Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Warisan Kekayaan Sang Proklamator Kemerdekaan RI

8 Agustus 2016   05:50 Diperbarui: 8 Agustus 2016   07:28 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh

Sebagaii seorang proklamator kemerdekaan dan Presiden pertama Indonesia yang berkuasa penuh selama 20 tahun, Ir. Soekarno atau Bung Karno memiliki kesempatan besar untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan untuk diri sendiri dan keluarganya. Tidak heran jika setelah beliau tumbang dari kekuasaannya dan wafat pada tahun 1970 dalam status tahanan rumah, banyak pihak yang kemudian memburu harta warisan kekayaan Bung Karno dan ingin menikmatinya, bahkan hingga ke luar negeri. Hal ini dilakukan karena konon Bung Karno memiliki simpanan jutaan dollar Amerika di sebuah bank di Swiss dan menyimpan beberapa ton emas batangan di suatu tempat.

Kini, guna merayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71, untuk pertama kalinya masyarakat memiliki kesempatan untuk menikmati warisan kekayaan Bung Karno. Hal ini bisa terjadi karena sepanjang Agustus 2016 ini sejumlah kekayaan Bung Karno dibuka dan dipamerkan ke publik oleh Sekretariat Negara RI. Benarkah? Iya, benar sekali, tapi bukan warisan kekayaan berupa uang atau emas yang dipamerkan ke publik, karena hal itu mungkin hanya isapan jempol semata, melainkan kekayaan seni dan budaya dalam bentuk koleksi lukisan yang tak ternilai harganya.

Sebanyak 28 koleksi lukisan Istana Kepresidenan, dari sekitar 3.000 lukisan, yang tersimpan di beberapa Istana Kepresidenan Indonesia, antara lain Istana Kepresidenan di Jakarta, Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Tampaksiring-Bali dan sebagian besar adalah koleksi Bung Karno yang dikenal memiliki selera seni sangat tinggi. Sebagian koleksi itu adalah hasil upaya Presiden Soekarno sendiri, yang tak segan langsung berbelanja ke berbagai galeri atau sanggar seni. Sebagian lukisan itu juga hadiah dari pemimpin negara-negara lain saat berkunjung ke Indonesia.

Ke-28 karya lukis tersebut dipamerkan ke masyarakat lewat pameran yang bertajuk "17/71: Goresan Juang Kemerdekaan” koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia yang digelar selama sebulan penuh dari 2-30 Agustus 2016 di Galeri Nasional Indonesia di Jakarta.

Pucuk di cinta ulam pun tiba, sudah sejak lama saya ingin melihat lukisan-lukisan Istana Kepresidenan, khususnya koleksi Bung Karno, yang legendaris dan menjadi bagian dari tonggak sejarah, tak hanya kesenian, tetapi juga Republik Indonesia. Ada beberapa karya asli maestro lukis Indonesia yang ingin saya lihat di antaranya adalah lukisan legendaris “Penangkapan Pangeran Diponegoro” oleh Raden Saleh dan lukisan “Kawan-kawan Revolusi” karya S. Sudjojono yang dijadikan sebagai cover buku Bung Karno “Di Bawah Bendera Revolusi”. Selain itu, saya juga penasaran ingin melihat langsung lukisan Bung Karno yang juga dikenal memiliki hobi melukis.

Alhamdullilah kedua lukisan yang saya sebutkan di atas dan juga lukisan Bung Karno menjadi bagian dari 28 karya yang dipamerkan selain karya maestro lukis Indonesia lainnya seperti Affandi, Basoeki Abdullah, Sudjono Abdullah, Dullah, Hendra Gunawan, Gambiranom Suhardi, Harijadi Sumadidjaja. Selain itu ada pula karya pelukis asing seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet dan Diego Riviera.

Lewat karya maestro lukis tersebut, saya menapak tilas sejarah perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan dan menyelami kondisi sosial masyarakat masa revolusi, potret tokoh perjuangan, dan jejak mereka hingga 1950-an.

Potret Diri PAngeran Diponegoro karya Sudjono Abdullah 1947
Potret Diri PAngeran Diponegoro karya Sudjono Abdullah 1947
Perjalanan diawali dengan menikmati lukisan potret Pangeran Diponegoro karya pelukis Sudjono Abdullah, kakak dari maestro pelukis Indonesia Basoeki Abdullah, yang terpampang apik di pintu masuk ruang pamer utama Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. Karya yang berukuran 102 x 82,5 cm dan dilukis di atas kanvas menggunakan cat minyak dan dibuat pada tahun 1947 ini seolah menyambut kehadiran pengunjung pameran dan menginformasikan sosok Pangeran Diponegoro sebagai salah satu potret tokoh penting perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pangeran Diponegoro, sebagai seorang panglima perang kharismatik yang memimpin perlawanan terhadap Belanda di Jawa pada tahun 1825-1830, dilukis sebagai pria dengan sorot mata tajam yang tengah mengenakan pakaian ulama yang terdiri dari sorban putih, baju koko tanpa kerah dan jubah hijau, dengan sehelai selempang tersampir di bahu kanan dan keris pusaka Kanjeng Kyai Ageng Bondoyudo terselip di pinggang.

Dipilihnya lukisan potret diri Pangeran Diponegoro sebagai lukisan yang dipajang paling depan sepertinya bukan tanpa alasan, karena setelah lukisan ini terdapat dua lukisan lain yang menggambarkan Pangeran Diponegoro yaitu lukisan “Pangeran Diponegoro Memimpin Perang” karya Basoeki Abdullah (1949) dan tentu saja lukisan legendaris “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh (1857).

Bersama dengan tiga lukisan Pangeran Diponegoro ini, kita juga dapat menikmati lukisan lain yang menggambarkan potret tokoh penting perjuangan kemerdekaan Indonesia lainnya, seperti “H.O.S Tjokroaminoto" karya Affandi, "Potret Jendral Sudirman" karya Gambiranon Suhardi, dan “Potret R.A Kartini” karya Trubus Sudarsono (1946).

Bintang atau iconic dari kelompok lukisan yang bertema potret tokoh penting perjuangan kemerdekaan tentu saja lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh. Dibuat di Belanda pada 1857 dan diserahkan kepada Ratu Belanda sebagai bentuk protes atas kolonialisme negeri kincir angin tersebut, lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” menjadi lukisan tertua yang dipajang di pameran Goresan Juang Kemerdekaan. Lukisan ini terinspirasi dari lukisan pelukis Belanda, Nicholaas Pienemaan berjudul “Penyerahan Diri Dipo Negoro” kepada Letnan Jendral H.M de Kock. Hanya saja Raden Saleh tidak menyebutkan Pangeran Diponegoro “menyerahkan diri” tetapi “ditangkap Belanda".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun