Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penyelesaian Konflik Kamboja-Thailand, Kini atau Nanti?

24 April 2011   23:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:26 2456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13036995521848530470

[caption id="attachment_104792" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi"][/caption]

Tepat dua bulan setelah Pertemuan Informal Menlu ASEAN di Jakarta untuk membahas penyelesaian konflik di perbatasan Kamboja dan Thailand, bentrokan bersenjata kembali meletus di perbatasan kedua negara pada Jumat 22 April 2011. Dalam pertempuran yang masih berlangsung hingga Minggu 24 April 2011 tersebut, diperkirakan 11orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka.

Ketika bentrokan bersenjata kembali mencuat, seperti biasa, kedua belah pihak segera saling tuding mengenai siapa yang terlebih dahulu melakukan penyerangan. Menteri Pertahanan Kamboja menuduh bahwa Thailand melakukan serangan menggunakan peluru 75 dan 100 mm berisi gas beracun untuk menguasai candi Tamone dan Ta Krabei yang berada di wilayah Kamboja.Sementara Perdana Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva, menuduh Kamboja lah yang melakukan penyerangan guna mencoba menginternasionalisasi konflik kedua negara. Thailand bersikeras bahwa perundingan bilateral merupakan langkah yang tepat untuk memulihkan perdamaian dan keterlibatan pihak luar tidak diperlukan.

Berulangnya bentrokan bersenjata ini tentu saja melecut kesadaran ASEAN bahwa langkah awal untuk mencegah terulangnya bentrokan bersenjata dan menyelesaikan konflik melalui perundingan belum memperlihatkan hasil. Komitmen Kamboja dan Thailand, seperti dinyatakan dalam Pernyataan Menlu ASEAN di Jakarta, untuk menghormati prinsip-prinsip dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC) termasuk penggunaan cara-cara damai dalam menyelesaikan konflik, ternyata masih terbatas pada pernyataan di atas kertas. Keterlibatan tim observer Indonesia atas nama ASEAN di perbatasan Kamboja dan Thailand pun belum terwujud karena adanya penolakan dari pihak militer Thailand.

Menanggapi sikap militer Thailand yang menolak kehadiran tim observer Indonesia di daerah konflik, Menlu RI Marty Natalegawa, saat berkunjung ke Bangkok dalam rangka menghadiri Special Informal ASEAN Foreign Ministers’ Meeting on East Asia Summit (EAS), 10-11 April 2011, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Thailand yang menginginkan gencatan senjata namun menolak menerima kehadiran tim observer. Padahal kehadiran Indonesia sebagai Ketua ASEAN dibutuhkan sebagai mediator. Ditambahkan oleh Menlu RI bahwa mekanisme bilateral, multilateral dan internasional bisa saling menguatkan dan menciptakan situasi yang kondusif untuk penanganan isu tersebut. Namun pada akhirnya, penyelesaian isu tersebut tergantung pada kedua pihak terkait.

Bahwa pada akhirnya penyelesaian konflik akan sangat tergantung pada kedua pihak terkait merupakan suatu kenyataan yang tak terelakkan. Namun langkah Indonesia selaku Ketua ASEAN untuk melakukan pendekatan dan menghindari adanya kevakuman pada tingkat kawasan, yang membuka peluang intervensi langsung DK PBB, kiranya perlu dilanjutkan.

Indonesia sebagai Ketua ASEAN memiliki kapasitas untuk menyelesaikan konflik karena punya pengalaman sebagai penggagas dan tuan rumah Jakarta Informal Meeting (JIM) pada tahun 1988-1989 untuk menyelesaikan konflik antara Kamboja dan Vietnam. Pada saat itu Indonesia berhasil memfasiltasi dan memediasi kedua negara yang sedang bermusuhan untuk bisa duduk bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan konflik diantara mereka. Hasilnya, Vietnam menarik pasukannya dari Kamboja dan situasi damai di Kamboja tercipta.

Belajar dari pola penyelesaian yang diterapkan saat JIM, pola yang sama bisa diterapkan kembali untuk kasus Thailand dan Kamboja dengan terus mengingatkan komitmen kedua negara untuk menyelesaikan konflik secara damai. Diplomasi intensif perlu dilakukan guna lebih meyakinkan kedua belah pihak, khususnya militer Thailand, bahwa kehadiran tim observer Indonesia bukan dalam kerangka campur tangan eksternal terhadap negosiasi bilateral Kamboja dan Thailand. Kehadiran tim observer adalah dalam kerangka memediasi negosiasi sesuai dengan kerangka acuan yang disepakati kedua belah pihak.

Jika penyelesaian konflik dapat dilakukan pada tahun 2011 ini, setidaknya dicapai kesepakatan mengenai kerangka atau dasar-dasar penyelesaian konflik, maka hal ini akan menjadi keberhasilan tersendiri bagi ASEAN dalam mengelola dan menyelesaikan konflik territorial. Namun jika belum dapat diselesaikan pada tahun 2011 ini, maka pada tahun-tahun mendatang tampaknya akan lebih sulit mengingat yang akan mendapat giliran sebagai Ketua ASEAN 2012 adalah Kamboja. Bisa jadi pengalaman tahun 2009 akan berulang ketika ASEAN tidak bisa berbuat apa-apa saat meletus bentrokan bersenjata di perbatasan pada tahun 2008, karena adanya kecanggungan dari Thailand yang saat itu menjadi Ketua ASEAN.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun