Sebut saja Namanya Isa dan Putri. Keduanya merupakan pasangan suami istri (pasutri) warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) di sebuah perkebunan sawit di pedalaman Lahad Datu, sekitar 3 jam perjalanan darat dari Tawau, Sabah, Malaysia.
Hari ini pasutri tersebut terlihat bahagia dan berseri-seri wajahnya karena setelah menikah selama 11 tahun secara agama atau yang kerap disebut sebagai nikah siri, pada akhirnya perkawinan mereka dianggap sah menurut hukum negara berdasarkan penetapan pengadilan agama Jakarta Pusat pada 4 November 2024. Berdasarkan penetapan tersebut, Isa dan Putri pun berhak mendapatkan buku nikah. Hal ini terjadi setelahnya keduanya selesai mengikuti isbat nikah yang diselenggarakan Konsulat Republik Indonesia di Tawau dari 4-6 November 2024.
Dalam kegiatan isbat nikah tersebut, Konsulat RI Tawau menghadirkan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat dan beberapa orang anggotanya untuk mengadili pasutri yang telah menikah secara agama dan kemudian menetapkan status pernikahan mereka sesuai hukum negara.
Bukan hanya melakukan pengesahan pernikahan, dalam kegiatan isbat nikah ini juga dilakukan pencatatan pernikahan oleh Pegawai Pencatat Nikah yang dilakukan pegawai Sub Direktorat Penghulu Bidang Urusan Agama Islam Kementerian Agama dan dilakukan pula pencatatan status kependudukannya oleh staf Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak Konsulat yang telah mengadakan sidang isbat nikah hari ini. Sehingga, kami yang sudah menikah selama 11 tahun dan belum memiliki buku nikah, pada hari ini bisa mendapatkan buku nikah," ujar Isa.
Isa dan Putri sendiri bukanlah satu-satunya pasutri PMI yang jauh-jauh datang dari pedalaman Perkebunan sawit ke Konsulat RI Tawau untuk mengurus status pernikahannya. Isa dan Putri juga datang bersama belasan pasutri lainnya demi mengikuti Isbat Nikah.
"Kami bersama 15 orang pasangan suami istri dari tempat kerja kami di perkebunan sawit Kwantas menyewa kendaraan untuk dapat sampai ke Konsulat RI Tawau. Kami bersyukur karena bisa mendapatkan kuota dari Konsulat RI Tawau untuk mengikuti sidang isbat nikah. Sebelumnya, pada Juli 2024 kami tidak bisa mendapatkan kuota sidang isbat di Kota Kinabalu karena keterbatasan kuota," ujar Isa.
"Kami memakluminya, karena memang kuotanya sangat terbatas," tambahnya.
Usai mendapatkan buku nikah, Isa dan Putri serta pasutri-pasutri lainnya melakukan foto pernikahan di pelaminan yang sudah disiapkan oleh Konsulat RI. Kemudian fotografer Konsulat RI akan mencetak sebuah foto pernikahan secara gratis sebagai kenang-kenangan. Bukan hanya menyiapkan pelaminan dan memberikan foto gratis, Konsulat RI juga menyiapkan dua pasang baju pengantin Betawi dan sepasang baju pengantin Bugis bagi para pasutri yang ingin mengenakannya.
Menyaksikan wajah-wajah bahagia dari pasutri yang telah mendapat pengesahan status pernikahannya dan mendapatkan buku nikah, penulis ikut merasa senang dan bahagia. Karena setelah lama menikah dan belum mendapatkan pengakuan resmi dari negara, pada akhirnya mereka bisa memperoleh buku nikah yang memberikan kejelasan pernikahan mereka, terutama kejelasan status wanita sebagai istri dan kejelasan status anak di mata hukum atau masyarakat.