Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tolak Perubahan Kebijakan, Kereta pun Dirusak

19 Juni 2011   00:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:23 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maksud hati ingin melakukan uji coba penerapan pola baru perjalanan Kereta Rel Listrik (KRL), apa daya justru penolakan yang diterima oleh para pengguna KRL. Penolakan tersebut tidak tanggung-tanggung, bukan hanya dalam bentuk pernyataan sikap tetapi juga melalui perusakan KRL yang sedang diujicobakan oleh PT Kereta Api Commuter Jabodetabek (KCJ) pada Sabtu kemarin (18/06). Sejumlah gerbong KRL dilempari batu di stasiun Kota, akibatnya kaca-kaca jendela pun pecah dan terjadi kerusakan di sejumlah bagian.

Penolakan yang berujung pada perusakan semestinya sudah diantisipasi sejak awal oleh KCJ karena sebelum diujicobakan, sebagian besar pengguna KRL sudah menyatakanb sikap dan keberatannya terhadap kebijakan baru KCJ yang terkesan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat pengguna KRL yang tersegmentasi dalam penumpang KRL ekspres dan Ekonomi.Bagi pengguna KRL ekspres (Depok, Bogor, Bekasi, Serpong), pertimbangan utama menggunakan KRL adalah aspek kenyamanan dan kecepatan waktu tempuh. Umumnya para pengguna KRL ini adalah para pekerja kantoran yang tidak berkeberatan dengan harga tket yang lebih mahal (Rp. 11.000 untuk penumpanbg yang dari Bogor dan Rp. 9.000 dari Bekasi). Sementara itu, pengguna KRL Ekonomi adalah para penumpang yang lebih mempertimbangkan aspek keterjangkauan, yang penting sampai ke tujuan walau kenyamanan kurang memadai (tiket untuk KRL Ekonomi dari Bogor Rp. 5.500 dan dari Bekasi Rp. 4.500. ). Pengguna KRL Ekonomi umumnya adalah para pekerja rendahan dan pedagang.

Dengan alasan untuk mengangkut penumpang yang lebih banyak lagi, PT KCJ merencanakan untuk menyeragamkan jenis angkutan KRL menjadi KRL ekonomi AC dengan harga tiket Rp. 8.000 mulai 2 Juli 2011 (sebelumnya direncanakan 1 April 2011 tapi ditunda karena alas an belum siap). Dengan pola baru ini setiap KRL akan berhenti di setiap stasiun kereta. Akibatnya adalah waktu tempuh pun menjadi lebih lama lagi (sekitar 40 menit untuk KRL dari Bogor dan 30 menit untuk KRL dari Bekasi, dengan catata jadwal normal). Kebijakan untuk merubah pola perjalanan inilah yang ditolak para pengguna KRL yang meragukan apakah standar layanan KRL ekspres masih bisa dipertahankan. Dengan kondisi sekarang saja standar pelayanan sulit dipertahankan, apalagi jika sudah digabung, Nah kalau standar layanan KRL ekspres tidak lagi ditemukan, amat besar kemungkinan sebagian besar pengguna KRL akan beralih ke moda angkutan lain, termasuk kembali memakai kendaraan pribadi.

Sebenarnya bukan hanya pengguna KRL ekspres yang keberatan dengan kebijakan baru PT KCJ, para pengguna KRL Ekonomi AC pun berkeberatan dengan kebijakan untuk menaikkan harga tiket dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 8.000. Kenaikan sebesar Rp. 2.500 dirasakan sangat berat karena berarti akan menambah beban anggaran pengeluaran para pengguna KRL setidaknya Rp. 5.000 sehari (pergi pulang), suatu jumlah yang besar bagi masyarakat pengguna KRL ekonomi yang umumnya pekerja rendahan.

Berbagai keberatan di atas semestinya perlu diperhatikan dengan seksama oleh PT KCJ, termasuk pola perliaku pengguna KRL ekspres dan KRL ekonomi. Kalau anda pengguna KRL, anda pasti tahu perbedaannya. Penumpang KRL ekspres umumnya lebih teratur dan tertib serta wangi, mulai dari antri tiket hingga saat berada di dalam gerbong. Sementara pengguna KRL ekonomi cenderung lebih bebas. Nach bisa dibayangkan jika karakter dua pengguna KRL ini bersatu dalam satu gerbong KRL yang jumlahnya terbatas, yang terjadi adalah kesemrawutan dan saling berebut untuk sekedar bisa masuk gerbong. Akibatnya pula, tidak ada lagi sedikit kenyamanan yang dapat diperoleh, meski hanya sekedar celah digerbong.

Jadi alih-alih membuat kebijakan baru yang merubah pola perjalanan KRL ekspres dan merubahah tiket KRL ekonomi, ada baiknya PT KCJ membenahi standar layanannya, apakah dengan menambah gerbong ataupun menambah jalur kereta, khususnya jalur saat masuk Jakarta. Jika selama ini hanya ada 2 jalur kereta dari stasiun Manggarai ke Kota, maka untuk menambah kapasitas sebaiknya mulai direncanakan untuk menambah jalur kereta, misalnya menambah 2 jalur lagi sehingga menjadi 4 jalur. Dengan penambahan jalur tersebut, maka KRL tidak perlu berebut dengan kereta jarak jauh saat masuk Jakarta. Jika ini bisa dilakukan, bukan hanya waktu tempuh KRL menjadi lebih cepat, jumlah penumpang yang diangkut pun otomatis bisa menjadi lebih banyak.

Tentu saja alasan klasik dalam pembangunan infrastruktur adalah masalah pendanaan, tapi kalau direncanakan dengan sungguh-sungguh dan terukur, saya yakin bisa dilakukan. Kalau pembangunan gedung DPR RI atau pembelian pesawat Presiden RI saja bisa dianggarkan, masa pembenahan infrastruktur transportasi untuk masyarakat luas tidak bisa direalisasikan. Ataukan kita mesti menunggu “ahlinya” turun tangan?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun