[caption id="" align="alignright" width="167" caption="gambar: http://t2.gstatic.com"][/caption]
Apakah wajahku begitu buruk?
Pertanyaan itu selalu kubiarkan bermain dalam hatiku, tiada pernah kuungkapkan kepada siapapun, kecuali kepada malam, malam yang kutahbiskan sebagai satu-satunya sahabatku. Ya, malam yang seperti biasanya, malam yang tiada akan pernah menjawab, karena apa sih yang bisa dilakukannya kecuali menghamparkan gelap, bersekutu dengan angin yang kadang hanya sendu meniup-niup pucuk-pucuk daun dan menebarkan aroma melati?
Sungguh, aku selalu kesepian dan sendiri, ngelangut mengharapkan kawan untuk sekedar bercerita, bercanda atau apapun agar aku bahagia.Tapi, ya begitulah, tidak ada sesiapapun yang perduli, bahkan untuk sekedar bertegur sapa atau sepatah katapun pengusir jenuhku. Ah, apakah memang begitu buruk wajahku sehingga semua enggan menemaniku?
Mungkin sebagai perempuan yang sepertinya memang berwajah buruk, aku juga terlalu agresif karena aku akui bahwa aku memang menyukai lelaki dan pada umumnya mereka, para lelaki itu, justru tidak menyukai keagresifan perempuan. Mereka lebih menyukai perempuan yang malu-malu kucing, tidak menjawab jika tidak ditanya, bersikap lembut dan keibuan, tidak berkata kasar dan menutup mulutnya jika tertawa. Ah, aku jauh dari model perempuan yang seperti itu. Aku adalah sisi sebaliknya dari mereka. Aku suka berlebihan dalam mencari perhatian, suka berkata kasar dan suka menggoda sebelum digoda, bahkan jika tertawa aku tidak pernah menutup mulutku.
Terus terang aku tidak menginginkan sekedar kawan saja, sebenarnya, tapi aku ingin lelaki. Ya, aku ingin lelaki. Munafik sekali jika aku tidak mengakuinya. Aku sangat ingin ditemani seorang lelaki yang bisa menghiburku dan menghabiskan waktu bersama walau hanya semalam. Untuk apa setiap malam aku berada di sini jika tidak untuk mendapatkan mereka? Mendapatkan cinta, mungkin? Kurasa bukan, karena jujur aku hanya ingin hiburan atas kesepianku dan aku mengerti bahwa perempuan sepertiku tiada akan pernah mendapatkan cinta sampai kapanpun.
Sampai saat ini aku benar-benar belum bisa mengerti sehingga selalu saja timbul pertanyaan itu, pertanyaan tentang wajahku, karena lelaki pasti lebih suka dengan wajah yang ayu, manis dan mothor-mothor. Jika wajahku ayu menurut mereka, manis lagi mothor-mothor, pastilah tidak sesulit ini untuk mendapatkan seorang saja dari mereka. Begitu burukkah wajahku?
Ah, pastilah selalu ada harapan dan aku tidak pernah akan berputus asa. Seperti malam ini, kembali aku berada di sini berharap ada seorang lelaki yang akan mau menemaniku untuk menghabiskan waktu, siapapun itu. Bersama-sama menghujat malam yang gelap dan sering bersekutu dengan angin meniup pucuk-pucuk daun tapi yang tiada bisa mengusir jenuhku sejak dahulu.
Aku bersenandung, seperti biasanya pula, menyenandungkan lagu-lagu terindah yang pernah kutahu, mungkin saja akan ada yang mendengar dan mewujudkan inginku kali ini, seperti harapanku pada malam-malam sebelumnya.
Beberapa saat berlalu dan telah beberapa lagu kusenandungkan ketika kudengar langkah-langkah kaki, seperti mendekat ke arahku berada. Girang bukan buatan, dengan sedikit berlebihan kukeraskan suara senandung yang keluar dari mulutku dan aku yakin siapapun yang mendekat itu akan mendengarnya. Kudengar langkah itu berhenti yang justru semakin menjadikanku yakin bahwa dia telah mendengarku dan sedang mencoba meyakinkan dirinya sendiri akan pendengarannya. Sifat usilku timbul, kuhentikan senandungku dan tidak berapa lama kemudian langkah kaki itu kembali terdengar, semakin mendekat.
Masih dengan kegirangan yang kini semakin berlebih-lebihan, aku bersenandung kembali dan langkah itupun kembali berhenti. Kuhentikan senandungku dan langkah itu kembali terdengar. Begitu terus sampai akhirnya bisa kulihat sosoknya yang telah dekat, seorang lelaki dengan joran pada tangan kirinya dan lampu senter pada tangan kanannya, seorang pengail ikan yang sedang menuju sungai rupanya. Lumayan.