Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

120 Tahun Mao Zedong: Pemimpin Bukan Dewa

29 Desember 2013   10:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:23 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_286631" align="aligncenter" width="391" caption="Berfose di depan patung raksasa Mao Zedong di Museum Nasional China / foto milik Aris Heru utomo"][/caption]

Kalau saja Mao Zedong masih hidup, maka pada tanggal 26 Desember 2013 yang baru lalu ia tepat berusia 120 tahun. Di China, peringatan hari kelahiran bapak pendiri Republik Rakyat China (RRC) ini dirayakan dengan sederhana dan cenderung senyap. Tidak ada acara pesta besar-besaran atau parade militer seperti yang dilakukan Korea Utara saat memperingati hari kelahiran Kim Il Sung.

Padahal melihat keberadaan Mao Zedong di setiap pelosok China, mulai dari foto Mao Zedong di Beijing Gate (depan lapangan Tiananmen), di lembaran mata uang renminbi hingga patung-patung raksasa di berbagai kota, kita patut menduga bahwa perayaan kelahiran Mao yang ke-120 akan dirayakan besar-besaran. Apalagi angka 120 bisa menjadi angka istimewa dalam kalender China karena merupakan perulangan siklus 60 tahunan.

Namun di Beijing, Presiden Xi Jinping dari para petinggi negara hanya melakukan ‘ziarah’ ke mausoleum dimana bersemayam jasad Mao yang sudah diawetkan, meletakkan tiga buah busur di hadapan patung Mao dan malamnya menghadiri pertunjukkan kesenian untuk kalangan terbatas. Sementara di galeri utama Museum Nasional China digelar pameran perjuangan Mao Zedong.

[caption id="attachment_286633" align="aligncenter" width="521" caption="Dua buah lukisan perjuangan Mao Zedong yang dipamerkan di Museum nasional China / foto oleh Aris Heru Utomo"]

1388289409741887368
1388289409741887368
[/caption]

Adapun di kota kelahiran Mao di Shaosan, Provinsi Hunan, sesuai instruksi Presiden Xi agar perayaan hari kelahiran Mao dilakukan ‘khidmat, sederhana dan pragmatis’, maka peringatan oleh warga setempat hanya berpusat di monumen peringatan Mao yang terletak tidak jauh dari rumah kediaman keluarga Mao.

Peringatan hari kelahiran Mao ke-120 tentu saja menarik dicermati karena bertepatan dengan keadaan dimana Pemerintah RRC tengah memperkenalkan kebijakan reformasi ekonomi pasar bebas yang dipandang mengecewakan golongan kiri dan keinginan para pemimpin generasi baru China, yang notabene merupakan bagian dari sistem satu partai warisan Mao, untuk bersikap hati-hati dan tidak ingin terjebak pada pandangan bahwa mereka mengkultuskan sosok Mao ataupun sebaliknya, menolak keberadaan Mao.

Seperti dikatakan Presiden Xi Jinping ‘Mao bukanlah dewa, yang (patut) disembah dan dihormati berlebihan. Mao merupakan sosok besar yang berhasil merubah wajah bangsa dan membawa masyarakatnya menuju arah baru. Namun pemimpin revolusioner bukanlah dewa, hanya manusia biasa. Kita tidak bisa menyembah mereka seperti dewa atau melarang orang-orang menunjukkan kesalahannya karena dia orang besar’.

Fakta memang memperlihatkan bahwa disamping keberhasilan Mao mendirikan Republik Rakyat China dan meletakkan fondasi kehidupan bernegara dan kepartaian yang kuat, berbagai kebijakan lainnya saat memimpin China dan partai komunis selama 27 tahun hingga wafat di tahun 1976, kerap dipandang kontroversial dan menimbulkan perdebatan pro dan kontra hingga saat ini.

Misalnya saja beberapa kebijakan Mao di tahun-tahun terakhir kepemimpinannya mengenai ‘loncatan besar ke depan’, sebuah program ekonomi yang gagal membawa China dari negara yang berbasis pertanian menjadi negara super power komunis berbasis industri, yang mengakibatkan jutaan orang meninggal dan ‘revolusi kebudayaan’ yang juga mengakibatkan banyak oang terbunuh dan dijatuhi hukuman, hingga kini kerap masih menyisahkan tudingan mengenai sosok Mao sebagai seorang dikatator.

Bahwa pernyataan terbuka untuk tidak mendewakan Mao pada akhirnya dinyatakan resmi oleh Pemerintah RRC sesungguhnya memperlihatkan keberanian dan ketegasan para pemimpin generasi baru RRC dibawah Presiden Xi Jinping untuk melangkah maju dan terus menggulirkan proses reformasi dan keterbukaan ekonomi disuarakan oleh Deng Xiaoping sejak tahun 1978, tanpa meniadakan peran Mao. Seperti pepatah Jawa ‘mikul duwur mendem jero’, Presiden Xi pun mengajak masyarakatnya untuk tidak menolak dan menghapus (keberadaan Mao) dari sejarah hanya karena mereka telah berbuat salah.

Ditambahkan pula oleh Xi bahwa ‘Kesalahan Mao ditahun-tahun terakhirnya (sesungguhnya) tidak terlepas dari faktor-faktor subjektif, namun karena alasan sejarah dan faktor sosial yang rumit di dalam dan luar negeri, maka perlu dilakukan analisis sejarah sejarah komprehensif’.

Dari pernyataan bijak pemimpin baru RRC dan implementasinya di lapangan, kita bisa belajar bahwa untuk terus maju kita tidak serta merta menolak apa yang telah dilakukan pemimpin sebelumnya dan melupakan jasa-jasanya. Pemimpin pun bukan dewa yang tanpa cacat, pemimpin adalah manusia biasa yang kerap berbuat salah.

Kecenderungan bersikap hati-hati dan lebih memilih menjaga kepentingan dan stabilitas nasional ketimbang memenuhi harapan masyarakat internasional tentang reformasi politik, ekonomi dan demokrasi, yang belum tentu cocok dengan kondisi di dalam negeri juga patut dicontoh dan bisa dijadikan pelajaran. Bahwa apa yang bagus di suatu negara, belum tentu bagus jika diterapkan begitu saja di dalam negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun