Baru-baru ini saya selesai menonton serial film The Last Kingdom di salah satu kanal televisi berbayar. Film ini bercerita tentang perjuangan Raja Alfred dari Kerajaan Wessex untuk menyatukan banyak kerajaan yang ada di sekitarnya menjadi suatu kerajaan besar yaitu Kerajaan Inggris.
Salah satu bagian menarik dari film ini adalah ketika diceritakan upaya Raja Alfred untuk menuliskan semua langkah perjuangannya membentuk Kerajaan Inggris ke dalam buku. Setiap hari dengan dibantu para pendeta, Raja Alfred menuliskan kisah perjuangannya membangun Kerajaan Inggris ke dalam kertas-kertas lebar. Menarik, karena di tengah situasi pada saat, dimana hanya segelintir orang yang bisa menulis dan membaca, sudah ada kesadaran untuk menulis dan membuat buku.
Saat ditanya oleh sahabatnya mengenai alasan menuliskan semua kisah perjuangannya, Alfred menjawab bahwa dengan menuliskan perjuangan dalam buku maka kisah perjuangannya akan dibaca dan diketahui oleh generasi penerusnya di masa depan.
“Dengan menuliskan kisah saya ke dalam buku, maka keturunan saya dan masyarakat luas di masa seratus tahun ke depan atau bahkan lebih, akan bisa mengetahui perjuangan saya saat ini. Seperti kita melihat pemandangan di luar kamar lewat jendela, maka lewat buku yang saya tulis, mereka yang hidup di masa depan bisa melihat perjuangan saya di masa sekarang,” ujar Raja Alfred.
“Tapi kan kisah-kisah perjuangan kita bisa diceritakan oleh keluarga dan sahabat kita, termasuk keturunan kita, dari mulut ke mulut. Mereka akan tahu apa yang kita telah kerjakan atau perjuangkan,” sanggah sahabatnya
“Benar, kisah-kisah kita bisa disampaikan secara lisan, tetapi berapa lama dan apakah bisa dipastikan cerita-cerita yang disampaikan akan tetap sama dari waktu ke waktu. Sangat mungkin terjadi, cerita-cerita yang disampaikan akan terjadi perubahan seiring jalannya waktu. Belum lagi, ketika bercerita, seseorang bisa bercerita berdasarkan versinya masing-masing,” jawab Raja Alfred.
“Kamu tahu? Seratus tahun ke depan, sangat boleh jadi tidak akan ada orang yang tahu perjuanganmu atau jasa-jasa mu membantu Kerajaan Wessex membangun Kerajaan Inggris jika tidak ada namamu dalam buku,” tambah Raja Alfred.
“Tapi walau cerita kita dituliskan ke buku, semua cerita yang kita tuliskan bisa hilang kalau buku-buku tersebut dibakar atau terbakar,” ujar sahabatnya lagi
“Ya kita jaga dong agar buku-buku yang sudah ditulis tidak sampai terbakar apalagi sampai dibakar,” jawab Raja Alfred dengan tenang menjawab kengeyelan sahabatnya.
Dari dialog (yang ditulis dalam versi bebas) di atas yang mencerita tentang upaya Raja Alfred dalam menuliskan perjuangannya ke dalam buku, saya pun teringat akan adagium yang menyebutkan bahwa "Buku adalah jendela dunia". Adagium singkat namun memiliki makna yang mendalam.