[caption caption="Illustrasi"][/caption]
Ketika mendengar kata Yogyakarta maka sekilas kata-kata “Kota Pendidikan” melintas di pikiran saya. Ya memang Yogyakarta tidak diragukan lagi sebagai provinsi yang memiliki predikat yang baik di bidang pendidikan. Namun, apakah predikat tersebut sejajar dengan kelakuan orang-orang yang tinggal didalamnya? Mari kita renungkan bersama-sama.
Sultan Yogya juga memberikan atensi terhadap tertib berlalu lintas di wilayah Yogyakarta, yang kemudian diteruskan dalam peningkatan aparat kepolisian dalam melakukan razia di Yogyakarta. Sasaran utama dari razia ini adalah pelajar/mahasiwa yang sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta. Ironisnya, banyak dari pelajar/mahasiswa ini yang melakukan pelanggaran lalu lintas, seperti tidak menggunakan helm, menerobos lampu merah, dan mabuk saat berkendara.
Penertiban terhadap pengendara yang melanggar aturan tidak mengalami kemajuan yang signifikan akibat aparat penegak hukum tidak tegas, seperti Polantas yang tebang pilih dalam menertibkan pelaku pelanggaran lalu lintas. Hal yang paling sering terlihat di wilayah Yogyakarta adalah pembiaran aparat kepolisian terhadap masyarakat yang tidak menggunakan helm, khususnya warga yang berasal dari Indonesia bagian Timur, seperti Papua dan NTT.
Apabila aparat kepolisian masih ragu dalam menindak beberapa kelompok masyarakat, maka kepolisian dapat melakukan pendekatan persuasif dengan cara tingkatkan sosialisasi atau pemberian bantuan helm terhadap kelompok masyarakat tersebut. Langkah tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mentaati peraturan lalu lintas, khususnya dalam penggunaan helm standar saat berkendara.
[caption caption="Illustrasi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H