Mohon tunggu...
aris sudarsono
aris sudarsono Mohon Tunggu... -

Sejumput Kabut Dimata Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ramai-ramai Menahan Laju Risma

2 Agustus 2016   14:51 Diperbarui: 3 Agustus 2016   02:19 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Isu seputar Pigub DKI semakin kencang. Para pihak yang terlibat atau berkepentingan semakin ramai. Sampai detik ini baru Pak Ahok yang sudah jelas memiliki tiket untuk berlaga di dalam arena Pilgub. Sedangkan lawannya masih tanda tanya.

Sebagai petahana, Pak Ahok memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan para calon yang belum jelas ini. Maka tidak mengherankan jika hasil survey menempatkan beliau di posisi teratas pada segala aspeknya.

Meski demikian, walau sudah mendapatkan tiket untuk berlaga dalam Pilgub tersebut, Pak Ahok tampaknya masih belum yakin dengan kekuatan dirinya. Dukungan 1 juta KTP dan 3 partai politik tampaknya belum berarti banyak buat Pak Ahok untuk melaju mulus menjadi DKI 1. Dukungan dari PDI P masih menjadi harapan terbesar buat beliau, dan untuk itulah segala daya upaya dikerahkan untuk merebut tiket dari PDI P baik dilakukan langsung oleh Pak Ahok maupun partai pendukung dan simpatisannya.

Disisi lain, calon penantang Petahana sudah mulai mengerucut. Setelah Gerindra memutuskan mencalonkan Sandiaga Uno, partai-partai lain mulai berani menyebut nama. Dan yang paling santer terdengar saat ini adalah kemunculan Risma untuk maju bertarung dengan Petahana.

Kemunculan Risma sebagai bakal penantang seakan tidak terbendung lagi. Berbagai komunitas dengan lantang menyuarakan Risma untuk maju. Ada Jaklovers, PMJ, bahkan relawan Jokowi sekelas Projo juga mendorong Risma untuk maju. Duet Risma-Uno mulai digadang-gadang untuk melawan Petahana.

Pak Ahok, partai politik pendukung dan relawannya bukannya tidak menyadari potensi kekuatan Risma nantinya jika benar-benar maju di Pilkada DKI. Jika sampai duet Risma-Uno atau Risma-Djarot benar-benar maju, petaka bisa benar-benar menimpa Ahok sebagai petahana. Ahok dan crew benar-benar menyadari potensi tersebut. Oleh karena itu seluruh kekuatan mereka (baik melalui Ahok langsung atau melalui partai pendukung dan simpatisannya) dikerahkan supaya Risma tidak Nyalon di DKI.

Intensitas pendekatan Ahok kepada PDI P, khususnya kepada Megawati saat ini terbaca bukan lagi sekedar mengais dukungan untuk maju, namun lebih dari itu, supaya PDI P tidak mencalonkan Risma di DKI. Pak Ahok bahkan berani merendahkan dirinya untuk meraih tiket PDI P…karena kalau sampai Ahok gagal meraih tiket dari PDI P, maka tiket tersebut pasti akan jatuh ke tangan Risma, dan ini berarti celaka buat Pak Ahok.

Gerakan serupa dilakukan oleh partai pendukung Ahok serta para simpatisannya. Partai Hanura dan Golkar (melalui Nus*on Wa*id) gencar melobi PDI P, opini di media-pun sudah mereka mainkan. Pun, demikian dengan simpatisannya, seperti Ha*di Mul*k, atau Ade A*ma*do baru-baru ini.

Melalui survey yang dilakukannya Ha*di Mul*k tampak jelas tersirat berupaya untuk memainkan opini warga Jakarta terkait Ahok, termasuk opini tentang Risma. Dengan meminjam tangan “para intelektual” Ha*di Mul*k ingin menunjukkan bahwa Ahok lebih segalanya dibandingkan Risma. Bahkan Ade A*ma*do, melalui tulisannya di Kompasiana, jelas tersurat supaya Risma tidak usah maju dalam Pilkada DKI (Link Kompasiana).

Gerakan-gerakan inilah yang sangat gencar dilakukan saat ini dan akan semakin gencar pada masa mendatang oleh Pak Ahok, Parpol pendukung dan simpatisannya, sampai titik dimana PDI P memutuskan memberikan tiketnya kepada siapa.

Jika PDI P sampai luluh memberikan tiketnya kepada Ahok, maka jalan Ahok untuk kursi DKI 1 yang kedua kalinya akan sangat lancar. Namun jika PDI P masih punya kebesaran hati untuk mendukung kadernya sendiri meraih DKI 1 tentunya Pak Ahok harus siap-siap untuk kalah. Satu catatan penting dari saya, bagi Pak Ahok, mungkin PDI P hanyalah kendaraan politik, dimana setelah berhasil dinaiki, dia bisa turun dimana saja dan kapan saja. Gerindra sudah merasakannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun