[caption id="attachment_179709" align="aligncenter" width="553" caption="Duta Besar Imron Cotan (tengah) pada acara kuliah umum di Beijing Foreign Studies Universty / foto oleh Aris Heru Utomo"][/caption]
“Indonesia dan China merupakan dua negara yang telah sejak lama menjalin hubungan persahabatan. Tapi saya melihat bahwa hubungan tersebut masih didasarkan pada cara pandang lama. Masyarakat Indonesia masih melihat China sebagai suatu negara yang tertutup dan tidak reformis. Bahkan tidak sedikit yang mengira China sama dengan Korea Utara. Sebaliknya, masyarakat China pun tidak tahu banyak tentang Indonesia.Sebagian besar masyarakat China hanya tahu Jakarta dan Pulau Bali”, begitu pandangan yang disampaikan seorang mahasiswi jurusan bahasa Indonesia di Beijing Foreign Studies University (BFSU) kepada Duta Besar RI untuk RRC dan Mongolia, Imron Cotan pada acara kuliah umum mengenai Kebijakan Politik Luar Negeri RI terhadap China dan ASEAN di BFSU, Selasa 29 Mei 2012.
Berbicara dalam bahasa Indonesia yang baik dan lancar, mahasiswi tersebut kemudian mempertanyakan mengenai upaya kedua negara untuk mengurangi kesenjangan pandangan atau menghilangkan kesalahpahaman yang ada tersebut.
Menanggapi pandangan dan pertanyaan tersebut di atas, Duta Besar Imron Cotan mengemukakan bahwa sejak normalisasi hubungan diplomatik pada tahun 1990, hubungan Indonesia dan China terus meningkat dan berkembang pesat. Bahkan sejak ditandatangani Deklarasi Kemitraan Strategis pada tahun 2005, China bukan lagi sekedar sahabat bagi Indonesia tetapi juga mitra strategis yang memiliki peran dan arti penting, bukan saja dalam kerangka hubungan bilateral, tetapi juga dalam kerangka kerjasama kawasan.
Ditambahkan oleh Duta Besar Imron Cotan bahwa berbagai upaya terus dilakukan untuk mempererat hubungan kedua negara, baik melalui pendekatan antar pimpinan kedua negara, antar pengusaha ataupun antar anggota masyarakat pada umumnya. Sebagai salah satu bukti meningkatnya hubungan Indonesia-China, Duta Besar Imron Cotan menunjukkan data peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan Indonesia dan China yang melonjak pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jika pada tahun 2009 nilai perdagangan Indonesia-China berkisar US$ 22,5 milyar, maka pada tahun 2010 meningkat menjadi US$ 42,5 milyar dan kembali meningkat menjadi US$ 60,5 milyar di tahun 2011.
Dari data statistik jumlah kunjungan warga negara Indonesia dan China, terlihat pula peningkatan yang signifikan. Jika pada tahun 2010 warga negara China yang berkunjung ke Indonesia berkisar 450 ribu orang, maka pada tahun 2011 diperkirakan mencapai angka 770 ribu orang. Hal yang sama juga terlihat dari peningkatan jumlah warga negara Indonesia yang berkunjung ke China yang pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 1 juta orang.
Di tengah pasang surut hubungan diplomatik dan semakin erat dan majunya hubungan Indonesia-China, Duta Besar Imron Cotan mengakui bahwa masih terdapat beberapa elemen masyakarat di kedua negara yang melihat hubungan kedua negara dengan paradigma lama. Di Indonesia masih ada yang memandang China sebagai ancaman, baik dari segi keamanan ataupun ideologis. Sementara di China, tidak sedikit yang melihat Indonesia seperti tahun 1960-an dan melakukan diskriminasi rasial terhadap warga keturunan China.
Karena itu, untuk memperlihatkan adanya perubahan paradigma hubungan Indonesia-China, Pemerintah Indonesia memandang perlu untuk menugaskan seorang duta besar yang bukan berasal dari militer sebagaimana tiga duta besar sebelumnya. Pendekatan kerjasamapun lebih dieratkan, baik dalam kerangka hubungan bilateral, ASEAN+1, ASEAN+3, East Asia Summit dan sebagainya.
Selain itu, dalam berbagai kesempatan dan dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi offline dan online, semua pihak yang terkait berupaya menjelaskan berbagai perkembangan yang terjadi di masing-masing negara. Sebagai contoh, dalam rangka menyebarluaskan informasi mengenai Indonesia kepada generasi muda China, baru-baru ini Duta Besar Imron Cotan melakukan wawancara online dengan memanfaatkan jejaring sosial media Weibo (Twitternya China). Berbagai informasi tentang Indonesia disampaikan pada kesempatan tersebut dan komentar dan pertanyaan yang masuk pun ditanggapi langsung dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke bahasa Mandarin.
Guna meningkatkan pemahaman tentang Indonesia, Pemerintah Indonesia dan China mendorong dan mendukung penuh peresmian Pusat Indonesia di BFSU pada bulan Maret 2012 oleh Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Mohammad Nuh. Melalui Pusat Indonesia tersebut dilakukan pengkajian mengenai Indonesia dan hubungan Indonesia-China, dan kegiatan pertukaran budaya kedua negara.
Langkah lain adalah dengan melakukan pertukaran pelajar dan mahasiswa seperti yang dilakukan jurusan bahasa Indonesia BFSU yang mengirimkan seluruh mahasiswanya untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia selama setahun di Jakarta, Yogyakarta dan Bali. Sebagai informasi, jurusan bahasa Indonesia di BFSU merupakan salah satu jurusan bahasa tertua di China setelah jurusan bahasa Indonesia di Universitas Peking. Didirikan pada tahun 1962, jurusan bahasa Indonesia BFSU menerima mahasiswa setiap 4 tahun sekali dimana calon-calon mahasiswa direkrut dari berbagai daerah di China dan diberikan beasiswa penuh selama menempuh pendidikan. Beberapa lulusannya ada yang berprofesi sebagai diplomat dan pernah ditugaskan di Indonesia.
Dengan langkah-langkah seperti tersebut di atas, muncul optimisme bahwa kesalahpahaman pandangan mengenai Indonesia dan China seperti yang dikemukakan mahasiswi jurusan bahasa Indonesia BFSU tidak akan terus berkelanjutan. Karena bagaimanapun, suatu kesalahapahaman, yang selalu mengandung unsur perbedaan, baik persepsi, apresiasi maupun reaksi, jika didiamkan akan menjadi konflik dan dapat merusak hubungan, bukan saja antar individu, tetapi juga antar negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H