Mohon tunggu...
Aris Dwi Nugroho
Aris Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang selalu ingin menjadi pembelajar sejati untuk menggapai kebahagiaan hakiki.

Email: anugrah1983@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selfie dan Self Control

25 Mei 2017   07:09 Diperbarui: 25 Mei 2017   08:50 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartun Ilustrasi Selfie, Sumber: thayyiba.com

Kata selfie dalam bahasa Indonesia disebut dengan “swafoto” merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya jenis foto potret diri yang diambil sendiri dengan menggunakan kamera digital atau telepon kamera. Tentunya istilah selfie sangat tidak asing terdengar di telinga kita dalam kehidupan sehari-hari. Istilah ini begitu populer bagi semua kalangan, dari anak-anak sampai dengan lanjut usia, pasti mengenal istilah ini. Bahkan mereka tidak hanya sekedar mengenal istilahnya, namun dapat dipastikan hampir dari seluruh mereka sering melakukan aktifitas selfie. Di berbagai kesempatan, di setiap lokasi, dan hampir setiap saat dengan mudah ditemukan aktifitas selfie. Sepertinya tidak ingin ada sebuah kesempatan atau momen yang terlewati tanpa aktifitas selfie. Fenomena tersebut menggambarkan bahwa selfie merupakan aktifitas yang sedang trend pada saat ini.

Aktifitas selfie sebenarnya bukanlah sebuah fenomena baru. Ensiklopedia Bebas Wikipedia menjelaskan bahwa dalam sejarah kehidupan manusia, fenomena ini pertama kali dilakukan pada tahun 1914 oleh seorang putri Kekaisaran Rusia yang bernama Anastasia Nikolaevna. Dia mengambil foto dirinya sendiri dengan menggunakan cermin untuk dikirim kepada temannya. Dalam surat yang dikirim bersama foto itu, dia menulis: “Saya mengambil foto ini menggunakan cermin. Sangat susah dan tangan saya gemetar”.

Untuk saat ini mungkin selfie bukanlah sebuah aktifitas yang sulit untuk dilakukan, karena telah ada teknologi yang memudahkan untuk melakukan aktifitas tersebut. Berbagai perusahaan industri telepon seluler menawarkan produk handphone dengan beraneka ragam fitur dan fasilitas yang akan semakin mempermudah untuk melakukan selfie, sehingga mungkin tangan kita tidak akan gemetar ketika melakukan selfie, seperti Anastasia Nikolaevna. Dengan demikian, sepertinya selfie bukanlah aktifitas yang sulit untuk dipelajari.

Memperhatikan istilah selfie, alangkah baiknya kita mencoba untuk memperluas makna selfie, bukan hanya sekedar aktifitas pengambilan foto diri sendiri dari aspek fisik/jasmani, namun juga dari aspek batiniah dan spiritual. Inilah Selfie yang hakiki yang harus selalu kita lakukan. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Hasyr ayat 18, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.  

Selfie semacam ini-lah yang harus kita pelajari, karena sulit dan berat untuk dilakukan, dan mungkin kita akan gemetar ketika melihat potret batiniah dan spiritual diri kita sendiri, seperti gemetarnya tangan Anastasia Nikolaevna, atau bahkan melebihi itu. Kita potret, kemudian lihat dan perhatikan kondisi batiniah dan spiritual diri kita. Seperti apa wajah keimanan dan ketakwaan kita? Sejauhmana kualitas ibadah kita? Bagaimana kualitas perilaku zhahir dan batin kita? Bagaimana kondisi hati kita? Apakah di dalamnya terdapat noda dan penyakit-penyakit hati (kesombongan, riya, ujub, iri hati, dengki, dan lain sebagainya) yang akan menjadikan hati semakin redup dari cahaya Ilahi? Apakah sifat dan perilaku buruk lebih dominan dari sifat dan perilaku baik? Apakah kita memiliki niat dan motivasi serta upaya untuk terus meningkatkan atau memperbaiki kualitas pribadi kita? Dan lain sebagainya.

Betapa mudah kita mengenali dan mengetahui kondisi fisik. Ketika ada bagian anggota tubuh yang terluka, dengan mudah kita dapat mengetahui dan merasakan rasa sakit, sehingga dengan segera kita melakukan berbagai usaha untuk meredakan, dan menghilangkan rasa sakit tersebut. Ketika terdapat sesuatu di anggota tubuh yang dapat mengurangi atau merusak keindahannya, perasaan malu, tidak percaya diri, dan mungkin kegelisahan menghampiri sebagian di antara kita. Berusaha sesegera mungkin mengatasinya agar kembali terlihat indah, bahkan terkadang sampai banyak yang dikorbankan untuk usaha tersebut. Namun, ketika terjadi sesuatu pada batin dan spiritual kita, penyakit hati hinggap di dalam diri, rasa iri, riya, ujub, sombong, dan lain sebagainya, tidak semua di antara kita dapat mudah mengetahui, sadar, dan merasa gelisah dengan semua itu. Bahkan ada yang mengabaikan dan menganggap semua itu bukanlah sebuah problem dalam dirinya yang harus segera diatasi. Ketika kualitas keimanan, ketakwaan, dan ibadah menurun, belum tentu di antara kita merasakan kegelisahan mendalam, dan sesegera mungkin berusaha dengan serius untuk meningkatkan kembali kualitasnya.      

Kemudian dalam melakukan selfie yang demikian, kejujuran dan keterbukaan terhadap diri sendiri sangat menentukan kualitas potret yang dihasilkan. Kejujuran dan keterbukaan terhadap diri sendiri akan dapat menghasilkan kualitas potret batiniah dan spiritual diri kita yang sesungguhnya, apa adanya, dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Sekalipun ada di antara kita yang masih belum jujur dan terbuka terhadap diri sendiri, sungguh sangat ironis. Diri kita sendiri saja yang seharusnya paling kita sayangi, mengapa kita masih tega mendustainya? Mengapa harus malu melihat kesalahan dan keburukan diri kita sendiri? Padahal mungkin tak ada seorang pun yang mengetahui kesalahan dan keburukan diri kita. Sekalipun ada orang lain mengetahuinya, tidak perlu malu untuk mengakui kesalahan dan keburukan tersebut. Karena mengakui kesalahan dan keburukan yang ada pada diri merupakan sikap yang sangat baik.  

Mulailah saat ini untuk sering belajar selfie terhadap batiniah dan spiritual kita dengan menggunakan perangkat hati nurani dan pikiran yang jernih, karena hal itu merupakan modal/dasar untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pribadi kita. Selfie akan menjadi sebuah self control (kontrol pribadi) yang efektif dalam upaya mengarahkan diri agar tidak terjerumus ke dalam lembah keburukan dan dapat terhindar dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi secara berlarut-larut. Selain itu, selfie juga akan selalu mengkondisikan diri dalam keadaan sadar terhadap kualitas pribadi. Dengan demikian, alangkah sangat baik apabila kita dapat melakukan selfie, memotret batiniah dan spiritual diri kita dengan intensitas seperti intensitas kita melakukan selfie, memotret fisik diri sendiri. Semoga kita dapat melakukan selfie yang hakiki ini dimanapun, dan kapanpun. Aamiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun