Kemacetan lalu lintas telah menjadi masalah kronis di banyak kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan kota-kota metropolitan lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan urbanisasi yang terus meningkat menyebabkan lonjakan jumlah kendaraan di jalan raya yang tidak sebanding dengan kapasitas infrastruktur jalan yang ada. Kemacetan di kota-kota besar Indonesia merupakan masalah kompleks yang memerlukan pendekatan multi-dimensi dengan melihat konsep dari berbagai cabang ilmu sosial. Penyebabnya berakar pada pertumbuhan urbanisasi yang pesat, minimnya infrastruktur jalan, serta manajemen transportasi yang belum optimal. Dampaknya sangat merugikan baik dari segi ekonomi, kesehatan, maupun kualitas hidup masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perencanaan transportasi jangka panjang, peningkatan infrastruktur, serta perubahan kebijakan yang mendukung penggunaan transportasi umum secara luas.
Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, mengalami tantangan dalam hal kemacetan dan transportasi yang efisien. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan transportasi yang lebih cepat, modern, dan ramah lingkungan, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan beberapa sistem transportasi massal baru, yaitu LRT (Light Rail Transit), MRT (Mass Rapid Transit), dan Kereta Cepat. Berikut adalah uraian tentang ketiga moda transportasi ini:
LRT (Light Rail Transit)
LRT adalah sistem kereta ringan yang biasanya beroperasi di jalur layang dan melayani rute dalam kota atau antar kota. Di Indonesia, proyek LRT pertama yang berhasil beroperasi adalah LRT Jabodebek yang menghubungkan Jakarta dengan daerah sekitarnya seperti Bekasi dan Bogor. LRT ini sudah menggunakan sistem otomatis tanpa masinis, kecepatan rata-rata mencapai 80 km/jam. Manfaat dari LRT sendiri yakni mengurangi kemacetan di jalan raya dan meningkatkan efisiensi waktu perjalanan untuk warga di kawasan suburban menuju pusat kota
MRT (Mass Rapid Transit)
MRT Jakarta adalah sistem transportasi massal bawah tanah dan layang yang mulai beroperasi pada tahun 2019. Jalur pertama yang beroperasi adalah jalur Lebak Bulus - Bundaran HI yang melayani sepanjang sekitar 16 km dengan 13 stasiun. MRT ini kecepatannya mencapai hingga 100 km/jam. Stasiun MRT dilengkapi dengan berbagai fasilitas modern seperti aksesibilitas untuk penyandang disabilitas, pendingin udara, dan sistem keamanan yang canggih. Untuk waktu tempuh yang lebih cepat dibanding moda transportasi lain di Jakarta, dengan interval kedatangan kereta yang singkat (setiap 5-10 menit). Selanjutnya untuk tahap pengembangan jalur utara-selatan dan rencana ekspansi jalur timur-barat sedang berjalan.
Kereta Cepat
Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah proyek kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang sedang dalam tahap penyelesaian. Kereta cepat ini diharapkan memangkas waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung dari sekitar 3 jam menjadi hanya sekitar 40 menit. Kereta cepat ini memiliki kecepatan maksimal hingga mencapai 350 km/jam. Stasiun utama berada di Stasiun Halim, Jakarta dan Stasiun Tegalluar, Bandung. Teknologinya sudah menggunakan teknologi kereta cepat dari Tiongkok (China Railway High-speed).
Di samping beberapa keuntungan yang telah didapat melalui pembangunan LRT, MRT, dan Kereta Cepat. Pembangunan proyek ini memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk pembangunan MRT yang sebelumnya hanya Rp1,1 triliun per kilometer pada masa Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun kini telah meningkat menjadi Rp 2,3 triliun per kilometer. Sementara itu, LRT memerlukan anggaran Rp799 miliar per kilometer dan kereta cepat sebesar Rp 780 miliar per kilometer. Pembangunan proyek ini juga menyebabkan kerugian ekonomi akibat kemacetan yang kerugiannya bisa lebih besar.
Kemacetan di Jakarta yang menyebabkan kerugian ekonomi sekitar Rp 65 triliun per tahun. Sementara untuk wilayah Jabodetabek bahkan mencapai lebih dari Rp 100 triliun. Semua moda transportasi ini akan membutuhkan subsidi atau Public Service Obligation (PSO) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menutup biaya operasional. Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengeluarkan dana sebesar Rp 800 miliar per tahun untuk operasional MRT, dan angka ini diperkirakan akan membengkak menjadi Rp 4 triliun jika seluruh jalur MRT selesai dibangun.
Jokowi sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta mengingatkan para kepala daerah untuk mulai menghitung dengan cermat biaya-biaya tersebut dan memutuskan moda transportasi massal yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan wilayah masing-masing. Sementara itu, Manajemen PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) pernah merespons pernyataan Direktur Utama PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), Agung Budi Waskito yang mengungkapkan bahwa perusahaannya mengalami kerugian karena proyek kereta cepat Whoosh pada Selasa 16 Juli 2024. Agung menyebut bahwa kerugian yang dialami WIKA sebagian besar disebabkan oleh penyertaan modal untuk proyek Kereta Cepat, yang memaksa perusahaan menerbitkan obligasi dan menambah beban keuangan. Total penyertaan modal yang telah digelontorkan WIKA untuk proyek ini mencapai Rp 6,1 triliun. Menanggapi klaim WIKA terkait penyertaan modal triliunan rupiah, manajemen KCIC memastikan bahwa semua langkah yang diambil telah sesuai dengan aturan dan tata kelola perusahaan yang baik. Dari sisi keuangan, Eva menyatakan bahwa proyek ini telah diatur dengan cermat, dan operasional kereta cepat Whoosh saat ini terus menunjukkan peningkatan.
Pembangunan LRT, MRT, dan kereta cepat diharapkan dapat menjadi solusi bagi kemacetan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, berbagai masalah ekonomi yang muncul akibat pembangunan ini memerlukan perencanaan yang lebih baik, pengelolaan keuangan yang lebih hati-hati, dan transparansi dalam setiap tahap proyek. Dengan demikian, dampak negatif yang ditimbulkan bisa diminimalkan, sementara manfaat jangka panjang dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI