Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengenalkan Kerukunan Beragama ke Mancanegara

5 Mei 2018   09:48 Diperbarui: 5 Mei 2018   09:49 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai bagian dari kunjungan ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sebanyak sembilan orang diplomat senior asal Australia, Kamboja, Laos, Korea Selatan, Kroasia, Mexico, Myanmar, Timor Leste, dan  Vietnam, peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Kementerian Luar Negeri (Sesparlu) internasional dan para peserta Sesparlu Kemlu RI angkatan ke-58 menghadiri kegiatan interfaith dalogue yang diadakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemlu RI dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa pada 30 April 2018 di Istana Dalam Loka, Sumbawa. Dialog menghadirkan dua orang nara sumber setempat yaitu Rektor Universitas Samawa (UNSA), Prof. Dr. Syaifuddin Iskandar M.Pd dan Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB), Drs. H. Umar Hasan.

Isu utama yang dibahas dalam dialog ini adalah tentang upaya memelihara kerukunan beragama di Kabupaten Sumbawa. Keharmonisan umat beragama di daerah tersebut menarik perhatian dan menuai apresiasi dari ke sembilan diplomat asing tersebut. Salah seorang diplomat senior yang menyampaikan apresiasinya adalah  Nguyen Thai Hai Yen dari Vietnam. 

Nguyen yang juga merupakan seorng spesialis resolusi konflik menyampaikan apresiasinya terhadap kerukunan beragama di Sumbawa.  Masyarakat Sumbawa yang mayoritas beragama Islam dapat hidup bersama dengan sebagian anggota masyarakatnya yang non Muslim dan dapat menerima dengan tangan terbuka kedatangan etnis lain dari luar Sumbawa.

Memperhatikan hal tersebut, Nguyen berpandangan bahwa sebenarnya terdapat kesamaan antara kerukunan beragama di Sumbawa dan di negerinya. Di Vietnam, meski mayoritas masyarakatnya menganut agama Budha, namun dalam kenyataannya praktek beragama disana sangat dipengaruhi oleh kepercayaan nenek moyang dan adat istiadat masyarakat setempat. 

Masyarakat Vietnam yang terdiri dari 54 etnis mempraktekkan ajaran agama Budha dengan memodifikasi sesuai dengan kebiasaan nenek moyangnya, sehingga tentu saja bisa berbeda antara satu etnis dengan etnis lainnya. Menurut Nguyen, jika perbedaan ini tidak dikelola dengan baik maka akan memunculkan konflik antar etnis dan penganut agama. Untuk itu Nguyen sangat mengapresiasi keberadaan FKUB di Indonesia sebagai wadah yang sangat baik untuk dapat menjembatani upaya penyelesaian berbagai persoalan umat beragama.

"Kami akan merekomendasikan kepada pemerintah untuk membentuk semacam FKUB di Vietnam," ujar Nguyen lebih lanjut.  

Apresiasi serupa juga disampaikan oleh diplomat senior Australia Dhaniel Heldon yang menyambut baik upaya-upaya yang dilakukan seluruh elemen masyarakat di Sumbawa dalam memelihara kerukunan beragama dan menciptakan harmoni. Menurut Dhaniel, apa yang dilakukan di Sumbawa senada dengan yang dilakukan di Australia sebagai sebuah negara yang majemuk. Di Australia terdapat pengakuan terhadap hak beragama dan hak asasi manusia yang dilindungi hukum. Meski tidak terdapat FKUB, namun di Australia terdapat lembaga semacam Komnas HAM yang menerima pengaduan ketika ada masalah.

Guna memelihara kerukunan beragama, Australia pun kerap menggunakan pendekatan keagamaan dalam menyelesaikan suatu masalah, seperti yang terjadi saat peristiwa Bom Bali. Sejak awal Pemerintah Australia menyadari bahwa peristiwa yang banyak menelan korban warga Australia tersebut sarat dengan isu agama. Karena itu, langkah pertama yang dilakukan Pemerintah Australia adalah dengan menggelar pertemuan tokoh-tokoh agama di Indonesia. Petemuan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peningkatan sikap intoleransi di kalangan masyarakat Australia yang marah karena peristiwa tersebut.

Dari apresiasi yang disampaikan para peserta Sesparlu internasional ini, tampak bahwa upaya memelihara toleransi antarumat beragama di Indonesia telah menjadi perbincangan hangat dan perhatian masyarakat internasional.  Langkah pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk memelihara kerukunan beragama dengan mengedepankan dialog, seperti tercermin dari pembentukan FKUB di hampir seluruh daerah di Indonesia, sangat menarik perhatian karena menjadi khas Indonesia. 

Tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama diajak berkumpul untuk membicarakan dan memecahkan masalah hubungan antaragama secara bersama-sama merupakan hal yang tidak mudah dilakukan di negara lain. Tidak heran jika banyak negara yang kemudian berkeinginan untuk belajar soal kerukunan beragama dari Indonesia, salah satunya dari Sumbawa.

Sumbawa dipilih sebagai obyek kunjungan peserta Sesparlu Internasional karena meskipun di daerah ini terdapat 19 etnis dan beragam agama, namun masyarakatnya dapat hidup rukun dan damai. Sejak lama masyarakat Sumbawa dikenal sangat terbuka terhadap pendatang, bahkan pada masa Kesultanan Sumbawa, Sultan yang beragama Islam tidak segan-segan untuk menghibahkan sebagian tanahnya untuk pembangunan gereja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun