Pemerintah nampaknya serius dalam mewujudkan BUMN yang dapat bersaing di pasar global. Hal ini dapat dilihat dari adanya rencana Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum saham perdana sejumlah perusahaan pelat merah. Melalui Menteri BUMN, Erick Thohir, Pemerintah mengirimkan sinyal bahwa akan ada 10-15 BUMN yang akan melantai di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu 2021 hingga 2023. Pemerintah meyakini, dengan adanya BUMN yang IPO, maka BUMN kita dapat mulai bersaing di pasar internasional. Selain itu, adanya BUMN yang IPO juga diharapkan mampu memberikan semacam sentimen positif bagi pasar saham Indonesia, sehingga kedepannya mampu meningkatkan volume perdagangan di pasar modal Tanah Air.
Salah satu isu yang paling menarik dari rencana Pemerintah ini adalah soal IPO BUMN yang bergerak di bidang tambang, yakni MIND ID. Beserta dengan anak BUMN-nya, yakni PT Inalum Operating, MIND ID sendiri diisukan bakal menjadi BUMN pertama yang IPO selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Rencana IPO MIND ID ini juga pernah disebutkan langsung oleh Direktur Utama MIND ID sendiri, Orias Petrus Moedak. Orias mengatakan bahwa memang akan ada rencana IPO dari MIND ID, bahkan begitu pula dengan PT Inalum Operating (anak BUMN MIND ID). Walau demikian, rencana tersebut masih harus melalui proses yang panjang, karena ada banyak prosedur yang harus dilalui dan diselesaikan terlebih dahulu oleh MIND ID. Alur yang akan dilakukan oleh MIND ID adalah pemisahan terlebih dahulu antara MIND ID dengan PT Inalum Operating. Setelah kedua perusahaan tersebut terpisah, PT Inalum Operating akan melakukan IPO terlebih dahulu sebelum MIND ID nantinya akan melakukan hal yang sama, setahun sesudahnya. Apabila terjadi, kedua perusahaan ini akan segera go public dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun ini.Â
Harapan besar pemerintah dalam meningkatkan kapasitas bisnis BUMN dalam hal ini MIND ID, melalui rencana penawaran saham ke publik atau dikenal dengan Initial Public Offering (IPO) ini harus menjumpai beberapa pertimbangan. Pasalnya dalam kuartal III tahun 2021 ini masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang lambat karena dampak Covid yang masih signifikan, menurut pandangan Toto Pranoto selaku pengamat BUMN dari Universitas Indonesia. Di sisi lain rencana melantai di pasar modal juga dilakukan oleh perusahaan unicorn seperti Bukalapak dan GoTo yang akan dilakukan di kuartal III dan kuartal IV. Jika MIND ID ingin melakukan IPO di tahun 2021 maka tidak menutup kemungkinan perhatian investor akan terbagi atau biasa disebut dengan istilah crowd out effect1. Akan tetapi penundaan IPO juga akan menghambat pertumbuhan MIND ID dalam memperoleh tambahan modal demi mengembangkan kapasitas bisnisnya khususnya di tengah gejolak perekonomian selama pandemi Covid-19. Kajian ini akan membahas lebih lanjut soal pertimbangan-pertimbangan terkait isu IPO MIND ID. Tepatkah langkah MIND ID melakukan IPO dalam kurun waktu tiga tahun ini?
Sekilas Soal Isu IPO pada BUMN
Initial Public Offering (IPO) atau go public atau penawaran umum perdana merupakan istilah hukum yang ditujukan bagi kegiatan suatu emiten untuk menawarkan dan akhirnya menjual efek-efek yang diterbitkannya dalam bentuk saham atau efeknya kepada masyarakat secara luas, dengan tujuan untuk pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yakni pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity). Adapun kegiatan-kegiatan proses IPO adalah sebagai berikut:Â
- Periode Pasar Perdana, ketika Efek ditawarkan kepada pemodal oleh Penjamin Emisi melalui para Agen Penjual yang ditunjuk
- Penjatahan Saham, pengalokasian Efek pesanan para pemodal sesuai dengan jumlah Efek yang tersedia
- Pencatatan Efek di Bursa, saat Efek tersebut mulai diperdagangkan di Bursa
Sedangkan tahapan-tahapannya, yaitu Tahapan Awal dalam rangka mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses Penawaran Umum, berikutnya adalah Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran, kemudian Tahap Penawaran Saham, dan yang terakhir adalah Tahap Pencatatan saham di Bursa Efek. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif, adapun teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Adapun beberapa alasan BUMN melakukan IPO antara lain:
- Pengurangan peran pemerintah
Pada dekade terakhir ini, mulai timbul kesadaran bahwa selama ini pemerintah sudah terlalu jauh melampaui batas yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya di bidang ekonomi, seperti terlihat dari banyaknya kepemilikan pemerintah atas industri. Keadaan ini seringkali menimbulkan sentralisasi birokrasi, penggelembungan manajemen, serta kurang maksimalnya
kinerja perusahaan negara atau BUMN. - Pelepasan beban fiskal
Pemerintah pada umumnya mempunyai hutang yang cukup besar. Pembayaran kembali hutang tersebut akan membebani APBN yang tersedia. Untuk itu penjualan perusahaan negara dapat dijadikan alternatif lain sumber dana pembayaran hutang pemerintah yang dimaksud. Di samping itu dengan pelepasan perusahaan negara ke investor swasta akan diperoleh peningkatan pajak, karena terhadap perusahaan tersebut akan dikenai tarif pajak sebagai layaknya perusahaan swasta. - Peningkatan efisiensi
Terdapat kecenderungan bahwa kerugian suatu perusahaan negara sebagai suatu hal yang dapat dimaklumi karena sifat kegiatannya sebagai fungsi sosial, disamping juga bersifat sebagai pencari keuntungan (profit oriented). IPO dilakukan dengan tujuan agar BUMN menjadi lebih efisien dan terlepas dari belenggu birokrasi departemen teknis sehingga dapat bersaing di pasar global. - Meningkatkan daya saing
Pada umumnya BUMN memperoleh beberapa hak istimewa seperti proteksi, monopoli, subsidi atau fasilitas lain di bidang perpajakan yang tidak mungkin dinikmati oleh perusahaan swasta. Dengan semakin terbukanya pasar dan terbatasnya dana pemerintah, maka fasilitas yang selama ini dinikmati oleh BUMN menjadi berkurang. Dengan dibebaskannya manajemen BUMN dari kepentingan politik dan mata rantai birokrasi, BUMN diharapkan mampu menghasilkan produk yang kompetitif di pasar.
Kondisi Terkini Perusahaan
Rencana IPO MIND ID di tiga tahun terakhir akan diawali dengan masuknya terlebih dahulu anak perusahan MIND ID, yaitu Inalum, ke dalam Bursa Efek Indonesia. Untuk itu, kami merasa perlu untuk setidaknya melihat terlebih dahulu bagaimana kondisi terkini dari PT Inalum. Jika melihat laporan tahunan 2020 PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), terdapat pemasukan pendapatan sebesar Rp66,57 triliun pada tahun 2020, turun 17,44% atau Rp14,06 triliun dibandingkan Rp80,63 triliun pada tahun 2019. Adapun Beban pokok pendapatan Perusahaan juga mengalami penurunan sebesar 16,87% dari yang semula Rp66,13 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp54,97 triliun pada tahun 2020. Penurunan beban pokok pendapatan ini terutama disebabkan oleh penurunan penggunaan terhadap layanan jasa yang diberikan pihak ketiga sebesar 53,99% dan penurunan pemakaian bahan baku sebesar 48,09%, serta penurunan yang signifikan dari pembelian logam mulia. Sedangkan EBITDA dan laba sebelum pajak penghasilan memiliki nilai yang positif, hal ini menunjukkan pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi cukup tinggi walaupun beban pokok pendapatan telah menurun.
Pembelajaran dari BUMN yang Terlebih Dahulu IPO
Apabila Pemerintah benar-benar ingin melakukan IPO terhadap MIND ID, agaknya perlu untuk melihat berbagai pertimbangan lain, seperti misalnya melihat secara holistik kinerja BUMN yang sudah terlebih dahulu melakukan IPO. Dalam bagian ini, kami akan menjelaskan secara singkat soal kinerja keuangan perusahaan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, yang mana merupakan BUMN terakhir yang melakukan IPO, tepatnya pada tanggal 19 Desember 2012, ketika masa pemerintahan Presiden SBY. Harapannya, dari melihat kinerja PT Waskita Karya (Persero) Tbk secara holistik sebelum dan setelah IPO (utamanya di bagian kinerja keuangan perusahaan), kita bisa memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Pemerintah terhadap kebijakan IPO MIND ID ke depan.
Sederhananya, terdapat delapan rasio kinerja keuangan yang dapat dilihat pada PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode sebelum dan sesudah IPO. Pertama, ada rata-rata rasio imbalan bagi pemegang saham (Return on equity) yang turun 3% dari semula (2009-2011) 0,31% menjadi 0,28% (2013-2018). Kedua, rata-rata Return on Investment yang juga turun dari 21,76% (2009-2013) menjadi 20,08% (2013-2018). Ketiga, rasio kas yang juga mengalami penurunan yang cukup signifikan dari yang awalnya (2009-2013) sebesar 8,77%, menjadi 0,25% (2013-2018). Keempat, rata-rata rasio lancar (Current Ratio) justru mengalami kenaikan dari 1,07% ke 1,24%. Pun demikian dengan rata-rata Collection Period yang mengalami kenaikan dari 40,68 hari menjadi 34,26 hari.