Menyusul kontroversi pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Drs. K.H Yudian Wahyudi, M.A PhD mengenai agama dan Pancasila dalam pemberitaan di sebuah media online, semalam pukul 11.00 WIB (12 Februari 2020) dan disiarkan ulang pagi ini (13 Februari 2020) sekitar pukul 06.10 WIB, saya menyampaikan pandangan terkait pernyataan Kepala BPIP di Radio Elshinta Jakarta.
Pandangan yang saya sampaikan ini juga sekaligus untuk mengamplifikasi klarifikasi yang disampaikan Kepala BPIP tidak lama setelah pemberitaan menyebar luas dan menjadi kontroversi yang semakin liar di media sosial seperti dikaitkan dengan upaya pengalihan isu atau kebangkitan PKI.
Saya mengawali penuturan dengan meminta pendengar Radio Elshinta untuk kiranya bisa menyimak secara utuh pernyataan Kepala BPIP yang terdapat dalam video "Blak-blakan  bersama Kepala BPIP" yang ditayangkan sebuah media online.Â
Dengan mendengarkan pernyataan secara utuh di video tersebut dapat diperoleh pemahaman secara lengkap dan kontekstual, bukan sekedar membaca judul berita.
Saya sampaikan bahwa sebelum perkataan yang dikontroversikan "agama adalah musuh Pancasila", Kepala BPIP menceritakan mengenai adanya minoritas agama yang mengklaim sebagai mayoritas. Minoritas yang berpandangan sempit dan ekstrem ini kemudian berupaya membenturkan Pancasila dan agama.
Kepala BPIP juga menyampaikan bahwa karena agama dan Pancasila saling dibenturkan, maka tidak mengherankan apabila muncul pandangan bahwa agama jadi musuh terbesar Pancasila. Mereka mempertentangkan keduanya demi kepentingannya.
Dalam konteks ini saya menyampaikan kembali pernyataan Kepala BPIP bahwa agama jadi musuh terbesar ideologi bangsa Indonesia tentu saja tidaklah benar. Agama dan Pancasila tidak bertentangan, agama dan Pancasila justru saling berhubungan dan mendukung.
Dari sini kemudian saya mengajak agar pernyataan Kepala BPIP tidak dipersepsikan secara negatif. Kita semestinya bisa memahami bahwa pernyataan Kepala BPIP sangat erat dengan keberadaan minoritas yang memanfaatkan agama sehingga apabila agama tidak dikelola dengan baik akan berpotensi merusak kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.
Saya juga kemudian mengingatkan agar kiranya media massa bijak dalam membuat berita tidak sekedar mengejar jumlah pembaca melalui hit atau clickbait.Â
Media di Indonesia kiranya TIDAK memanfaatkan rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia untuk menarik pembaca. Media di Indonesia sebagai pilar keempat demokrasi justru mesti bisa bergotong royong mendidik masyarakat dan menghadirkan nilai-nilai Pancasila dalam kehdupan bermasyarakat dan bernegara.
Menjawab pertanyaan jurnalis El Shinta mengenai pentingnya pembumian Pancasila ke ruang publik, saya sampaikan bahwa pembumian Pancasila merupakan salah satu hal penting yang harus segera dilakukan karena memang sudah sangat ditunggu masyarakat.