahasan tentang Hibah

a. Definisi
Istilah "hibah" merujuk pada pemberian hak milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, lebih karena mengharapkan pahala dari Allah SWT. Hibah berbeda dari jual beli atau sewa, karena tidak ada balas jasa atau ganti rugi yang berlaku dalam transaksi ini. Dalam pandangan ulama, hibah berarti pengalihan hak milik atas harta tertentu dari seseorang kepada orang lain semasa hidupnya. Jika terdapat syarat adanya pengganti, maka itu bukan hibah, melainkan jual beli. Hibah, hadiah, dan sedekah adalah bentuk pemberian yang bertujuan agar penerima dapat memanfaatkannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hibah diartikan sebagai pemberian secara sukarela dengan mengalihkan hak kepada orang lain. Dalam terminologi Islam, hibah adalah pemberian hak milik tanpa penggantian. Menurut Syekh Muhammad ibn Qsim al-Ghazzi, hibah adalah pemberian sesuatu yang tetap dimiliki oleh penerima selama hidupnya, tanpa ada ganti, dan berlaku baik secara hukum adat maupun hukum positif.

b. Dasar Hukum, Rukun, dan Syaratnya
Hibah sebagai bentuk pemberian diharapkan dapat digunakan untuk kesejahteraan di dunia dan memperoleh pahala di akhirat. Oleh karena itu, setiap proses hibah harus sesuai dengan hukum Islam maupun hukum positif. Hibah merupakan salah satu bentuk tolong-menolong yang sangat dianjurkan dalam Islam, seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 4 dan diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasai. Dalam konteks Al-Quran, hibah juga sering digunakan untuk merujuk pada anugerah yang diberikan Allah SWT kepada para nabi dan doa-doa hamba-Nya. Ayat-ayat ini juga menjadi petunjuk umum agar manusia memberikan sebagian rezekinya kepada orang lain, seperti yang tercantum dalam QS Al-Munafiqun ayat 10. Hibah juga ditegaskan dalam hadits sebagai bentuk pemberian yang mempererat tali persaudaraan. Para ulama fiqh sepakat bahwa hibah adalah sunnah, dan memiliki rukun serta syarat tertentu. Rukun hibah meliputi pemberi hibah (al-wahib), penerima hibah (al-mawhub lah), dan benda yang dihibahkan (al-hibah). Syarat hibah termasuk bahwa pemberi harus memiliki barang tersebut secara sah, berakal dan dewasa, serta harus ada ijab dan qabul.

c. Pemanfaatan dan Dinamikanya
Hibah sebaiknya dimanfaatkan untuk berbuat baik kepada sesama, mengasihi, dan mempererat tali persaudaraan. Islam menganjurkan umatnya untuk lebih suka memberi daripada menerima, dengan niat ikhlas semata untuk mencari ridha Allah. Hal ini ditegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 262 yang mengingatkan bahwa pemberian harus dilakukan tanpa menyakiti perasaan penerima. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah SWT memuji orang-orang yang berinfak di jalan-Nya tanpa mengingat-ingat pemberian tersebut. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menambahkan bahwa ayat ini menjelaskan pentingnya memberi tanpa menyebut-nyebutnya dan tanpa menyakiti hati penerima, yang merupakan kunci keberhasilan dalam berinfak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun