Kita sekarang hidup di era informasi, sebuah era dimana apa yang menjadi primer dalam hirarki kebutuhan bukanlah tentang makan minum saja. Sebab informasi kini juga menjadi sebuah keharusan yang Kita konsumsi. Kita sangat ingin tahu keadaan dunia yang paling aktual melalui informasi dari berbagai media entah itu cetak, elekronik, maupun internet. Beberapa informasi memang berguna, namun yang sering kita acuhkan adalah fakta bahwa sesungguhnya beberapa informasi itu tidak dibutuhkan dan hanya mengotori pikiran, apalagi bila informasi yang Kita konsumsi disajikan oleh media yang mengedepankan banalitas demi kepentingan tertentu yang terkadang bersifat politis dan berkepentingan pribadi. Otak manusia sudah bekerja begitu keras dengan berjuta pemikiran setiap harinya, akan bertambah berat sebuah pemikiran bila ditambah lagi dengan informasi-informasi yang tidak dibutuhkan. Inilah saatnya manusia memberi filter yang berfungsi memilah dan memilih mana informasi yang dibutuhkan dan tidak, dalam hal ini untuk memilah mana informasi media yang harus Kita terima dan tidak amat perlu, alangkah kasihan otak Kita bila harus dijejali informasi kawin cerainya artis, atau matinya anjing seorang perempuan pemain sinetron, atau kebohongan lip-sync band-band mainstream, atau strategi busuk cara membunuh mertua ala sinetron kejar tayang, atau tangis sedih terskenario gadis manis yang tinggal di rumah tangga miskin dalam reality show. Sudah saatnya mambuat sebuah saringan informasi agar Kita dapat memilih, mana informasi media yang dapat dipercaya dan mana yang bohong.
Literasi Media, Usaha Filterisasi Informasi.
Kenapa percaya membabi buta pada media yang orientasi utamanya tentu kenaikan rating atau oplah? Media punya kuasa yang cukup dalam membentuk pola pikir Kita. Sebab kita yang sudah terbiasa begitu percaya pada apa yang dikatakan media, entah itu bohong atau benar. Entah informasi yang disuguhkan media murni informasi atau sudah terlalu banyak berbumbu dramatisasi. Inilah saatnya membuat filter bernama Literasi media, proses dimana Kita menelaah informasi dengan membuang yang bohong dan andai menemukan kebenaran dalam informasi itu tidak lantas kita telan mentah-mentah kebenaran tersebut. Tidak semua kebenaran berguna untuk Kita. Jadi literasi media bukan hanya tentang menemukan kebenaran, tapi juga memilah mana yang berguna untuk Kita. Informasi di infotainment tentang biduan dangdut yang sedang berlibur bersama pacarnya ke Bali mungkin memang sebuah kebenaran, namun toh kebenaran itu tak ada gunanya kan untuk Kita dan tak ada sangkut pautnya dengan hidup Kita. Inilah fungsi filter tadi, memilah bahwa informasi itu tak bermanfaat bagi Kita, malah mengotori pikiran dengan prasangka-prasangka negatif seperti “loh pacarnya pedangdut itu baru ya, lalu bagaimana dengan mantan suaminya, ya ampun kapan ya Dia merilis album, kok sensasi terus, oh pertengkarannya dengan artis itu gimana?” lalu Kita akan mulai membuang waktu berpikir kita dengan berkutat dalam tetek bengek persoalan orang lain yang bahkan Kita belum pernah berjabat tangan dengannya. Apalagi dengan kondisi media negara Kita yang banal dan berkepentingan politis, bayangkan bila informasi tak Kita filter, Kita hanya akan jadi bulan-bulanan para pemilik media yang sedang mempropagandakan pemikiran tertentu yang akhirnya Kita yang jadi korban terombang-ambing pembelokan opini oleh media satu ke media yang lain. Saat menonton berita di televisi, gunakan literasi media untuk membuang kata-kata dan teks dramatisasi yang ditambahkan sebagai penghias, acuhkan juga muka sok sedih presenter ketika membawakan berita bencana karena itu hanya tuntutan produser, lihat kredibilitas medianya apakah milik elite politik tertentu, bila iya apakah beritanya mencurigakan karena berusaha mengaburkan fakta atas golongan politik tempatnya bernaung. Maka literasi media akan sangat bermanfaat bagi Kita agar tak mudah terjebak banalitas media. Lalu apakah manfaat filter informasi ini hanya sebatas untuk memilah media? Sebenarnya tidak karena cakupannya lebih luas. Untuk memilah informasi yang lebih luas mencakup dunia dan sekitarnya maka Kita harus mengenal yang namanya Memetika.
Memetika Dan Pengaruhnya Pada Dunia.
Perkenalkan memetika, kajian ilmu baru yang berfungsi membedah Meme atau Mem. Sebuah unsur pembentuk mental dan pemikiran manusia. Kita sudah mengenal genetika lebih dulu untuk membedah gen yang jadi unsur pembentuk fisik manusia, nah Mem ini yang bertanggung jawab pada mental. Keputusan-keputusan besar yang berkaitan dengan mentalitas ada karena Mem eksis. Jadi dalam sejarah panjang peradaban manusia yang sudah terjadi dengan berbagai kejadian luar biasa seperti penciptaan atau penghancuran ala perang. Dapat dipastikan Mem ini bertanggungjawab karena dialah konseptor mental. Memetika sebagai sebuah ilmu berfungsi sebagai filter juga, memilah mana yang patut pikiran Kita terima dan mana yang tidak. Maka mulai sekarang ada baiknya Kita terapkan memetika dalam hidup, pilah informasi mana yang bagus dan mana yang tidak. Karena mau percaya atau tidak, cara Kita berpikir adalah penyebab utama kondisi dunia sekitar Kita. Sebab pikiran menghasilkan kebiasaan, kebiasaan menghasilkan sebuah tindakan. Bila pikiran kotor lama-lama tindakan juga kotor bukan, dan tindakan Kita akan mempengaruhi dunia sekitar. Jadi peliharalah pikiran dengan menerima informasi hanya yang benar-benar berguna. Terapkan memetika untuk memilah informasi dunia. Agar pikiran nyaman, tindakan benar, dunia aman.
SELESAI
ARIS SETYAWAN
Yogyakarta, 24 Maret 2011
( created and sent from my friend’s computer. For more word and shit log on to http://www.arisgrungies.multiply.com )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H