Lima hari sudah kami sekeluarga mudik ke rumah orang tua di Pemalang Jawa Tengah. Selama lima hari itu pula kami berhasil melakukan gerakan hari tanpa televisi. Kami tidak menonton siaran apapun di televisi, termasuk berita lalu lintas mudik dan arus balik.
Kami lebih memilih untuk berkumpul bersama keluarga, bermain bersama anak-anak, berbincang-bincang santai, jalan-jalan ke luar rumah dan kulineran atau membaca buku. Khusus saya, membuat tulisan untuk Kompasiana.
Ternyata selama lima hari tanpa televisi, Â kami merasa baik-baik saja dan tidak merasakan ada sesuatu yang hilang.
Lalu bagaimana untuk mengetahui perkembangan berita?
Kita mengetahui bahwa selama ini televisi adalah salah satu alat komunikasi yang efektif dalam menyampaikan informasi secara bersamaan antara gambar dan suara.
Namun seiring perkembangan teknologi pertelevisian, menonton siaran televisi tidak lagi harus secara manual yaitu di depan pesawat televisi berbentuk kotak yang diletakkan di atas meja atau rak televisi.
Berkat kemajuan teknologi pertelevisian, kita dapat menyaksikan siaran langsung suatu kegiatan walaupun berada di tempat yang jauh lewat genggaman.
Kegiatan menyaksikan siaran televisi tidak lagi menjadi kegiatan "wajib". Untuk mengetahui berita yang ada di sekitar kita, banyak cara yang bisa dilakukan, misalkan menyaksikan siaran televisi melalui telepon genggam. Untuk mendapatkan berita pun, tanpa susah-susah mencarinya, berita yang sedang trending bisa hadir di aplikasi yang ada di telepon genggam.
O iya, gerakan hari tanpa televisi yang kami lakukan sebenarnya bukanlah yang pertama. Sebelumnya kami sudah membiasakan diri untuk tidak menonton televisi setiap hari. Apalagi membiasakan diri menonton sinetron atau tayangan infotainment.
Sementara itu, secara nasional sesungguhnya  sejak 2018 pun sudah ada Gerakan Hari Tanpa Televisi di Indonesia yang jatuh setiap 23 Juli, bersamaan dengan peringatan Hari Anak Nasional.