Oleh: M. Ari Supriyadi
Â
Penanaman  nilai  dapat  dilakukan  berbagai  lembaga  seperti  sekolah  dan  keluarga. Pada  lembaga  sekolah  penanaman  nilai  dapat dilakukan  melalui  berbagai  kegiatan  baik  dalam bentuk   peraturan   maupun   diselipkan   pada proses  pembelajaran  di  kelas.  Penanaman  nilai melalui  proses  pembelajaran  dapat  disesuaikan dengan  bidang  kajian  yang  ada,  dalam  hal  ini mata   pelajaran   IPS   cocok   untuk   menjadi medium  pentransferan  nilai  sosial  dari  guru  ke siswanya. Untuk   membentuk   siswa   yang memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan maupun mengembangkan  interaksi  sosial  berdasarkan nilai-nilai,   norma-norma,   maupun   konsep-konsep   ilmu   sosial.
Nilai merupakan  suatu  tipe  kepercayaan yang   berada   dalam   ruang   lingkup   sistem kepercayaan  dimana  seseorang  bertindak  atau menghindari  suatu  tindakan atau  mengenai suatu  yang  pantas  atau  tidak  pantas  dikerjakan (Rokeach  dan  Bank  dalam  Thoha  1996:  119).
Nilai sosial yang telah dianut masyarakat tidak diamalka, disintegrasi dalam masyarakat dapat terjadi.  Seperti halnya pada anak usia sekolah dasar, ketika mereka   tidak dapat bertindak sesuai nilai sosial, maka dari itu perlu adanya penanaman nilai sosial sejak dini. Perilaku sosial siswa pada umumnya sudah sesuai nilai-nilai sosial, dengan berpakaian sopan, cara berkomunikasi baik dengan memanfaatkan gadget sesuai batasannya, lebih fokus belajar dari pada pacaran dan  menyibukkan  diri  dengan  kegiatan yang bermanfaat seperti mengaji.
Dalam mengevaluasi Pembelajaran Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn), faktor-faktor berikut dipertimbangkan: (1) Menilai sikap perilaku (aspek afektif) dengan membuat skala sikap berdasarkan teori Likert yang diukur dengan sistem skoring yang meliputi: selalu (a) sering (b), kadang-kadang (c), jarang (d) dan tidak pernah (e), (2) Menilai aspek pengetahuan (kognitif) dengan menjelaskan dengan tepat apa yang perlu diketahui, dipahami dan dilakukan siswa, (3) menghubungkan pengajaran akademik dalam konteks nyata yang ada dan berlangsung secara bermakna di sekitar siswa, (4) menilai aspek keterampilan (psikomotorik) dengan memberikan tugas kepada siswa dalam bentuk portofolio atau melaporkan hasil diskusi kelompok untuk menunjukkan kepada mereka apa yang mereka lakukan. dapat melakukan dengan pengetahuan mereka setelah belajar, (6) menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap mata pelajaran, (7) menunjukkan tingkat tugas dalam rubrik, (8) membiasakan siswa dengan rubrik yang harus dikerjakan, (9)Â (Oktaviyanti , Sutarto, & Atmaja, 2016)Â Libatkan guru mata pelajaran lain untuk menanggapi penilaian ini. Nilai-nilai sebagai dasar pembentukan karakter didasarkan pada lima pilar karakter manusia: Transendensi, Humanisasi, Keanekaragaman, Pembebasan dan Keadilan.
Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang ditetapkan sebagai konstitusi negara oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 pada hakekatnya adalah perwujudan kehendak kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia. Secara lebih khusus dapat dilihat dalam Bab IV Pembukaan UUD 1945 yang antara lain menyatakan bahwa "Negara Republik Indonesia didirikan dengan kedaulatan rakyat atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan rakyat yang berpedoman pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Oleh karena itu, pembukaan undang-undang dasar (1945) menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa Indonesia ketika ditetapkan. dasar negara Indonesia yang dikenal dengan nama Pancasila.
Pancasila mengandung nilai-nilai luhur bangsa dan merupakan landasan para pendiri bangsa, yang pada hakekatnya merupakan warisan luhur yang harus dijunjung tinggi dan menjadi pedoman hidup dan falsafah hidup bangsa Indonesia untuk melestarikan eksistensi bangsa Indonesia. sebuah negara Bangsa Indonesia. W.T. Stace mengatakan bahwa ketika keberadaan bersifat publik, banyak orang yang mengamati harus mengalami atau mengalami objek itu sendiri (Kattsoff, 2004). Pancasila sebagai warisan luhur dapat diartikan sebagai ekspresi jati diri bangsa Indonesia yang merupakan hasil pemikiran dan gagasan mendasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang baik, memberikan watak, corak dan ciri khas bangsa Indonesia (Kaderi, 2015). Menurut Yudi Latif (2011:41), Pancasila adalah sumber jati diri, kepribadian, moralitas dan arah untuk menyelamatkan bangsa, dan nilai-nilai Pancasila dapat dijadikan jangkar transendental bagi warga negara Indonesia, nilai-nilai yang menjadi pedoman dan pilar dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter merupakan melakukan segala sesuatu di institusi pendidikan karena  dengan  cara  mempengaruhi  peserta  didik  menjadi  manusia  dalam proses kegiatan pembelajaran yang terkait dengan keterampilan, pengetahuan, dan karakter (Istiningsih, 2016).  Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan kebajikan intelektual ke dalam kurikulum dan praktik pedagogis dalam mempersiapkan pemimpin di masa depan (Ray, Pijanowski, & Lasater, 2020).
Nilai-nilai Pancasila perlu ditanamkan dan dibentuk sebagai karakter, pola, dan ciri khas masyarakat Indonesia. Mengingat mahasiswa adalah generasi penerus bangsa, maka penting bagi perguruan tinggi untuk terus mengembangkan dan mencerdaskan mahasiswa. Dengan kata lain, pendidikan dan pembentukan karakter sangat penting.
Pancasila terdiri dari beberapa nilai seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan, yang bersifat universal dan objektif. Artinya, nilai-nilai tersebut boleh diterapkan dan diakui oleh negara lain. Pancasila bersifat subyektif, artinya nilai-nilai Pancasila melekat pada rakyat, negara, dan provinsi Indonesia (Asmaroini, 2016). Nilai-nilai pancasila memberikan kontribusi penting bagi perkembangan kepribadian dan arah pemikiran, tindakan dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai pancasila bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa. Memasukkan nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari sangat penting untuk mencegah perpecahan. Tanpa nilai-nilai Pancasila, tidak ada anggota masyarakat yang dapat hidup berbangsa atau berbangsa dalam keragaman budaya Indonesia (Tim Peneliti Pusat Pancasila UGM, 2015).