Mohon tunggu...
Arista Junaidi
Arista Junaidi Mohon Tunggu... -

Wakil Sekretaris Jenderal PSDA PB HMI 2010-2012.\r\nsenang menulis dan berdiskusi.\r\ntertantang berhijrah dan mengejar mimpi..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Pemilik Issue SARA

31 Juli 2012   12:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak berakhirnya Pemilukada DKI Jakarta Putaran Pertama, issue Suku Agama Ras antar Golongan (SARA) menguap massif di publik Jakarta. Banyak yang heran sekaligus bertanya, dari mana issue SARA ini bisa muncul dan siapa pemiliknya ? pertanyaan seputar siapa dan dari mana issue yang sensitif ini bisa muncul, menjadi debat silang, hingga mengarah kepada carakter assassination pasangannya Jokowi yaitu Ahok.

Karena hebatnya issue SARA ini diperbincangkan, tessa publik mulai meraba dan berspekulasi soal pemllik issue SARA. Kemasan issue yang begitu rapi dan tersistem, membuat publik menelunjuk, seakan pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli lah sebagai dalang atau pemilik issue SARA dimaksud. Alasan publik sederhana, content issue SARA adalah mainan tim Foke –Nara untuk memojokan Basuki T. Purnama – biasa disapa Ahok, sebagai satu-satunya Calon Wakil Gubernur yang berlatar belakang Non Muslim dan Beretnis Tionghoa. Tujuan dariissue SARA hanya satu, agar warga DKI Jakarta yang mayoritas Muslim dan bersuku Pribumi, tidak memlih Jokowi - Ahok pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

Namun, benarkah demikian, Foke-Nara beserta perangkat timnyalah biang kegaduhan issue SARA di publik ? apakah hanya maksud demi mengiring pemilih Muslim dan Suku pribumi yang ada di Jakarta untuk memilih Foke-Nara di putaran kedua Pemilukada, sehingga issue SARA dijadikan tasting the water ? secara pribadi, saya berani mengatakan, inilah blunder politik besar, jika benar issue SARA adalah kemasan dan mainan campaign tim Foke-Nara. Sebab, jika asumsi targeting hanyalah mengumpulkan pundi pemilih muslim dan suku pribumi di Jakarta untuk memilih mereka di putaran kedua, maka apa yang menjadi ekspektasi dan target tim Foke-Nara, salah besar dan malah menguntungkan Jokowi-Ahok, sebagai pihak yang diserang.

Mengapa bisa demikian ? sederhananya, issue SARA jika semakin dikencangkan hanya akan menjadi senjata penarik simpati bagi pihak yang terzalimi dalam issue SARA tersebut. Selain itu, medan pemilukada di Jakarta, dengan tingkat keragaman pemilih yang tinggi, klasifikasi rational Choicer (pemilih rasional) yang dominan, membuat issue SARA tak akan begitu diminati oleh masyarakat.

Pengandaian Issue

Issue SARA, merupakan cara pemain politik atau tim kampanye berandai-andai dalam khayalan demargasi. Mereka menghayalkan tentang sebuah keuntungan besar oleh komunitas dan pemilih tertentu jika, issue SARA dimainkan dan kena jantung komunitasnya. Harapan pemain issue SARA ini adalah, terciptanya sebuah demargasi komunitas atau pemilih tertentu ber-Vis a vis dengan komunitas atau pemilih yang lain. Gambaran tentang issue SARA, dilihat seperti doktrin yang akan mudah diaminkan dan diikuti, karena panggilan promiordialisme muda terbangun dalam issue SARA. Issue SARA dibayangkan seperti kompor, yang mudah membakar sentiment keagaman serta kesukuan komunitas dan pemilih tertentu.

Itulah pengandaian issue, yang diharapkan akan menjadi kenyataan saat Pemilukada putaran kedua berlangsung. Namun dalam tafsiran logis, pengandaian issue SARA yang dimainkan tidak akan sukses berbuah simpati serta dukungan. Sebab, masyarakat Jakarta tidak sedang berada dalam kungkungan tradisionalisme sempit, untuk menerima mentah-mentah issue SARA tersebut.

Benarkah Issue SARA itu Foke-Nara

Kembali pada pertanyaan diskusi diatas, benarkah issue SARA itu keluar dari rumah tim Foke-Nara ? Untuk menjelaskan pertanyaan tersebut, saya mengutip logika strategis Sun-Tzu (716-735), seni berperang Cina kuno, bahwa “dalam perang, terkadang kita harus melukai diri sendiri, untuk mendapatkan simpati lawan”. Sun Tzu dalam pernyataan strategis, ingin menjelaskan bahwa menjadi martir untuk mengelabui musuh, terkadang merupakan cara yang efektif, jika situasi perang menghendaki hal tersebut.

Dalam konteks perang issue politik dalam pemilukada Jakarta, dimana situasi campaign berhadap-hadapan, maka hal-hal yang berbau sensitifitas dan menyerang diri sendiri harus berani dilakukan. Dengan cara, mengemas hal-hal sensitif tersebut menjadi issue yang bombastis dan menyerang diri sendiri. Issue tersebut harus dikemas sedemikian rupa, agar tidak terlihat keluar dari rumah sendiri. Issue yang dimainkan harus dijahit dari fakta keadaan lawan.

Seperti dalam issue SARA, karena fakta Foke-Nara berlatar belakang Islam, dan merupakan Suku Pribumi, dan Jokowi yang pasangannya adalah Ahok dengan latar belakang bukan beragama Islam, dan berEtnis Tionghoa, maka issue SARA dijahit secara baik, tersistem dan dihembuskan secara massif menyerang Ahok.

tanpa menemui kesulitan, issue SARA meledak di publik, menjadi bahan diskusi warga Jakarta. Dengan tanpa mencerna secara baik, dan menganalisa lebih jauh siapa dibalik issue SARA ini, publik terpaksa percaya bahwa, inilah cara kotor tim Foke-Nara memainkan issue politik. Padahal jika logika politik Sun Tzu yang kita pakai, sangat tidak mungkin Foke-nara akan melukai diri sendiri untuk mendapatkan simpati komunitas atau pemilih tertentu, sebab foke dalam keadaan tertinggal saat Pemilukada putaran pertama berlangsung. Ekspektasi akan terjadi demargasi komunitas, hanya akan mendatangkan musibah untuk mereka sendiri. Komunitas yang menjadi minoritas di Jakarta seperti Etnis Tiognhoa dan Non Muslim akan berantipati dan tak akan memilih mereka. Dan harapan Kesolidan pemlih mayoritas muslim, berlatar Suku pribumi, tidak akan seratus persen terjadi, karena telah pecah sejak Pemilukada putaran pertama.

Nah, inilah peryataan SunTzu yang coba dimainkan oleh tim Jokowo-Ahok untuk melukai diri sendiri, sambil berharap publik semakin bersimpatik terhadap Ahok, karena telah dizalimi, diserang, dan didiskreditkan oleh issue SARA yang katanya buatan tim Foke Nara, serta bisa mengkandangi Foke-Nara agar tidak dapat leluasa merekonsolidasikan kekuatan mereka di Pemilih Non Muslim dan Etnis Tionghoa. Inilah Cara yang terbilang lihai dilakukan oleh Jokowi-Ahok untuk mematikan langkah Foke-Nara di Pemilukada putaran kedua nanti.

Apa yang dilakukan oleh Jokowi-ahok dengan issue SARA buatan mereka, adalah cara Komunikasi Silang dalam Politik. Mewartakan Pesan Fitnah untuk diri mereka sendiri dengan menggunakan tangan lawan, dan menandai warta pesan berkode Foke-Nara. Mungkin tak akan mudah bisa dibuktikan, namun marilah kita berfikir logis, siapakah yang diuntungkan dalam Issue SARA ini ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun