Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Diary

Wrest Point Hotel and Casino Hobart: Hobi Judi Hanya Membawa Petaka

1 September 2023   11:42 Diperbarui: 15 Oktober 2023   17:13 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa sudah dua puluh lima tahun berlalu sejak aku meninggalkan sebuah kota di ujung selatan benua Australia. Namun kenangan tersebut kembali muncul dalam ingatan setelah membaca beberapa artikel di Kompasiana tentang efek negatif judi, baik offline maupun online.

Bagiku memori dari tahun 1996 - 1998 sangatlah berkesan. Sungguh menyenangkan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, bisa tinggal dan menimba ilmu serta mendapatkan pengalaman kehidupan di negeri orang selama dua tahun. Perbedaan bahasa, budaya, makanan, cuaca dan musim menjadikan pemanis.

Hobart merupakan ibukota Tasmania, sebuah pulau dan negara bagian di Australia. Dibingkai elok oleh Gunung Wellington dan aliran Sungai Derwent yang sangat lebar, serta "Aussie bush" (hutan di Australia) yang turut menghiasi pinggiran kotanya.

Hobart merupakan kota tertua kedua di Australia. Disinilah pemberhentian terakhir sebelum kamu menuju ke Antartika, kutub selatan di bumi.

Beberapa tempat menarik wisatawan tuk berkunjung ke kota ini, antara lain: Royal Tasmania Botanical Gardens, Bonorong Wildlife Sanctuary, Salamanca Market, Wellington Park, Battery Point dan lainnya.

Wrest Point Hotel and Casino merupakan salah satu "landmark" kota Hobart. Dulu sebelum era digital, kartu post bergambar marak dikirimkan orang lewat kantor post sebagai ucapan untuk orang terdekat. Salah satu kartu post bergambar ikonik kota Hobart adalah hotel kasino ini.

Wrest Point Hotel and Casino merupakan kasino pertama di Australia. Terletak di pinggir Sungai Derwent. Dirancang untuk memikat para penjudi dengan segala fasilitas pendukungnya. Ada bar, restaurant, food court yang menyediakan segala selera pengunjung, serta beragam pilihan hiburan sehingga menjadi tempat yang menyenangkan untuk bersenang-senang.

Beruntung, aku bukanlah seorang yang tertarik dengan permainan judi. Apapun itu bentuknya. Jadi ketika masuk ke kasino itu, cuma sebatas penasaran seperti apa didalamnya.

Suatu malam bersama dengan beberapa mahasiswa dari Asia aku memasuki Wrest Point Casino. Di pintu masuk kasino tertulis: Denda AUS $ 1,000 bagi pengunjung di bawah usia 18 tahun. 

Ruangan dalam kasino cukup luas dengan permainan kasino umum seperti blackjack, roulette, poker, sampai miniatur permainan pacuan kuda ada disana. Irama musik ceria dan kerlap kerlip lampu warna warni sungguh menghipnotis mereka yang menganggap judi suatu hal yang wajar. 

Syukurlah tak satupun dari kami yang tertarik tuk mencoba. Judi bersifat adiktif. Sekali mencoba bisa ketagihan. Sekali kecanduan bakalan sulit berhenti. Uang seberapapun akan habis. Tak ada orang yang bisa kaya dari hasil main judi. Yang terjadi justru sebaliknya. Banyak orang jatuh miskin karena gila main judi.

Salah satu teman waktu dulu di Hobart, seorang lelaki dari Korea. Malam harinya ia habiskan waktunya di kasino. Pernah dalam semalam kalah sampai AUS $ 1,000. Ia sangat jarang terlihat di kampus. Teman lain sesama orang Korea bilang dia keasyikan main judi di kasino. Akhirnya uang untuk keperluan kuliahnya habis. Kuliahnya gagal total  Ia pun akhirnya pulang kembali ke negaranya dengan membawa kekecewaan yang besar pada kedua orangtuanya.

Judi pun ibarat candu bagi yang mengkonsumsinya, sama halnya dengan rokok dan alkohol. Lama-lama akan ketagihan. Judi mempengaruhi kesehatan mental yang mengakibatkan kecemasan, depresi, stres dan rendah diri. Tak sedikit terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan bunuh diri akibat depresi setelah kalah main judi.

Waktu dulu di Hobart aku kenal seorang anak buah kapal (ABK), seorang pemuda Indonesia yang bekerja di Kapal Tuna Jepang. Katakanlah namannya Agus (aku lupa namanya). Uang hasil kerjanya sebagian ia kirim ke orang tua dan adiknya di Banyumas, Jawa Tengah. Untuk biaya kuliah adik perempuan katanya. Ia berusaha membahagiaan keluarganya.

Namun keadaan buruk atau sebaliknya menimpa rekan Agus sesama ABK Kapal Tuna Jepang. Ketika kapalnya berlabuh di Hobart. Ia yang sedang merasa jenuh, bosan dan cape dengan kerasnya pekerjaan, melampiaskannya dengan menghibur diri ke kasino. Uang gajih besar sebagai ABK dihamburkan sia-sia di gemerlapnya kasino. Keluarganya yang di Indonesia pun hanya bisa menjerit pilu.

Hidup adalah pilihan yang terbuka bagi setiap orang. Namun ingat, jika salah dalam menentukan pilihan, bukan kamu sendiri yang rugi, orang-orang yang kamu cintai pun akan ikut terdampak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun