Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kritik Heraclitus Tentang Penyakit Masyarakat

15 Mei 2024   07:05 Diperbarui: 15 Mei 2024   07:12 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Heraclitus karya Luca Giordano. (Wikimedia Commons), sumber gambar: Kompas.com


Tanyakan tentang nama Phytgoras kepada pelajar sekolah lanjutan atas, terutama yang mengambil jurusan ilmu pasti, saya yakin sebagian besar akan mengenalnya. Mereka pasti akan menjawab bahwa Phytagoras adalah seorang ahli dalam bidang matematika yang lahir di Yunani pada sekitar 570 SM. Phytagoras dikenal dengan rumus atau teorema segitiga siku-siku yang disebut sebagai teorema Phytagoras.  

Namun coba tanyakan tentang nama filsuf Heraclitus, saya yakin hanya segelintir orang yang mengenal namanya. Memang, dibandingkan dengan Phytagoras, nama Heraclitus tidaklah begitu dikenal luas kecuali oleh orang-orang yang belajar filsafat.

Penulis sendiri baru benar-benar mengetahui namanya melalui sebuah postingan "ngaji filsafat" di media sosial yang menampilkan dosen filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Fahruddin Faiz. Dalam postingan tersebut Fahruddin Faiz mengenalkan pandangan filsuf Heraclitus tentang penyakit masyarakat.

Menurut Heraclitus, penyakit masyarakat yang pertama adalah tidak mau berpikir sendiri. Yang mereka lakukan hanya dua, yaitu percaya pada tokoh atau ikut massa. Yang lain ke Utara ikut ke Utara, yang lain ke Selatan ikut ke Selatan. Padahal ikut orang banyak tidak mesti benar. Banyak kelompok yang kecil bisa mengalahkan kelompok yang besar karena kelompok yang besar tidak kreatif, kelompok yang besar hanya ikut-ikutan.

Fahruddin Faiz kemudian mengaitkan pandangan Heraclitus dengan kondisi media sosial pada hari-hari ini. Menurut Fahruddin Faiz, media sosial hari ini persis seperti yang dikritik Heraclitus. Kalau sudah viral berarti itu logika massa. Begitu logika massa, maka orang yang tidak masuk kelompok ini dianggap tidak update. Padahal yang viral tidak mesti benar.

Maka Fahruddin Faiz pun menyarankan agar jadilah yang sedikit. Jadi yang sedikit berarti jadi istimewa, tidak sekedar ikut orang banyak.
   
Lalu siapa Heraclitus?

Dari berbagai referensi diketahui bahwa Heraclitus merupakan seorang filsuf yang sejaman dengan Phytagoras. Heraclitus lahir di kota Ephesos, Yunani, sekitar tahun 540 SM.

Selain pandangannya tentang penyakit masyarakat seperti yang dikemukakan Fahruddin Faiz dalam Ngaji Filsafat, Heraclitus dikenal dengan teori tentang relativismenya, teori yang percaya bahwa sesuatu terjadi karena melalui proses. Menurut Heraclitus, seseorang tidak akan pernah mampu menerjunkan diri ke sungai yang sama untuk kedua kalinya, karena air sungai itu selalu mengalir. Oleh karena itu, Heraclitus memandang bahwa alam semesta ini semuanya selalu dinamis (berubah).

Pernyataan itulah yang merupakan awal mula berkembangnya teori relativisme. Teori relativisme mengandung pengertian bahwa kebenaran akan selalu berubah. Pengertian adil hari ini belum tentu sama dengan pengertian adil esok hari. Sehingga, Heraclitus akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa hal yang mendasar dari alam ini bukanlah bahan dasarnya, akan tetapi proses kejadiannya.

Dengan dua teori di atas, yaitun teori penyakit masyarakat dan relativisme, penulis melihat  bahwa segala sesuatu membutuhkan proses. Untuk mendapat sebuah hasil maka harus ada proses. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun