Hidup di desa memberikan kenyamanan karena jauh dari polusi udara dan suara bising. Pepohonan pun banyak sehingga udaranya terasa sejuk dan segar.Â
Daerah pedesaan yang masih memiliki pohon-pohon besar memiliki potensi mata air yang berlimpah. Keberadaan mata air biasanya berada di bawah pohon besar.
Pori-pori di tanah disebabkan karena akar pohon, sehingga ketika turun hujan, air akan mudah meresap kedalam tanah. Rongga di dalam tanah akan terisi dengan air.
Namun tidak semua desa yang banyak pohon besarnya terdapat mata air disekitarnya. Jadi, tentu sangat beruntung desa yang memiliki sumber mata air sehingga bisa memberikan cukup air bersih bagi masyarakatnya.
Melansir dari id.m.wikipedia.org, Belik adalah kata dalam bahasa Jawa yang artinya sumber air. Pada umumnya berupa mata air rembesan.Â
Mata air kecil ini sering muncul di bawah pohon besar. Dengan adanya tanaman, air akan tetap berada disekitarnya. Akar pohon memiliki peran penting, salah satunya dalam membantu tanah menyimpan air.
Selain itu akar pohon juga akan mengeluarkan air sebagai upaya penundaan dehidrasi ketika tanah mengalami kekeringan. Inilah pentingnya tanaman dalam ekosistem bumi (cipari.desa.id).
Di daerah tempat kelahiran saya di selatan Gunung Slamet, ibu kota kabupaten yang sekarang telah berubah menjadi sebuah kota yang ramai. Di pusat perkotaan yang dahulu saya dibesarkan masih menyimpan sebuah kenangan tentang sumber mata air.Â
Dahulu semasa kanak-kanak, ada dua belik yang berlokasi di dekat aliran sungai kecil di bawah area tanah makam desa. Makam tersebut belum terlalu padat sehingga bisa berfungsi sebagai "taman bermain" bagi saya dan tetangga.Â
Banyak pohon kamboja di tanam di kuburan itu. Selain itu masih ada satu pohon asam besar dan dua pohon pule. Salah satu dari pohon pule tersebut sangat tinggi dan besar. Dan masih banyak tanah pekarangan yang kosong yang ditumbuhi pepohonan buah yang cukup besar, sehingga masih cukup banyak tempat untuk resapan air hujan.
Salah satu dari belik yang ada di tanah yang lebih rendah dari kuburan dipagar bambu. Pohon bambu banyak tumbuh di pinggir kuburan, sehingga warga yang membutuhkan tinggal menebangnya.Â
Dari tempat air mengalir disusun batu sehingga menyerupai bak penampung air. Air jernih terus keluar dari belik itu. Sebagian warga di kampung memanfaatkan air tersebut untuk mandi dan mencuci pakaian. Sedangkan warga yang lain memperoleh air dari sumur dan PDAM.
Kerap kali terlihat para ibu mencuci pakaian sambil mengobrol. Biasanya obrolannya seputar masalah keluarga dan tetangga. Belik pun mempunyai fungsi sosial yang penting bagi masyarakat dimana saya tinggal.
Walaupun rumah semasa kecil saya berada di pinggir jalan utama, namun saya terbiasa bermain dengan tetangga yang rumahnya masuk di dalam gang. Sehingga saya pun paham bahwa sebagian masyarakat sangat tergantung dengan keberadaan belik tersebut. Tak jauh dari situ sebenarnya ada belik juga namun airnya mengalir tak cukup banyak.
Namun seiring berjalannya waktu. Kota kelahiran saya telah berubah menjadi pusat perbelanjaan. Tanah pekarangan yang dulunya ditumbuhi tanaman buah-buahan telah disulap menjadi pertokoan. Dua belik itu pun akhirnya turut hilang ditelan zaman setelah airnya tak lagi keluar.
Kurang lebih dua bulan yang lalu, ketika di suatu pagi saya sedang berjalan kaki menyusuri jalanan rabat beton di Desa Kalibeji, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Tempatnya masih asri banyak pepohonan besar. Di sini sumber mata air masih berlimpah.Â
Sekitar sepuluh meter di depan saya, seorang pemuda desa dengan handuk dipundaknya keluar dari belik yang sudah ada tembok pembatas untuk memisahkan pria dan wanita. Belik itu terletak di bawah sebuah pohon besar (fotonya seperti yang diatas). Ia terlihat segar setelah mandi. Saya pun menyapanya. "Disini airnya melimpah ya mas?" Â Dia menghiyakan sambil menganggukkan kepala pelan.
Saya pun terus melangkahkan kaki saya sambil menikmati kesejukan dan keindahan alami Desa Kalibeji dimana warga desanya masih bisa menikmati mandi dan mencuci di belik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H