Mohon tunggu...
Arisk Satriyantoko
Arisk Satriyantoko Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Perbedaan bukan lah suatu Halangan untuk menciptakan suatu Kebersamaan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Kisah Satriya Cahaya

13 Februari 2012   13:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:42 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13291397531272400922

Kisah ini bermula ketika tahun berada dipertengahan angka 11 dan 12 Terkisahkan dua insan manusia yang sederhana dan bersahaja, mereka memilliki perbedaan tahun lahir yang cukup jauh.

Di selatan matahari sedikit lebih terik namun terkadang beberapa hari diguyur hujan yang sangat lebat. Sedangkan di Utara Matahari stabil dengan keangkuhannya walau di saat malam hujan diam-diam turun setitik demi setitik.

Satriya tinggal di kotabesar Selatan jauh dari tempat dia di lahirkan di tanah Timur, dia sendiri menempa diri dan juga hati, Satriya bersosok tinggi dengan berat yang proporsional tidak kurus dan juga tidak gemuk dengan ciri khas kepala gundul, kala itu sebelum dia berada di Selatan dia pernah berlatih dan berguru di Utara. Bukan hanya berlatih dan berguru di Utara, Satriya belajar dan bekerja disana, mencoba memahami betapa keras hidup, betapa berat orang tuanya ketika bekerja menghidupi dirinya, merasakan dan mempelajari betapa Tuhan sangat Baik padanya.

Di Utara tempat dia bekerja dan belajar, adalah awal mula Satriya bertemu dengan Cahaya, Cahaya adalah seorang gadis muda berparas indah bercahayakan Illahiyah, rambut terurai panjang dengan mata yang sedikit sipit. mereka berselisih jarak umur 6 tahun lamanya.

tadinya Satriya tidak ada menaruh hati sedikitpun padanya tapi seiring berjalannya waktu dan terpaan pengalaman dan kenangan itu semua berubah, Satriya mulai menaruh Hati pada Cahaya. Dan Cahaya pun merasakan hal yang serupa, namun sayangnya rasa itu tercipta ketika Satriya berada di kotabesar Selatan.

Mereka selalu mengenang saat-saat kebersamaan dulu, bagaimana mereka berbincang bersama, bagaimana mereka tertawa bersama. Saat-saat itu mungkin saat-saat yang berbahagia untuk mereka.

Di saat kejauhan mereka, mereka saling bercerita, saling mencurahkan hati masing-masing. Bagaimana saling mendukung, saling menyemangatkan hati dari keterpurukan masing-masing diri, bagaimana menghapus kalut dan pesimistis dalam diri.

Suatu hari ketika itu malam, Satriya memberanikan diri mengucapkan kata yang tak pernah Cahaya duga sebelumnya akan terlontar dari Satriya. Malam itu... “Assalamu’alaikum Cahaya...” “Wa’alaikumsalam” “Satriya mau bicara sesuatu” “apa itu?” sahut Cahaya dari balik telpon di kejauhan. “Bismillahhirahmanirrahim.. mau kah Dek Cahaya menjadi makmum Satriya mulai saat ini sampai Allah yang menentukan kita hingga dikemudian hari?!” sedikit tersentak terkaget Cahaya berpikir dan kemudian berucap dengan penuh tenang jiwa“Bismillahhirahmanirrahim.. iyaa dek Cahaya Mau menjadi makmum bang Satriya”

Dengan Allah Tuhan mereka menjadi saksi mereka dan sembari mengucapkan Basmallah mereka menjadi sepasang kekasih.

Walau jarak membentang Satriya di Selatan dan Cahaya di Utara tapi mereka tetap konsisten, percaya, saling perhatian dan juga pengertian. Dear Cahaya Bintang: BINTANG… Tetaplah terang kau dalam dekapku.. Kan kugapaikan jagat ini tuk buatmu suka tak berharap kau duka.. Kan kurengkuh matahari dan bulan untukmu.. Agar kau tahu segala yang ku mampu hanya untukmu.. BINTANG… Sinar bintang temani dalam gelap.. mengenang indahnya senyum mu.. bintang yang selama ini bersinar bagai pelita malam.. kini ia ada di sini.. di sisi ku.. malam yang gelap.. membuatmu semakin erat mendekap penuh ketakutan.. Mengapa kau takut gelap? bukankah banyak hal indah yang dapat kau lihat dalam gelap? Lihatlah.. lihat bintang itu.. mengapa tak takut gelap? karena ada Langit... tak usah kau takut menjadi Bintang... karena aku akan menjadi Langit.. kau tau ku tak ingin.. namun kau pun tau ku tak bisa... jikalau kau rindukan ku.. beranjaklah dari ranjang mu.. tengoklah dari jendela mu... lihatlah Langit yang selalu bersama Bintang.. seperti aku.. yang selalu akan bersamamu.. walau tak di sisi mu.. Dear Satriya Langit: Kau mencintaiku Seperti bumi mencintai titah Tuhannya.. Tak pernah lelah menanggung beban derita.. Tak pernah lelah menghisap luka... Kau mencintaiku seperti matahari mencintai titah Tuhannya.. Tak pernah lelah membagi cerah cahaya.. Tak pernah lelah menghangatkan jiwa.. Kau mencintaiku seperti air mencintai titah Tuhannya... Tak pernah lelah membersihkan lara.. Tak pernah lelah menyejukkan dahaga... Kau mencintaiku seperti bunga mencintai titah Tuhannya.. Tak pernah lelah menebar mekar aroma bahagia.. Tak pernah lelah meneduhkan gelisah nyala.. (KCB) Di luar sana langit masih gelap.. namun hembusan angin terasa begitu segar.. menembus kulit dan membelai rambutku.. kini yang ku tau bersamamu jalani hari.. begitu terasa indah.. meski kita terpisah jarak dan waktu.. namun ku yakini bahwa hati kita tetap selalu bersatu.. aku takkan pernah lelah untuk menantimu.. aku akan buktikan bahwa ku takkan kecewakanmu.. ini bukan tentang aku dan impianku.. tapi ini juga tentang cintaku padamu.. mungkin membuatmu tersenyum bangga adalah hal yang ingin aku gapai.. note: kotabesar Selatan (baca: Jakarta Selatan) Kota Utara (baca: Sumatra Utara) Tanah Timur (baca: Bali) Satriya Langit (diperankan: Arisk) Cahaya (diperankan: Khairani)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun