[caption id="attachment_202109" align="aligncenter" width="560" caption="Sepertia tampak dari siaran langsung di televisi para pemimpin RRT sedang mengheningkan cipta / foto oleh Aris Heru Utomo "][/caption] Setiap tanggal 1 Oktober masyarakat Tiongkok memperingati berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang dideklarasikan pada tanggal 1 Oktober 1949 oleh Ketua Partai Komunis Tiongkok (PKT) Mao Zedong. Setiap tahun upacara peringatan dilakukan di berbagai penjuru negeri dan pada tingkat pusat selalu dilaksanakan di tempat terbuka di lapangan Tian’anmen serta dihadiri oleh seluruh pemimpin tertinggi RRT. Para pemimpin tertinggi RRT dan anggota masyarakat yang diundang menghadiri upacara peringatan HUT berdirinya RRT, tanpa terkecuali berdiri tegak dan rapih menghadap Monumen Pahlawan Rakyat yang berada di sisi selatan lapangan Tian’anmen. Tidak ada tenda, kursi atau tribun kehormatan yang disiapkan bagi peserta upacara. Sengatan matahari pagi pun tidak dapat menghalangi para peserta upacara untuk mengikuti rangkaian acara secara khidmat. Seperti disiarkan langsung secara nasional oleh stasiun televisi CCTV, acara diawali dengan mengheningkan cipta oleh seluruh peserta upacara untuk mengenang para martir/pejuang revolusi, kemudian dilanjutkan dengan peletakan 9 karangan bunga raksasa oleh seluruh pemimpin tertinggi RRT yang berjumlah 9 orang dan tergabung dalam Politbiro Komite Sentral PKT (secara keseluruhan mereka dikenal pula sebagai 9 naga) yang dipimpin Presiden Hu Jintao. Karangan bunga raksasa tersebut, masing-masing diangkat oleh 2 orang tentara, diletakkan di altar Monumen Pahlawan Rakyat. Sementara ke-9 orang naga yaitu Hu Jintao, Wu Bangguo, Wen Jiabao, Jia Qinlin Li Changchun, Xi Jinping, Li Keqiang, He Quoqiang, dan Zhou Yongkang berjalan berjajar di belakangnya membentuk formasi huruf V dengan Hu Jintao pada bagian depan. Setibanya di karangan bunga, Presiden Hu Jintao mewakili ke-8 orang naga lainnya merapihkan pita pada karangan bunga sebagai simbol penghormatan dan penghargaan kepada para martir/pejuang revolusi. Tidak ada pidato atau sambutan dalam upacara ini. Usai meletakkan karangan bunga, para pemimpin tertinggi RRT yang diikuti oleh seluruh peserta upacara kemudian mengelilingi Monumen Pahlawan Rakyat untuk melihat relief di dinding monumen yang menggambarkan sejarah perjuangan masyarakat Tiongkok modern. Setelah itu acara formal selesai. Upacara yang dilakukan rutin setiap tahun ini, selain untuk menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawan bangsa, juga dimaksudkan untuk mendorong semangat kebangsaan di negeri yang sekarang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia. Upcara tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat bahwa Hari Nasional bukan sekedar hari libur, tetapi juga peringatan berdirinya RRT. Upacara tersebut juga sekaligus memperlihatkan bahwa RRT tidak lupa akan sejarah masa lalunya dan pada saat yang bersamaan menatap masa depan. Sebagai catatan, bertepatan dengan peringatan HUT berdirinya RRT setiap tanggal 1 Oktober, sejak tahun 2006 Pemerintah RRT menetapkan hari berdirinya RRT sebagai hari libur nasional selama sepekan, bersamaan dengan libur pertengahan musim gugur atau yang dikenal sebagai mid-autum festival. Dengan libur panjang selama sepakan atau yang dikenal pula sebagai golden week, masyarakat Tiongkok berkesempatan untuk mudik dan berkumpul dengan keluarga di kampung halaman sambil menikmati kue bulan (moon cake). Catatan kedua adalah terkait dengan Monumen Pahlawan Rakyat. Monumen ini merupakan monumen nasional yang dibangun Pemerintah RRT untuk menghormati para martir perjuangan revolusi pada abad ke-19 dan ke-20. Monumen ini terletak di sebelah selatan lapangan Tian’anmen di Beijing atau persis di sebelah utara Museleum Ma Zedong. Meski pembangunan monumen ini telah mendapatkan persetujuan dari First Plenary Session of the Chinese People’s Political Consultative Conference (MPR nya RRT) pada tanggal 30 Nopember 1949, namun pembangunannya sendiri baru dilaksanakan pada tahun 1952-1958. Arsitek dari monumen ini adalah Liang Sicheng yang dibantu istrinya Lin Huiyin. Ketika terjadi aksi-aksi demonstrasi pada tahun 1976 ataupun 1989, Monumen ini dijadikan pusat berkumpulnya aksi-aksi tersebut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H