Debat keempat yang menghadirkan tiga calon wakil presiden (cawapres) yaitu Cawapres 01 Adbul Muhaimin Iskandar, Cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka dan Cawapres 03 Mohammad Mahfud MD, berlangsung pada Minggu (22/01/2024).
Seperti tujuan debat sebelumnya, debat kali ini pun bertujuan untuk mengetahui visi, misi dan program para Cawapres dalam menanggapi substansi debat, yang kali ini mengenai tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Ketujuh tema debat ini saling terkait satu sama lain sehingga para cawapres mempunyai keleluasaan untuk mengeksplorasi tema-tema tersebut sesuai dengan konsep-konsep pembangunan yang dikuasainya, salah satunya adalah konsep "Trisakti" yang dulu pernah diperjuangkan Bung Karno pada masa awal kemerdekaan.
Konsep Trisakti muncul selintas pada sesi tanya jawab antarkadidat ketika Cawapres 03 Mohammad Mahfud MD menyinggung soal janji Presiden Joko Widdo (Jokowi) untuk tidak mengimpor komoditas pangan pada debat capres 2019.Â
Mahfud bertanya kepada Cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka soal konsep Trisakti dan kaitannya dengan kemandirian (bangsa). Sayangnya pertsanyaan soal Trisakti tidak mendapatkan respon.
Padahal pembahasan tentang konsep Trisakti ini pernah mengemuka di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.Â
Pada saat itu Presiden Jokowi kerap menggaungkan keinginan untuk mengembalikan konsep Trisakti Soekarno atau Bung Karno yang dikenalkan di awal kemerdekaan Indonesia.
Dalam buku 'Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno' yang ditulis Asvi Warman Adam, mantan ajudan Bung Karno, Maulwi Saelan menyebutkan bahwa konsep Trisakti pertama kali diperkenalkan oleh Bung Karno saat pidato peringatan 17 Agustus 1964.
Konsep Trisakti berangkat dari pemikiran bahwa sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat perlu dan mutlak memiliki tiga hal, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Â
Kehadiran tiga hal tersebut di atas, dipicu karena pengalaman penjajahan di Indonesia yang berdampak pada rusaknya mental bangsa, sistem perekonomian yang tergantung pada pasokan asing, serta mental terjajah yang menggerus budaya bangsa sehingga melupakan semangat gotong royong yang menjadi modal sosial dalam meneguhkan solidaritas politik maupun ekonomi Indonesia.