Mohon tunggu...
Aris Ramdhani
Aris Ramdhani Mohon Tunggu... Wiraswasta - panggil saja Aris

seorang lulusan dari Sosiologi Unsoed yang masih mencoba untuk menyenangi membaca buku dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita adalah Generasi yang Tidak Siap Menerima Kritik

23 Juni 2020   22:28 Diperbarui: 23 Juni 2020   22:28 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Berubah atau Punah? Kritikan itu biasa bagi orang yang berfikir"- Ali Sadikin

Mungkin kata "kritik" sudah tidak asing lagi bagi telinga kita dewasa ini, saya jamin, bahkan setiap orang pasti pernah melontarkan kritik terhadap sesuatu. Arus informasi yang cepat tentu mempengaruhi kemampuan berfikir dan juga tentunya akan berdampak pada banyaknya kritikan. 

Kita tentu sering melihat individu yang mengkritik seorang pejabat, artis, atau bahkan negara sekalipun, namun apakah kita mengetahui tentang definisi kritik itu sendiri?. Kritik adalah sebuah proses analisis dan evaluasi terhadap budaya[1] dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, dan juga memperbaiki budaya tersebut. 

Artinya, tepatlah apa yang diucapkan oleh Ali Sadikin di awal tulisan saya ini. Ali Sadikin menganggap bahwa manusia[2] selalu berbenturan dengan kritik, baik itu memberi kritik maupun menerima kritik, karena sejatinya proses berfikir adalah proses evaluasi terhadap hal yang sedang manusia pikirkan. Namun dewasa ini, makna kritik telah bergeser maknanya yang mengakibatkan manusia tidak siap dalam menerima kritikan. 

Ketidaksiapan dalam menerima kritik ditandai dengan munculnya istilah, kritik yang membangun, kritik santun, bahkan proses penyampaian kritik pun mulai tersendat dengan adanya UU ITE, UU tentang pencemaran nama baik.

Fenomena yang muncul sebagai buntut dari ketidaksiapan manusia dalam menerima kritik tentu banyak kita temui. Pertama, kasus terkait ditangkapnya Ferry Kombo yang merupakan mahasiswa Universitas Cendrawasih dengan tuduhan makar, dan dituntut 10 tahun penjara. 

Kasus ini bermula ketika mahasiswa menyelenggarakan aksi di Jayapura sebagai bentuk protes terhadap tindakan rasisme yang dilakukan oleh aparat negara, tentu kita ketahui bahwa demonstrasi adalah salah satu media penyampaian kritik yang lazim ditemui dalam kehidupan demokrasi. Malangnya, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa ini dianggap sebagai upaya makar oleh pemerintah. 

Tindakan pemerintah tersebut memberikan kita gambaran bahwa pemerintah tidak siap dalam menerima kritik yang diberikan oleh warganya. Kedua, kasus yang menimpa seorang komika dengan nama panggung Bintang Emon. 

Kasus yang menimpa Bintang Emon ini bermula beredarnya tuntutan Jaksa penuntut terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan. 

Dua orang terdakwa penyiraman yang merupakan anggota aktif POLRI dituntut dengan tuntutan 1 (satu) tahun penjara dengan alasan karena terdakwa tidak sengaja menyiram air keras ke wajah Novel Baswedan, karena niat awalnya adalah menyiram tubuh Novel. 

Tuntutan ini turut dikomentari oleh Bintang Emon melalui videonya yang dia unggah di media sosial, dan video tersebut berhasil viral. Bintang Emon mengungkapkan, dalam videonya, bahwa tidak mungkin penyiraman ini tidak sengaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun