Mohon tunggu...
Arista Junaidi
Arista Junaidi Mohon Tunggu... -

Wakil Sekretaris Jenderal PSDA PB HMI 2010-2012.\r\nsenang menulis dan berdiskusi.\r\ntertantang berhijrah dan mengejar mimpi..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tantangan Kepemimpinan dan Pembangunan Jakarta

2 Mei 2012   16:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:49 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13359776191042601201

Issue kepemimpinan dalam setiap kontestasi politik selalu menjadi issue yang menarik. Berbagai perspektif kepemimpinan, baik dari segi ilmu maupun praktis menjadi perdebatan relasi antara teori kepemimpinan dan kemampuan memimpin seseorang dalam ruang demokrasi.

Parameter kepemimpinan dalam segmen demokrasi partisipatif, sangatlah berbeda dengan segmen demokrasi reprsentatif, sebab walaupun keduanya memakai term demokrasi, namun bentuk dan cara serta outputnya sudah pasti berbeda. Dalam demokrasi representatif, rakyat hanya dimobilisir untuk memilih perwakilannya di parlemen, setelah itu, perlemenlah yang memilih siapa yang akan menjadi Pemimpin rakyat. Popularitas, elektabilitas, pengalaman serta visi seorang pemimpin tidak menjadi faktor dominan untuk dipilih, sehingga selalu menghasilkan Pemimpin yang jauh dari rakyat, elitis dan korup.

Berbeda dengan demokrasi representatif, demokrasi partisipatif menempatkan rakyat pada posisi equel untuk menilai dan memilih, layak tidaknya seseorang menjadi pemimpinnya. Sistem inilah, yang menghendaki figuritas calon pemimpin agar dikenal, disukai, hingga nantinya dan dipilih oleh rakyat. Vox Populi vox dei adalah kuncinya.

Menjadi seorang pemimpin dalam demokrasi partisipatif, tak hanya cukup jika bermodalkan kesederhanaan atau populis personal, sebab ruang kompetisi demokrasi yang bebas, membutuhkan sumber daya politik yang besar, seperti financial capital, social capital dan intelektual capital. Tanpa multipier capital tersebut, akan sulit seseorang memenangkan pertarungan demokrasi dan berhasil menjadi pemimpin.

Dalam konteks itulah, gagasan strong leader menjadi relevan untuk ditampilkan. Paling tidak, dalam momentum yang terbatas, seperti Pemilukada DKI Jakarta. Secara umum, kepemimpinan yang kuat bertumpu pada kualitas diri, integritas pemimpin, penerapan sistem, dan sikap terima masyarakat terhadap pemimpinnya. Kepemipinan yang kuat tidak akan bisa tercapai, jika pemimpin tak memiliki keberanian untuk mengartikulasikan apa yang menjadi visinya. John C. Maxwel menyebutnya sebagai pengaruh dari seorang pemimpin.

Pemilukada DKI Jakarta yang akan berlangsung pada Juli 2012, adalah pertaruhan untuk menghasilkan Pemimpin yang kuat. Disinilah, ujian bagi masyarakat Jakarta dalam menentukan pilihan politiknya, terhadap berbagai figur yang telah resmi bertarung sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubenur DKI Jakarta.

Dengan karakteristik pemilih Jakarta yang Plural dari berbagai latar belakang suku, etnis dan agama, maka tugas calon Gubernur dan pasangannya adalah memberikan pendidikan politik (political education) yang mencerdaskan, mengkampanyekan program, dan memberikan pengaruhnya kepada masyarakat agar dapat dipilih.

Jakarta yang menjadi episentrum Indonesia, Ibukota Negara, dan pusat kekuasaan (central of power) Nasional, tidaklah mudah dipimpin oleh orang yang belum memliki pengalaman memimpin. Sebab, tugas utama pemimpin Jakarta adalah menyelesaikan persoalan-persoalan besar seperti kemiskinan, pengangguran, banjir, kemacetan, hingga persoalan keamaan.

Dari berbagai hasil survey yang dilakukan, banyak masyarakat yang menginginkan pemimpin Jakarta hendaknya adalah seorang yang telah memiliki pengalaman dalam pemerintahan, pernah menjadi pemimpin di tingkat Kota / Kabupaten atau Provinsi dan berlatar belakang sipil-militer yang berani dan tegas. Alasanya, Jakarta dengan multi kompleksnya, tak hanya cukup jika dipimpin oleh pasangan yang hanya berasal dari sipil saja atau militer saja. Butuh background mixed Sipil-militer agar dapat menjangkau, bukan saja masalah politik, sosial dan ekonomi, namun juga masalah keamanan dan kriminalitas.

Tantangan pembangunan Jakarta

Jika ada yang mengatakan, bahwa membangun Jakarta tak semudah seperti membangun daerah lain, hal tersebut mungkin, bisa diterima dengan variable komparatif kepadatan penduduk, luas wilayah dan tingkatan masalah antara Jakarta dengan daerah yang lain. Seseorang yang berhasil memimpin di daerah lain, belum tentu akan dengan mulus memimpin Jakarta, apalagi orang tersebut belum memahami secara betul adat dan budaya masyarakat Jakarta yang beragam.

Kepadatan penduduk misalnya, dengan magnitude Jakarta sebagai Ibukota Negara, maka sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan Jakarta tempat berhijrah, atau pusat urbanisasi merubah nasib. Banyak suku-suku besar di Indonesia seperti; Jawa, Sumatera, Batak, Bugis, Ambon, dan lainya, yang berbeda secara kultur, telah menjadi penduduk tetap di Jakarta. Perbedaan budaya dan latar belakang kesukuan inilah yang bisa menjadi sumber konflik, jika tak dimanage secara baik dan adil. Hal inilah yang jarang ditemukan pada daerah lain diluar Jakarta.

Dengan wilayah Jakarta yang begitu luas, maka pembangunan menjadi kendala besar yang harus segera diatasi. Pemetaan Jakarta, dengan wilayah Pusat, Timur, Barat, Utara, Selatan, dan Kepulauan Seribu, adalah bagian dari mempermudah rentang kendali pembangunan dan pelayanan birokrasi kepada masyarakat. Hingga saat ini, tujuan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat (Social welfare) dan pertumbuhan ekonomi (economic growth) hanya terlihat pada segelintir orang yang memiliki kekuatan modal yang besar, sementara sebagian masyarakat masih hidup dibawah garis kemiskinan, dengan berprofesi sebagai Pedagang kaki lima, gelandangan, pengemis dan penganggur.

Target pembangunan millennium atau dikenal dengan pembangunan MDG’s 2015, yakni; Mencapai Pendidikan untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, Memastikan kelestarian lingkungan hidup, Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan, harus menjadi road map setiap Calon Gubernur dan Calon wakil gubernur untuk membangun Jakarta, sebab, jika Jakarta gagal mencapai target MDG’s pada 2015, maka secara otomatis, Indonesia pun akan gagal mencapai target MDG’s 2015. Inilah tantangan pembangunan bagi calon pemimpin DKI Jakarta mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun