Mohon tunggu...
Diana Aristiawan Setyo Wibowo
Diana Aristiawan Setyo Wibowo Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Engineer dan Penulis, tertarik pada dunia engineering dan dunia seni. Menjadi Manajer Pusat Listrik Pilang, PLN (2016-2017), Manajer Pusat Listrik Merawang, PLN (2017-2018). Sedang berusaha menyelesaikan desain dan membangun ulang Yayasan Sosial Panti Krida Seni Tradisi Jawi yang berkualitas dan terjangkau untuk semua anak bangsa. Bisa dihubungi di arizt_sw@yahoo.com.

Selanjutnya

Tutup

Love

Pesan Cinta dari Seorang Desain Interior

21 Juli 2021   01:54 Diperbarui: 21 Juli 2021   01:58 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katanya desain interior rumah itu bukan cuma tentang teknik penempatan perabotan rumah tangga, tetapi juga tentang seni mendesain sebuah ruangan sesuai dengan karakter si pemiliknya. 

Awalnya saya sedang mencari seorang desain interior, kemudian setelah saya cari-cari di instagram, ketemulah nama salah seorang teman SMP saya dulu. 

Sebelum dia mendesain rumah saya, dia gali dulu tentang saya, tentang hobi saya, tentang kesukaan saya, tentang hidup  yang telah saya lewati. Kemudian sang desainer ini menceritakan masa lalunya, tentang kisah cintanya dengan pacarnya, yang akhirnya tidak menjadi suaminya. 

Dia menceritakan kisahnya dengan tertawa-tawa, malah saya yang mendengarnya meneteskan air mata selama dia bercerita. Kisah cintanya sedih, tapi kenapa dia bisa menceritakan dengan raut bahagia, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. 

Dia seorang nasrani yang religius, rajin ke gereja setau saya, dia menceritakan tentang bagaimana dia 5 tahun berpacaran dengan seorang laki-laki muslim dengan segala masa-masa indahnya, dan menjalani perbedaan yang nyata, kadang pacarnya mengantarkan dia ke gereja, kemudian saat bulan puasa, dia membangunkan lewat telpon pacarnya untuk makan sahur. 

Selama 4 tahun dia kuliah, akhirnya dia lulus kuliah, namun si pacarnya ini belum lulus. Nah, dia rela untuk melanjutkan kuliah lagi, ke jenjang S2, demi bisa menemani pacarnya agar pacarnya bisa lulus S1. 

Namun akhirnya mereka berpisah karena si cowok tidak mau ikut si cewek. Kemudian si cewek menikah dengan kakak kelasnya yang sama-sama nasrani, yang satu gereja. 

Nah si temen saya ini kemudian menatap saya dan berpesan. Kamu jangan memilih cewek yang beda agama ya. Inget itu. Jangan beda agama.

Kemudian saya teringat dengan Pak Lambok, atasan saya di kantor, menceritakan hal yang sama. Dia menceritakan bagaimana dulu waktu kuliah di jogja, tertarik dengan seorang cewek jawa, yang namanya mbak Nilam, muslim. 

Pak Lambok ini seorang nasrani religius, dari  suku Batak. Dia menceritakan bagaimana mbak Nilam, cewek Jawa yang begitu anggun, sopan, dan memiliki kepekaan sosial yang luar biasa. 

Pernah suatu ketika Mbak Nilam ini bertemu dengan seorang ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) kemudian dia memberikan nasi bungkus dan air mineral untuk ODGJ ini. 

Hati Mbak Nilam yang luar biasa lembut ini, membuat Pak Lambok yang dulunya orang yang apatis, selalu memikirkan dirinya, berubah menjadi orang yang sosialis. 

Ternyata begitu besar pengaruh cinta terhadap jiwa seseorang. Namun karena perbedaan mereka, akhirnya mereka berpisah. Dan akhirnya bapak itu bertemu dengan cewek pujaan hatinya teman sesama perusahaan, dari batak, nasrani, dan kemudian mereka menikah. Dari cerita bapak ini, dia minta saya belajar dari dia.

Dulu saya pernah terjebak 7 tahun dekat dengan seorang chinese, bangka. Kelemahlembutannya, kedermawannya, membuat saya yang dulunya orang yang apatis, terlalu memikirkan diri sendiri dan tidak pernah memikirkan orang lain, menjadi berubah. Saya sekarang berubah menjadi orang yang dermawan, pandai menghargai orang, menghormati orang tanpa memandang status dan segala macem. 

Cewek chinese ini orangnya dermawan banget. Pernah suatu saat waktu membayar makanan, saya sempet bilang dengan nada mengejek, emang gaji kamu berapa sih sampe kamu bayarin aku, udah biar aku yang bayar. Trus dia bilang "Songong Lu". Dari situ saya belajar ternyata menjadi dermawan tidak harus nunggu kaya, dan belajar untuk lebih menghormati orang lain dengan kalimat yang lebih sopan. 

Oh iya, kenapa tiba-tiba 2 orang diatas seolah-olah memberikan isyarat, padahal saya nggak pernah cerita apa-apa sebelumnya. Iya, semesta mendukung, namun terjebak bukanlah sebuah pilihan, ini takdir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun