Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Catatan Soal Teror Jelang Hari Raya

5 Juni 2019   17:34 Diperbarui: 5 Juni 2019   17:58 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Kurang nyaman rasanya saat semua orang merayakan kemenangan di hari Iedul Fitri, kita justru membahas soal teror bom bunuh diri. Tetapi lebih tidak nyaman bagi kita semua saat menjelang hari raya justru mengetahui telah terjadi upaya bom bunuh diri  pada Senin 3 Juni 2019 sekitar pukul 23.00 WIB di pos pengaman Polres Surakarta yang dilakukan seorang pemuda yang belakangan diketahui bernama Rofik Asgarudin (22 tahun).

Aksi yang dilakukan dua hari setelah peringatan hari lahir Pancasila pada 1 Juni 2019 dan dua hari menjelang umat Muslim merayakan Idul Fitri 1440 H  pada 5 Juni 2019 jelas mengusik perasaan. Aksi tersebut mengingatkan bahwa teror terhadap keamanan masyarakat dan ancaman terhadap  ideologi Pancasila masih ada. Pelaku teror masih berselieweran di sekitar kita, terus hidup dan berkembang meski upaya pencegahannya telah dilakukan dengan seksama. Gerakan untuk menggantikan Pancasila masih kuat, baik dari golongan "kiri" ataupun "kanan".

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sebagian besar pelaku teror, termasuk Rofik adalah pengikut doktrin dan ideologi sesat yang bertentangan dengan ajaran agama dan berkeinginan mendirikan negara berdasarkan ideologi yang diyakininya dan menggantikan ideologi Pancasila.

Rofik ditenggarai merupakan anggota suatu kelompok yang terpapar ajaran yang menentang ideologi Pancasila. Hal ini diketahui dari pernyataan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakara, Dr. Syamsul Bakri kepada media (4/6), pelaku ternyata sempat mendaftar di IAIN Surakarta dan diterima. Namun, pelaku kemudian tidak kuliah di IAIN Surakarta karena menolak mata pelajaran Pancasila.

Dari penrnyataan Wakil Rektor IAIN diketahui bahwa pelaku teror tidak memahami nilai-nilai Pancasila secara komprehensif dan cenderung mengagungkan ideologinya dengan cara menebar teror. Cara teror atau kekerasan itulah yang menimbulkan disintegrasi bangsa Indonesia yang sudah semestinya harus dihancurkan dan dimusnahkan dalam masyarakat Indonesia.

Hari raya Idul Fitri yang sejatinya merupakan hari perayaan umat Islam atas keberhasilannya kembali kepada kesucian justru dinodai oleh aksi teror oleh mereka yang mengaku Muslim.  Aksi teror Rofik pun semakin memperkuat catatan sejarah bahwa berbagai peristiwa perlawanan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara kerap dilakukan.

Catatan tersebut memperkuat kekhawatiran adanya kelompok atau gerakan yang ingin menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Survei Harian Kompas yang dipublikasikan pada 3 Juni 2019 menunjukkan bahwa 23.9 persen responden sangat khawatir dan 54,4 persen khawatir terhadap kelompok yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain.

Ada dua penyebab kekhawatiran tersebut di atas, yaitu pertama, adanya persepsi mengenai melemahnya semangat toleransi dalam politik di Indonesia, terutama pasca pemilihan presiiden, 2014 dan 2019. Terjadi polarisasi antar pendukung calon presiden yang semakin menguat dan diikuti munculnya gerakan-gerakan berbasis primodialisme. Ciri gerakan tersebut adalah pemikiran dan garis perjuangan yang cenderung eksklusif.

Kedua, terpinggirkannya upaya penanaman nilai-nilai Pancasila pasca reformasi 1998 aikbat menguatnya sikap akomodatif terhadap beragam pandangan, Pancasila semakin dipinggirkan karena dianggap warisan Orde Baru dan pada saat itu menjadi alat legitimasi kekuasaan. 

Dalam kondisi tersebut di atas, masuklah ideologi lain yang menentang Pancasila dan mulai menyebar di tengah masyarakat. Ancaman yang tidak ringan karena membahayakan keutuhan NKRI yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.

Karena itu Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 yang menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila dan Hari Libur Nasional serta wajib diperingati setiap tanggal 1 Juni merupakan suatu keputusan yang sangat tepat.

Keputusan yang disambut antusias oleh publik tersebut mengakhiri silang pendapat mengenai tanggal kelahiran Pancasila dan mengembalikan memori masyarakat tentang arti penting Pancasila dalam kehidupan bangsa dan negara.

Namun demikian tantangan mewujudkan kembali nila-nilai Pancasila secara sistimatis bukanlah hal yang mudah mengingat terjadinya kesenjangan pemahaman mengenai Pancasila di tengah-tengah masyarakat. Pancasila sebagai pilar pemersatu bangsa Indonesia tidak mampu dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia, terutama generasi milenial.

Sampai sekarang masih terdapat kerancuan soal pemahaman dan penghayatan tentang keindonesiaan. Masih banyak yang mencampuradukan pengertian sebagai warga negara, yang harus tunduk pada ideologi (Pancasila) dan konstitusi, dengan posisi sebagai anggota kelompok etnik, budaya, bahasa dan agama.  Akibatnya, bukannya tunduk pada Pancasila dan konsitusi negara, tetapi malah menggugatnya.

Karena itu tidak terdapat pilihan lain bahwa di tengah merebaknya tindakan terorisme dan radikalisme, kehadiran dan peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2018 sangat dinantikan

BPIP harus banyak melakukan sosialisasi, komunikasi dan pembudayaan serta pengamalan nilai-nilai Pancasila. BPIP harus dapat menumbuhkan nilai-nilai rasa kebangsaan dan rasa kewarganegaraan Indonesa harus dijadikan sebagai jalan memutus mata rantai aksi terorisme.

Untuk itu, melalui tema peringatan hari lahir Pancasila tahun 2019, "Kita Indonesia Kita Pancasila", masyarakat Indonesia dapat memperlihatkan dan meningkatkan semangat gotong royong dan kebanggaan sebagai bagian dari Bangsa dan Negara Indonesia (Kita Indonesia) yang memiliki Pancasila sebagai ideologi yang mampu mempersatukan Bangsa dan Negara Indonesia (Kita Pancasila).

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun