Mohon tunggu...
Aristyanto (Ais) Muslim
Aristyanto (Ais) Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP

Saya memiliki hobi membaca dan mencari baik ilmu dan pengalaman di buku dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sekapur Sirih tentang Metode Berpikir; Hakikat sebagai Seorang Manusia_Part_VI

23 Agustus 2024   11:54 Diperbarui: 23 Agustus 2024   12:31 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

tentang PRAKTEK DAN KEBENARAN

Kehidupan dan perkembangan masyarakat yang progresif, yang esensinya telah dibahas dalam bab sebelumnya, hanya dapat dicapai dengan memperluas kendali manusia atas alam dan menjelajahi semua rahasianya. Sebuah pepatah bijak mengatakan bahwa pengetahuan adalah teman terbaik. Pengetahuan manusia memungkinkan dominasi atas unsur-unsur alam. Pengakuan dan pengembangan pengetahuan adalah proses di mana manusia mengamati realitas di sekitarnya. Ajaran dan esensi pengetahuan, serta struktur dan hukum proses kognitif disebut sebagai teori pengetahuan atau epistemologi.

1. Aspek Kedua dari Persoalan Fundamental Filsafat
   Persoalan fundamental dalam filsafat, yakni hubungan antara pemikiran dan keberadaan, serta kesadaran dan materi, memiliki aspek kedua yang berfokus pada pertanyaan apakah pemikiran kita dapat memahami dunia nyata dan merefleksikannya secara akurat. Para filsuf menyebutnya sebagai persoalan identitas pikiran dan keberadaan.
   Sebagian besar filsuf telah memberikan jawaban afirmatif terhadap persoalan ini, tetapi mereka dikenal sebagai agnostis. Kant, seorang filsuf Jerman, memperkenalkan konsep dunia nyata di luar manusia, tetapi berpendapat bahwa dunia tersebut secara prinsip tidak dapat diketahui karena adanya jurang yang tidak dapat dilewati antara fenomena ("sesuatu menurut kita"; Ding-fur-uns) dan esensi ("sesuatu itu sendiri"; Ding-an-sich). Kant menyatakan bahwa ketika manusia mencoba memahami "sesuatu itu sendiri", pemikirannya akan dihadapkan pada kontradiksi yang tidak terpecahkan atau antinomi.
   David Hume, seorang filsuf Inggris abad ke-18 yang mewakili skeptisisme filsafat, juga agnostis. Ia menolak kemungkinan mengetahui realitas, meragukan apakah sesuatu di luar kita dapat diketahui, dan berpendapat bahwa kita hanya dapat berhubungan dengan sensasi kita sendiri. Kaum skeptis berargumen bahwa penilaian yang berlawanan dapat diungkapkan tentang sesuatu yang sama, dan manusia hanya berhubungan dengan sensasinya tanpa mengetahui asal persepsinya.
   Pendukung irasionalisme seperti Nietzsche dan Bergson mengadopsi pendekatan yang mirip dengan agnostisisme. Mereka berpendapat bahwa dunia tidak dapat dipahami karena ketidakberaturan yang ada. Mereka percaya bahwa keberadaan adalah aliran kejadian yang tidak teratur, sementara pemikiran menghasilkan logika yang sesuai dengan keteraturan dan sebab-akibat, yang menurut mereka tidak ada di dunia nyata. Akibatnya, mereka menganggap tidak mungkin untuk memahami dunia secara logis.
   Agnostisisme juga tersebar luas dalam filsafat idealis borjuis modern, seperti yang terlihat dalam Kongres Filsafat Sedunia ke-16. Dalam kongres tersebut, beberapa laporan memperkuat tesis bahwa faktor irasionalitas adalah hal yang mendasar bagi manusia, dan bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat berpikir secara rasional, sehingga harus dilengkapi dengan doktrin agama. Secara konseptual, agnostisisme merupakan filsafat yang reaksioner, dan secara sosial mencerminkan ideologi kelas penghisap yang berusaha memisahkan manusia dari tindakan mengetahui realitas. Agnostisisme membatasi aktivitas dan inisiatif kreatif manusia, karena jika dunia tidak dapat dipahami dan pengetahuan tidak dapat menemukan hukum-hukum perkembangan masyarakat, maka manusia tidak dapat secara sadar mengubah dan mentransformasi realitas.
   Agnostisisme bertentangan dengan pandangan dari filsafat pra-Marxis, baik dari kaum idealis maupun materialis. Kaum idealis berpendapat bahwa keberadaan sesungguhnya adalah bentuk ideal yang diketahui oleh pikiran, sedangkan materialisme percaya bahwa pemikiran adalah refleksi dari kenyataan.

2. Peran Determinan Praktek dalam Pengetahuan
   Para filsuf pra-Marxis cenderung memisahkan pengetahuan dari aktivitas material dan tindakan sosial manusia. Mereka memperlakukan pengetahuan sebagai penyelidikan subjektif terhadap kebenaran, tanpa mempertimbangkan kondisi nyata. Walaupun mereka menghasilkan argumen yang meyakinkan melawan agnostisisme, mereka tidak sepenuhnya menghilangkan ketidakpastian. Pengetahuan bukanlah semangat yang murni, melainkan terikat pada aktivitas material objektif manusia dan terkait erat dengan praktek. Praktek inilah yang pada akhirnya menyingkirkan agnostisisme.
   Manusia pertama kali berhubungan dengan dunia secara praktis, dengan mentransformasikan alam untuk memenuhi kebutuhan materialnya. Hanya melalui interaksi material dengan alam, manusia dapat membentuk sikap teoritis terhadap alam. Pengetahuan lahir dari praktek dan berkembang di atas dasar praktek. "Pijakan dari kehidupan, yaitu praktek, harus menjadi yang pertama dan fundamental dalam teori pengetahuan," tulis Lenin.

3. Esensi Epistemologi Marxis
   Materialisme pra-Marxis bersifat kontemplatif dan melihat pengetahuan sebagai refleksi pasif dari objek dan proses-proses yang terjadi di dunia. Sebaliknya, materialisme dialektis memandang pengetahuan sebagai komponen yang diperlukan dalam proses sosio-historis untuk menaklukkan alam dan memperbaiki hubungan antarmanusia. Kognisi dipahami sebagai proses dinamis yang aktif, di mana subjek pengetahuan kita bukanlah alam dalam arti murni, tetapi alam yang telah ditransformasi melalui praktek. Kognisi tidak terbatas pada aktivitas individu, tetapi merupakan hasil dari usaha kolektif umat manusia. Praktek historis menjadi dasar bagi pertumbuhan dan perluasan pengetahuan kita tentang dunia objektif.
   Sejarah ilmu pengetahuan dan pengalaman sejarah manusia menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu yang tidak dapat dipahami di dunia ini. Fisika modern telah mengungkap struktur materi yang halus dan melepaskan kekuatan atom untuk melayani manusia. Biologi telah meneliti mekanisme keturunan dan proses genetis, yang membawa dampak praktis pada penemuan bibit unggul dan pengobatan penyakit. Pengetahuan kita tentang alam semesta telah diperluas melalui penelitian ruang angkasa dan radioastronomi. Teori Marxis-Leninis telah menemukan hukum-hukum umum tentang proses revolusioner dunia, yang membantu mempercepat perubahan progresif di dunia.
   Oleh karena itu, materialisme dialektis, berdasarkan pengalaman praktis dari aktivitas kognitif manusia, memberikan jawaban afirmatif terhadap aspek kedua dari persoalan fundamental filsafat. Lenin mengungkapkan esensi dari epistemologi dialektis materialisme dengan menyatakan bahwa sesuatu itu ada di luar kesadaran kita dan bahwa tidak ada perbedaan prinsip antara fenomena dan kenyataan itu sendiri. Pengetahuan manusia berkembang seiring waktu dalam proses kognisi, dan pengetahuan yang benar adalah refleksi dari sifat esensial dan keterkaitan objek-objek di dunia ini.

.................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun