Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik Diaoyu dan Kenangan Peristiwa 18 September 1931

18 September 2012   07:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:18 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 18 Septermber, 81 tahun yang lalu, tentara pemerintah Jepang melakukan invasi ke wilayah timur China yang dikenal sebagai Manchuria. Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Insiden Manchuria atau Insiden 18 September ini kemudian menjadi awal dari pendudukan tentara Jepang di China dan pembentukan negara boneka Machukuo 6 bulan kemudian. Insiden Manchuria ini juga menjadi tanggal penting yang menandai ambisi Jepang untuk memperluas kekuasaannya di Timur Jauh pada tahun 1930an dan awal 1940an.

Saat itu Pemerintah China di bawah pimpinan Chiang Kai-Shek dan Zhan Xueliang yang tidak dapat berbuat terlalu jauh untuk mencegah dan melawan invasi tentara Jepang. Selain lemah, kekuat militer Pemerintah China pada saat itu, juga terbelah perhatiannya pada upaya memerangi kekuatan Partai Komunis.

Peristiwa pahit tersebut terus diingat oleh masyarakat China sebagai bagian dari sejarah kelam sereta menandai masa kegelapan sejarah China modern. Karena itu di China, tanggal 18 September senantiasa diperingati guna mengenang kebrutalan tentara kolonial Jepang saat menduduki wilayahnya dan agar tidak terulang di masa mendatang.

Kini, 81 tahun kemudian, China bukan lagi negara yang lemah secara ekonomi dan militer. Secara ekonomi, China adalah dengan negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. Secara militer, Tentara Pembebasan Rakyat China merupakan tentara dengan kekuatan terbesar di dunia dengan personil sekitar 3 juta orang dan tentara cadangan aktif sekitar 2,25 juta orang. Kekuatan militer tersebut tersebar di Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Korps Artileri Kedua (Pasukan Peluru Kendali Strategis) serta Pasukan Cadangan.

Dengan kondisi yang berbeda 360 derajat dibandingkan 81 tahun lalu, tidak mengherankan jika langkah Pemerintah Jepang untuk mengklaim Kepulauan Diaoyu yang dianggap milik China justru dibalas gertakan yang tidak kalah kerasnya. Pernyataan tegas dikeluarkan oleh pejabat-pejabat Pemerintah China mulai dari Presiden, Perdana Menteri hingga Menteri Luar Negeri. Pemerintah Jepang diminta untuk tidak bermain-main dengan kepemilikan Diaoyu atau siap menanggung segala resiko yang mungkin terjadi.

Tidak mengherankan pula jika pada pekan-pekan terakhir ini hubungan China-Jepang semakin memanas, terlebih Pemerintah Jepang ternyata bergeming dengan rencananya untuk menasionalisasi kepulauan Diaoyu ke dalam wilayahnya.

Dalam kaca mata China, rencana Jepang menasionalisasi kepulauan Diaoyu tersebut dipandang sebagai upaya memutar jarum jam dan mengingatkan kembali perilaku agresif Jepang pada tahun 1930 dan 1940an. Dan karena itu pula, peringatan Insiden Manchuria pada tanggal 18 September tahun ini seperti menemukan momentumnya dimana China ingin menunjukkan kepada Jepang bahwa China kini bukanlah China pada tahun 1930 yang tidak berdaya saat diinvasi Jepang. China sekarang jauh lebih kuat dan siap menghadapi siapapun. Ibarat kata orang Betawi “Ente jual, ane beli”.

Guna menunjukkan bahwa sikap China mengenai Diaoyu tidak dapat diganggu gugat, Pemerintah China pun kemudian menyiagakan sejumlah kapal perang angkatan lautnya di sekitar kawasan yang disengketakan dan bahkan melakuan serangkaian latihan militer. Di daratan, sejak sepekan lalu serangkaian aksi demonstrasi dan protes dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat China di depan Kedutaan Besar Jepang di Beijing serta beberapa kantor perusahaan Jepang di beberapa kota.

Dan guna mengantisipasi agar aksi demonstrasi tidak berlangsung brutal dan mengakibatkan kerusuhan ataupun kerusakan terhadap kedutaan ataupun perusahaan milik Jepang di saat peringatan Insiden Manchuria 18 September 1931, Pemerintah China telah meliburkan sejumlah pabrik milik perusahaan Jepang sejak hari Senin kemarin hingga hari ini.

Akhirnya, terlepas dari perseteruan yang terus memanas, harapan masyarakat internasional dan harapan kita semua tentunya adalah agar penyelesaian konflik tidak harus berakhir dengan konflik militer. Bagaimanapun, penyelesaian konflik hendaknya dilakukan melalui jalur diplomasi. Hanya dengan jalan diplomasi kekerasan dan jatuhnya korban dapat dihindari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun