Mohon tunggu...
arisa eva ramadhani
arisa eva ramadhani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Konflik Rusia-Ukraina Tak Kunjung Usai: Eropa Terancam Beku Kedinginan di Tengah Pemutusan Pasokan Gas Rusia

8 Oktober 2022   17:54 Diperbarui: 8 Oktober 2022   18:15 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengumumkan operasi militer terhadap Ukraina pada Kamis (24/2022) lalu. Pasca pengumuman tersebut, beberapa kota di Ukraina dilaporkan terjadi ledakan besar. Beberapa kota tersebut antara lain Odessa, Mariupol, Kharkiv dan ibu kota Ukraina Kyiv juga tak luput dari serangan tersebut. 

Deklarasi perang Rusia tersebut tentu mendapat kecaman dari negara -- negara yang tergabung kedalam Uni Eropa (UE). Banyak negara memberikan sanksi yang dirasa dapat memberatkan Rusia. Mendapati tersebut, Rusia tentu tak akan tinggal diam. Mengetahui bahwa pasokan energi Uni Eropa sebagian besarnya berasal dari Rusia, maka Rusia dapat dengan mudah menciptakan sebuah bom waktu yang dapat membuat Uni Eropa khawatir.

Dilansir dari cnbcindonesia.com, Uni Eropa (UE) dihantui krisis energi yang dikhawatirkan akan menerjang. Dilaporkan bahwa sejak perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, Rusia mengancam akan memutus pasokan energi contohnya gas alam mereka. 

Hal ini membuat harga gas Eropa melambung tinggi sehingga membuat Uni Eropa dilanda krisis energi yang mengkhawatirkan. Para menteri energi negara -- negara Uni Eropa telah mengadakan pertemuan pada Jumat (30/9/2022) lalu. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mengatasi harga gas yang melambung tinggi di Eropa dan juga bermaksud untuk mengadakan tindakan darurat untuk membantu warganya dan juga pelaku bisnis di Eropa di tengah krisis energi ini.

Hasil dari pertemuan para menteri dari negara -- negara Uni Eropa tersebut juga menyepakati langkah -- langkah untuk membantu warganya seperti membatasi pendapatan atau laba bersih perusahaan -- perusahaan energi kemudian mendistribusikan kembali keuntungan yang berlebih kepada konsumen. 

Disamping itu juga diatur rencana penhematan energi wajib yang mengharuskan negara anggota Uni Eropa untuk mengurangi permintaan mereka terhadap energi khususnya selama jam sibuk yang berlaku sebesar 5% dari pemakaian normal serta merekomendasikan pengurangan penggunaan listrik sebesar 10% secara keseluruhan. Meski begitu, para mentri gagal untuk menyepakati batas harga yang diusulkan untuk gas alam.

Imbas dari pasokan kiriman gas Rusia ke Uni Eropa yang telah menurun sebesar 48% pada tahun ini membuat inflasi kurs Euro mencapai dua digit atau sebesar 10% untuk pertama kalinya dalam sejarah. Situasi ini dikhawatirkan akan semakin buruk dengan adanya laporan kerusakan jaringan pipa Nord Stream Rusia dan diduga telah terjadi tindakan sabotase pada awal pekan ini. Tentu hal ini sangat menghambat pengiriman gas ke beberapa blok di Uni Eropa dalam waktu dekat ini.

Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk Iklim dan Kebijakan Hijau, Frans Timmermans, memaparkan bahwa Eropa sedang berada dalam bahaya konflik serta perselisihan yang mungkin terjadi selama musim dingin berlangsung. Hal tersebut terjadi karena melambungnya harga energi. Menurut timmermens, untuk mencegah terjadinya kerusuhan sipil tersebut, Eropa harus bisa kembali menggunakan bahan bakar fossil dalam jangka waktu dekat ini.

Krisis energi yang diderita negara -- negara anggota Uni Eropa juga merupakan imbas dari sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia. Sebagian pakar berpendapat bahwa pengurangan pasokan energi Rusia tersebut merupakan salah satu timbal balik yang Rusia lakukan. Selain itu, sanksi yang Rusia terima juga membuat kurs tukar mata uang mereka yakni Rubel semakin merosot terhadap dolar Amerika Serikat.

Dengan begitu solusi yang Presiden Rusia Vladimir Putih lakukan yakni mewajibkan ekspor gas Rusia menggunakan mata uang Rubel. Dilansir dari voaindonesia.com, Putin telah memerintahkan perusahaan energi multinasional mereka, Gazprom untuk mulai menerima pembayaran dalam rubel. 

Langkah putin tersebut jelas menjadi salah satu perubahan paling besar pada politik gas Rusia sejak Uni Soviet membangun jaringan pipa gas ke Uni Eropa pada awal 1970-an dari Siberia. Diketahui bahwa Vladimir Putin merupakan tokoh yang telah lama mengecam dominasi dolar AS yang dianggap merupakan instrumen Amerika untuk menghancurkan Rusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun