Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Jepit Testis dan Bawang Putih di Anus (Sakit Politik Politikus Sakit)

1 Januari 2016   05:23 Diperbarui: 1 Januari 2016   05:23 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

ADA satu trik yang terbukti masih saja ampuh untuk menangkal pemanggilan aparat penegak hukum. Bukan suap, bukan koneksi kedekatan dengan pejabat, bukan pula dengan cara melarikan diri yang akhirnya justru malah memasukkan kita ke dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) dan dianggap sebagai seorang Buronan polisi. Trik itu adalah pura-pura sakit.

Iya, pura-pura sakit dan berobat keluar negeri. Kalaupun tidak sempat atau tidak mampu keluar negeri, cukuplah di rumah sakit terdekat namun ngumpet di ruang yang tidak dapat diakses aparat. Lebih-lebih wartawan. Karena bahaya kalau tercium para pekerja pers ini. Kepura-puraan yang sudah dibungkus demikian rupa bisa saja dengan sangat mudah terbongkar ke muka publik.

Walaupun sebenarnya, rakyat sekarang tidaklah bodoh. Karena mendadak sakit ketika seseorang sedang berkasus, sangat mudah mengundang kecurigaan. Apalagi jika kemudian, aparatnya malah terkesan percaya begitu saja kalau yang bersangkutan sakit. Tanpa mau, misalnya menerjunkan dokter untuk mengecek kebenaran sakit si calon tersangka.

Namun kalau skenario sakit ini sukses dilakukan, semua bisa dikelabui dengan sangat mudah. Lebih-lebih publik. Sebab di zaman sekarang, bagi para politisi yang tersangkut kasus tertentu, nama baik tentulah yang paling dijaga. Suap, mungkin mudah saja dilakukan. Koneksi dengan pejabat dari aparat penegak hukum, pastilah. Karena sepanjang karir mereka di ranah politik, pertamanan dengan para pejabat itu sungguh sebuah hal biasa. Tapi apa kata publik, ketika sebuah kasus tiba-tiba saja meredup tanpa ada kelanjutannya. Pastilah banyak yang bertanya-tanya sambil menghubungkannya dengan suap dan koneksi yang bersangkutan dengan oknum aparat penyidik.

Akhirnya, aparat pun kini lebih berhati-hati. Harus bermain cantik. Tidak bisa lagi asal bantu begitu saja dengan teman politikus mereka yang tengah tersandung masalah. Bisa-bisa malah mereka yang ketiban pulung. Ikutan diselidiki karena diduga telah berkomplot. Walaupun mereka bisa saja melakukannya. Mereka cukup pura-pura tidak tahu kepura-puraan itu, dan dalam jumpa pers di depan wartawan mereka mengatakan, kalau si politikus saat ini memang sedang sakit. Sumpah!

Dimana rasa kemanusiaan kalian, masa kita memaksa orang sakit untuk diperiksa. Lagi pula, saat orang sakit, keterangan yang diberikannya pun dapat saja menjadi kurang akurat. Bahkan dalam sebuah persidangan di pengadilan pun, hakim selalu menanyakan kesehatan terdakwa sebelum meneruskan persidangan. Kalau sakit, dan benar-benar sakit, sidang dapat saja ditunda untuk dilanjutkan di lain waktu. Apatah lagi dengan tahapan yang baru masuk pemeriksaan saksi.

Yang repotnya itu, politikus yang selama ini tidak memiliki pertemanan atau koneksi yang dapat membantu mereka memainkan drama pura-pura sakit itu. Namun jangan putus asa dulu. Karena ada dua hal yang dapat Anda lakukan. Pertama, menghilang dulu keluar negeri. Baik untuk selamanya maupun sementara waktu sambil menunggu sampai aman dulu. Aman sampai publik lupa, atau aman sampai usaha bersih-bersih barang bukti rampung dilakukan. Dan kalau kondisinya memungkinkan, sang politikus bisa balik lagi dan menjelaskan ke publik atau pendukungnya, kalau selama menghilang dia sakit dan harus berobat keluar negeri. Singapura, misalnya.

Bagaimana kalau tidak mampu keluar negeri atau tidak keburu melakukannya. Tahu-tahu, aparat sudah berjaga di bandara atau di depan rumah. Kalau kondisinya sudah demikian, maka pakailah cara kedua. Anda harus benar-benar sakit. Bukan pura-pura sakit. Karena aparat tentu tidak bodoh. Mereka tentu akan mendatangkan dokter untuk memeriksa kesehatan Anda. Caranya? Pelajaran dari cerita berikut ini mungkin layak untuk dicoba.

Ceritanya begini. Suatu ketika, Ketua DPRD di Kabupaten B tersangkut kasus pemalsuan ijazah. Hampir semua media memberitakannya. Aparat penegak hukum pun tidak dapat lagi berdiam diri atau pura-pura tidak tahu ada kasus itu. Akhirnya, dilayangkanlah surat pemanggilan untuk pemeriksaan. Pemanggilan pertama dan kedua diabaikan. Giliran surat pemanggilan terakhir, aparat sudah menyiapkan penjemputan paksa. Di saat genting itulah, sang ketua curhat dengan salah seorang pejabat di kabupaten B. “Bagaimana ini kawan, besok pasti saya sudah ditangkap,” begitu kira-kira dialog yang terjadi diantara mereka.

Si pejabat kemudian menyarankan sesuatu yang sedikit tidak masuk akal. Ketua DPRD yang sedang terancam itu diminta untuk sakit malam itu juga. Selambat-lambatnya, harus benar-benar sakit di pagi hari saat rencana penjemputan dilakukan. Sang Ketua pun bingung. Dia tentu tidak mungkin menyogok Tuhan untuk memberikannya sakit sesuai pesanan. Kalau pun bisa dengan cara berdoa agar sakit itu segera datang, masa ada sih doa untuk mendatangkan sakit. Yang ada malah doa minta kesembuhan.

Jadi bagaimana. Si pejabat membocorkan triknya. Caranya hanya dengan menyumpal, maaf, lubang anus dengan satu siung bawang putih yang sudah dikupas kulit arinya dan mendudukinya semalam suntuk. Kalau “resep” itu tepat dilakukan, maka dinihari atau selambat-lambatnya pagi hari, ketua dewan akan mengalami demam tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun