Menjelang tahun ajaran baru sekolah 2017/2018 yang lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mengundang banyak kritikan dari berbagai kalangan, terutama dari beberapa ormas Islam. Dengan banyaknya kalangan yang menolak Permendikbud tersebut, akhirnya membuat Presiden Joko Widodo mengambil sikap untuk membatalkan, mengevaluasi, dan menata ulang kebijakan kontroversial tersebut.
Namun, dalam faktanya Permendikbud tersebut tetap dilanjutkan, walaupun belum terdengar hasil evaluasi dan penataan ulang dari pihak Istana yang menjanjikan akan ditetapkan melalui Peraturan Presiden. Pada awal tahun ajaran 2017/2018 ini, yang dimulai beberapa hari yang lalu, ada sejumlah daerah menerapkan kebijakan lima hari sekolah, yang diamanatkan dalam Permendikbud tersebut, walaupun di antara mereka mengatakan bahwa penerapan itu merupakan bentuk uji coba.
Dengan mengamati dinamika yang terjadi terkait dengan penerapan Permendikbud tentang hari sekolah yang terkesan dipaksakan itu, tulisan ini mencoba untuk menganalisisnya dengan mengetengahkan plus minus (dampak positif dan negatif)-nya bagi guru dan siswa.
Plus:
1. Teratasinya problem beban kerja guru
Problem beban kerja guru ini berawal dari terbitnya Undang-Undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang salah satu pasalnya menyatakan bahwa beban kerja guru mengajar sekurang-kurangnya 24 jam, dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka per minggu.Â
Kemudian problem tersebut semakin krusial ketika Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan Permendiknas nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, yang mengamanatkan bahwa guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik, nomor registrasi, dan telah memenuhi beban kerja mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu, memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok.
Dua peraturan tersebut menimbulkan problem bagi guru, khususnya bagi guru mata pelajaran yang kuota jam belajarnya sedikit, seperti mata pelajaran agama, PKN, kesenian, dan mata pelajaran bahasa asing. Sehingga selama ini, bagi sejumlah guru harus mengajar di beberapa sekolah demi memenuhi beban kerja mengajar 24 jam tatap muka, yang merupakan syarat mendapatkan tunjangan profesi. Problem tersebut menjadi lebih sulit bagi para guru yang bertugas di daerah, yang jarak satu sekolah dengan sekolah lain cukup jauh atau akses jalannya terbilang sulit.
Dengan diterapkan Permendikbud tentang Hari Sekolah yang mengatur bahwa waktu sekolah akan berlangsung selama 5 hari dari Senin sampai Jumat dengan durasi waktu 8 jam setiap harinya, sehingga dalam satu minggu beban kerja guru menjadi 40 jam, problem beban kerja guru akan teratasi, termasuk bagi guru yang berstatus PNS yang harus melaksanakan tugas 37,5 jam per minggu. Dengan demikian, tidak akan ada guru yang kesulitan dalam memenuhi beban kerja mengajarnya, sehingga tidak ada lagi faktor yang menghambat untuk mendapatkan tunjangan profesi.
2. Bertambahnya waktu libur
Penerapan kebijakan lima hari sekolah per minggu ini akan memberikan tambahan waktu libur bagi para guru. Sebelumnya waktu libur hanya di hari Minggu, akan bertambah menjadi 2 hari di hari Sabtu dan Minggu. Sehingga dengan 2 hari waktu libur tersebut, dapat dimanfaatkan untuk melepas lelah setelah bekerja selama sepekan, dan berkumpul bersama keluarga dengan melakukan berbagai aktivitas.
Minus:
Sejauh pengamatan dan analisa yang ada, penerapan kebijakan lima hari sekolah tidak menimbulkan dampak negatif bagi pribadi para guru. Sekalipun apabila ingin dipaksakan untuk menemukan dampak negatifnya, paling tidak kebijakan tersebut berakibat pada bertambahnya waktu kerja setiap harinya di sebuah sekolah. Sebelumnya mungkin mereka selesai melaksanakan tugas pada pukul 12.00, atau paling lambatnya pukul 14.00, namun sekarang mereka harus berada di sekolah sampai dengan pukul 15.30 sebagai konsekuensi penerapan kebijakan waktu belajar 8 jam setiap hari.Â
Di satu sisi, dengan beban kerja 8 jam setiap hari tersebut sedikit banyaknya akan membuat mereka harus mengeluarkan tenaga ekstra, namun semua itu pun masih dikategorikan sebagai dampak positif yang menguntungkan para guru, karena mereka tidak perlu bersusah payah mengajar di sekolah lain untuk memenuhi kewajiban beban kerja mengajar 24 jam per minggu sebagai syarat pencairan tunjangan profesinya. Mereka dapat memenuhi beban kerja mengajar yang disyaratkan cukup dengan berada di satu sekolah dengan melaksanakan berbagai kegiatan intrakurikuler, kokulikuler, dan ekstrakurikuler sampai dengan waktu yang ditetapkan dalam setiap harinya.
Plus Minus bagi siswaÂ
Plus: