ISU TOA MASJID YANG DIBANDINGKAN DENGAN
GONGGONGAN ANJING
Adzan merupakan seruan yang dikumandangkan oleh muazir dari masjid untuk memanggil umat muslim sebagai penanda bahwa sudah memasuki waktu pelaksanaan shalat subuh, dzuhur, ashar, magrib, dan isya. Suara adzan umunya ditujukan untuk umat muslim untuk bersiap-siap ke masjid ataupun mushola untuk melaksanakan shalat secara berjamaah.
Peristiwa adanya isu toa masjid yang dibandingkan dengan gonggongan anjing ini dimulai dari oknum Menteri Agama yaitu Yaqut Cholil Qoumas beliau menyampaikan dalam sebuah acara di Pekanbaru (23/2/2022), menurutnya suara adzan yang didengarkan semua orang harus diatur dengan baik agar tidak mengganggu orang lain. Pernyataannya Menag lantas mencontohkan bahwa suara bising itu dengan suara gonggngan anjing. Beliau menyebut bahwa suara gonggongan anjing yang dilakukan secara bersamaan sudah pasti akan menganggu orang lain.
Yaqut Cholil Qoumas meminta suara Toa masid/mushola diatur maksimal 100 dB (Desibel). Begitupun saat waktu pengumandangan juga disesuaikan setiap waktu sebelum azan. "Tetapi ini harus diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Tidak ada pelarangan," kata Yaqut.
Yang kita ketahui saat ini naytanya waktu shalat fardhu di Indonesia jamnya sama mungkin berbeda hanya beberapa menit saja karena kita berada di Waktu Indonesia Bagian Barat. Selain itu, suara adzan memang harus ditinggikan tapi dengan suara yang merdu. Hal ini menuai banyak kontroversi dari berbagai pihak termasuk Majelis Ulama Indonesia dan Roy Suryo. Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif menyikapi Menag telah berbuat ceroboh terkait pernyataan aturan pengeras suara dan gonggongan anjing. Slamet menyebut seharusnya Menag dapat mengambil pemisalan yang lain. Selain itu, Roy Suryo melaporkan pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atas dugaan kasus penodaan agama.
Dasar Hukum Intruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla (Instruksi Dirjen Bimas 101/1978). Tetapi masalahnya disini yaitu pernyataan Yaqut suara adzan yang disamakan dengan suara gnggongan suara anjing sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat yang tinggal di dekat masjid/mushola.
"Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana," ucap Yaqut.
Bunyi adzan adalah lafal Allah “Allaahu Akbar, Allaahu Akbar” yang terganggu dengan lafal Allah itu setan, maka orang yang terganggu mendengar suara adzan ia musti diruqyah. Namun, kebanyakan dari kalangan masyarakat baik muslim dan non muslim mendengar berita ini respon mereka adalah tidak setuju dengan pernyataan Yaqut Cholil Qoumas umat muslim bertanggapan bahwa adzan memang seharusnya dan sepantasnya dikumndangkan secara keras dan merdu sebagai penanda bahwa itu sudah memasuki waktu shalat. Selain itu, tanggapan dari umat non muslim juga tidak setuju umat non muslim meninggikan toleransi dalam menanggapi masalah ini dan kebanyakan juga dari mereka saat mendengar suara adzan tidak terganggu sama sekali malah mereka merasa tenang ketika mendengar suara adzan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H