Kata Pembangunan identik dengan modernisasi. Rostow mengatakannya sebagai stage of development growth, yaitu tahapan pertumbuhan pembangunan yang dimulai dari masyarakat tradisional, transisional, tinggal landas, lepas landas, dan industrialisasi atau komsumsi tinggi (mass consumption). Era Soeharto, paradigma ini kerap kali digunakan sebagai referensi pembangunan Nasional, dengan wujud Repelita.
Pembangunan menitikberatkan pada kemajuan, yaitu kemajuan yang menghasilkan keteraturan dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Keseimbangan pembangunan perlu dilakukan, sebab capaian kesejahteraan masyarakat tak hanya bisa dilihat dengan indikator kemajuan pertumbuhan ekonomi, namun harus diikuti oleh pembangunan sosial, agar tingginya pendapatan ekonomi masyarakat, berbanding dengan kualitas kehidupan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan.
Banyak Negara maju di dunia yang gagal mempraktekan esensi pembangunan. walaupun rata-rata tingkat pertumbuhan mereka tinggi, namun masalah kemiskinan menjadi sesuatu yang sulit dipecahkan. Hal inilah yang disebut midgley (2005) sebagai pembangunan yang terdistorsi.
Untuk melihat sejauh mana konsepsi pembangunan ekonomi dan sosial telah dilakukan oleh pemerintah, maka instrument realibilitas bisa digunakan. Realibilitas merupakan instrument dalam penelitian sosial, yang dipakai untuk mengukur keterpercayaan (dependability), stabilitas (stability), konsistensi (consistency) dan ketepatan (accuracy) suatu objek yang diteliti (Ulber silalahi; 2010).
Dalam konteks nasional, Jakarta bisa dipakai sebagai tolak ukur menguji realibilitas pembangunan. Alasannya, selain merupakan Ibukota Negara, momentum politik pemilukada menjadi faktor evaluatif keberhasilan kerja yang telah dan akan dilakukan oleh Gubernur Jakarta.
Dari segi pembangunan ekonomi, besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta, merupakan indikator, betapa tingginya pertumbuhan ekonomi. Menjamurnya pembangunan mall, hotel berbintang, gedung-gedung perkantoran, dan fasilitas ekonomi lainnya adalah bentuk konsistensi kemajuan pembangunan, dengan feedback pajak pembangunan yang besar dalam PAD.
Namun semua mahfum, dibalik keberhasilan pembangunan ekonomi DKI Jakarta, problem sosial ternyata menjadi impact yang meruntuhkan lajunya angka pembangunan ekonomi tersebut. Sebut saja soal Pendidikan dan kesehatan, terlepas dari kosentrasi publik pada masalah banjir dan kemacetan. Dua masalah sosial ini adalah jantung kualitas Pembangunan manusia, yang biasanya disebut sebagai Index Pembangunan Manusia (IPM).
Uji data pembangunan pendidikan dan kesehatan
Variabel pendidikan dan kesehatan adalah salah satu bagian strategis dalam mengukur, berhasil tidaknya sebuah pembangunan dilakukan. Dalam publikasi rangkuman prestasi kerja Gubernur Fauzi Bowo. Angka eror pendidikan dirasakan masih besar terjadi. Di Jakarta, masih banyak warga yang kurang mampu, belum dapat menikmati pendidikan wajib belajar 9 tahun. Angka putus sekolah juga masih tergolong tinggi. Dilain sisi, Pemerintah DKI Jakarta, telah mengalokasikan 28,93 % Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor pendidikan, yang besarannya melebihi perintah UUD 1945, yaitu 20% APBN untuk keperluan pendidikan.
Alokasi 28,93 %, di bagikan dalam berbagai pos pendidikan. Biaya Operasional Pendidikan (BOP) misalnya, tahun 2011, pemerintah DKI Jakarta menganggarkan Rp. 1,06 triliun untuk biaya operasional siswa. Sebanyak 1. 156.803 siswa masuk dalam alokasi BOP tersebut.
Bantuan Operasional Buku (BOB), juga dialokasikan sebesar Rp. 153.113.549.145 pada tahun 2011. Setiap siswa mendapatkan BOB dengan angka yang bervariatif. SMPN Rp. 260.000,00 SMAN atau SMKN Rp. 300.000,00. SMA atau SMK Swasta Rp. 600.000,00. Para siswa yang rawan putus sekolah karena kendala ekonomi, juga mendapatkan beasiswa khusus berupa, Beasiswa Rawan Putus Sekolah (BRPS) untuk 10.917 siswa, dengan total anggaran Rp. 31. 4 miliar. Pemerintah DKI juga berhasil merealisasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah Pusat, bagi sekolah Negeri dan Swasta, dengan persentasi Per siswa mendapatkan, Rp. 580.000,00 untuk SD. Rp.580.000,00 untuk SDLB. Rp. 710.000,00 untuk SMP dan SMPLB.