Negara Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor komoditi barang mentah sudah lama namanya melanglang buana mulai dari daratan Asia hingga daratan Eropa. Tidak ayal kegiatan ekspor dalam bentuk barang mentah mengakibatkan Indonesia tidak mendapatkan hasil yang maksimal dan malah harus mengalami defisit neraca perdagangan karena nilai impor yang lebih besar daripada nilai ekspor komoditi bahan baku. Menanggapi hal tersebut pemerintahan pada saat ini memberikan suatu terobosan baru dalam pemaksimalan penggunaan anggaran, investasi, maupun penggunaan surat utang untuk keperluan pembangunan infrastruktur di bidang yang produktif dan padat karya.
Mengacu pada perkataan Presiden Joko Widodo pada saat berdiskusi dengan para pakar dan pengamat ekonomi bahwa Indonesia akan mengakhiri masa-masa perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif adalah perilaku yang mengekspor barang mentah dan mengimpor barang jadi. Ekspor komoditi barang mentah tidak lagi menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakat dikarenakan anjloknya harga komoditi barang mentah di pasar dunia.
Niat pemerintah yang ingin meningkatkan nilai ekspor dan mencukupi kebutuhan komoditas dalam negeri disambut baik oleh seluruh lapisan lembaga dan kementrian yang terkait. Kementerian Keuangan memulainya dengan mengeluarkan peraturan pajak progressive bagi perusahaan nakal yang tidak mau mendirikan smelter untuk pengolahan barang mentah dan justru mengekspor langsung hasil tambang tanpa dilakukannya pemurnian terlebih dahulu.
Kementrian PUPR dan Kementrian BUMN melanjutkan usaha tersebut dengan membuat rencana pembangunan fasilitas-fasilitas penunjang industri seperti jalan raya, pelabuhan, waduk, dan lain sebagainya. Pembangunan infrastruktur ini akan melibatkan seluruh golongan termasuk para investor baik lokal maupun investor internasional.
Pemerintah negeri tirai bambo, China, telah memberikan suatu komitmen untuk mengerahkan investor-investor terbaiknya untuk membantu Indonesia dalam melakukan pembangunan khususnya proyek infrastruktur jalan dan proyek pembangkit listrik 35.000 MW.
Bukan suatu hal yang mudah untuk membangun beberapa mega proyek sekaligus dalam waktu yang berdekatan bahkan dapat dikatakan secara simultan. Keterbatasan pencairan dana APBN menjadi suatu tantangan yang paling sulit untuk dilewati, namun hal tersebut sudah dapat dijawab dengan data statistik bahwa pencairan anggaran telah mencapai Rp 770 triliun (39%) dan sudah mulai banyaknya investor yang melakukan proses tender.
Pada tahun 2015 sudah terdapat beberapa proyek yang dalam masa pembangunan seperti proyek jalan Trans Sumatera dan proyek listrik 35.000 MW sementara itu terdapat juga beberapa proyek yang dalam masa tender dan akan siap go-launching pada awal masa kuartal I tahun 2016.
Kita tinggal menunggu dan mengawasi bagaimana pelaksanaan dan kelanjutan dari proyek tersebut, semoga pelaksanaan pembangunan proyek periode ini tidak sama dengan proyek-proyek sebelumnya yang sering tertunda dan batal pembangunannya sehingga proyek pemerintah kali ini bisa menjadi secercah harapan bagi pembangunan Indonesia yang lebih maju.
Pertanyaannya adalah, apakah kita sebagai masyarakat Indonesia akan ikut membantu pemerintah untuk mewujudkan cita-cita pembangunan yang selama ini tertunda dengan cara memberikan dukungan moral atau malah sebaliknya masyarakat Indonesia sendiri yang akan menjegal niat baik pembangungan ini dengan cara-cara yang tidak etis seperti penghalangan pembebasan lahan yang mengakibatkan mangkraknya pembangunan dimana-mana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H