Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang akan ikut perhelatan Pilpres 2024. Prabowo-Gibran pun telah menyerahkan dokumen visi misinya jika kelak terpilih sebagai Presiden-Wapres RI.
NamaVisi Prabowo-Gibran ingin mengajak bersama-sama menuju Indonesia Emas 2045. Dari visi Prabowo dan Gibran tersebut dikerucutkan lagi menjadi 8 misi pemikiran dan 17 program prioritas, serta 8 program hasil cepat. Itu yang bakal dilakukan Prabowo-Gibran kalau terpilih dalam Pilpres 2024.
Dalam salah satu misinya, Prabowo-Gibran menyebutkan ingin meningkatkan lapangan kerja berkualitas serta mendorong kewirausahaan. Menyoal hal tersebut, Prabowo dan Gibran sebenarnya dapat lebih menyadari serta mencermati keberadaan Industri Hasil Tembakau (IHT) selama ini di Indonesia guna mendukung visi misi mereka. Disayangkan Prabowo-Gibran dalam visi misi dan program prioritas justru melupakan hal tersebut.
Pernyataan di atas bukan tanpa alasan mendasar. Faktanya: dari IHT sejauh ini memberi kontribusi signifikan pada penyerapan lapangan kerja. Tercatat sekitar 6 juta orang dapat bekerja sebab kehadiran IHT. Dalam ekosistem IHT ada petani tembakau di desa-desa; buruh linting rokok; tenaga ahli pabrikan rokok; distributor pemasaran; sampai pada tingkatan pedagang rokok di warung-warung pinggir jalan. Mereka semua adalah bukti serapan tenaga kerja karena eksistensi IHT di Indonesia.
Seharusnya Prabowo-Gibran mulai berpikir lebih mengerucut tentang andil IHT selama ini dalam pertumbuhan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia mulai dari tingkat desa hingga di kota besar. Melalui keberadaan IHT maka jutaan orang dapat menyekolahkan anaknya, memberi nafkah sehari-hari keluarganya, atau pun membeli lauk pauk. Mereka terbantu dengan keberadaan IHT. Sekitar 6 juta orang tersebut berharap IHT tetap berkelanjutan sebab kebijakan dan regulasi yang positif.
Padahal Cawapres Gibran telah meninjau pertanian tembakau di Temanggung, Jawa Tengah. Ia langsung mengetahui bagaimana potensialnya pertanian tembakau untuk kesejahteraan masyarakat dan ekonomi. Apalagi Gibran berlatar belakang pengusaha, pasti ia memahami tentang peluang lapangan kerja dan peningkatan aspek ekonomi. Namun malah sumbangsih IHT tidak disorot Prabowo-Gibran dalam pemikiran mereka berdua.
Dari IHT pula muncul terbukanya wirausaha. Sebagian masyarakat akhirnya dapat berdagang meski hanya warung kelontong. Mereka dapat menjual hasil olahan tembakau (rokok) karena keberadaan pabrikan di daerahnya. Sederhananya: hadir UMKM yang diinisiasi oleh sebagian masyarakat. Harapan makin meluasnya wirausaha tentu amat besar bila IHT didukung kebijakan strategis.
Lagi-lagi Prabowo dan Gibran tidak menyentuh dorongan IHT terhadap terciptanya lapangan wirausaha bagi masyarakat. Dapat disebut misi Prabowo-Gibran menciptakan lapangan wirausaha menjadi janggal ketika menafikan arti penting IHT.
Begitu pula dalam 8 program hasil cepat yang diinginkan Prabowo-Gibran mengenai peningkatan produktivitas lahan pertanian, ternyata komoditas tembakau pun seolah terabaikan. Prabowo-Gibran tidak memaparkan tanaman tembakau masuk dalam salah satu komoditas unggulan. Komoditas yang dapat menopang pendapatan ekonomi ketika cuaca 'tidak bersahabat' bagi petani.
Tanaman tembakau adalah komoditas yang paling memiliki kemampuan bertahan ketika musim kemarau. Saat komoditas lain "ambruk" diserang kemarau panjang, sebaliknya pertanian tembakau justru "menjanjikan" hasilnya. Banyak petani tembakau di pedesaan tetap memperoleh penghasilan cukup di musim panas sebab daya tahan tanaman tembakau.
Dengan begitu sebenarnya Prabowo-Gibran perlu memikirkan bahwa tanaman tembakau adalah komoditas yang memberi keuntungan besar. Untuk menjaga stabilitas nilai pertanian kala musim kemarau. Saat komoditas lain --mungkin---menurun sumbangannya ke ekonomi nasional karena musim kemarau, maka dapat tergantikan dari pertanian tembakau.