Membaca berita kompas hari ini, ada dua berita yang cukup mengejutkan bagi saya. Yang pertama, relawan Jokowi siapkan Risma dan Djarot untuk saingi Ahok. Berita kedua, perihal pertemuan Megawati dengan Djarot membahas persiapan Pilkada. Menyimak kedua berita tersebut (khususnya berita yang pertama) tentunya cukup mengejutkan bagi saya. Selama ini, khalayak ramai beranggapan bahwa Relawan Jokowi, lebih dekat dengan Ahok yang notabene pernah “satu kapal”. Ahok ya Jokowi, Jokowi ya Ahok. Begitu juga dengan relawan Jokowi ya relawannya Ahok. Relawannya Ahok ya relawannya Jokowi.. begitu kira-kira.
Namun dengan munculnya berita pagi ini di Kompas, muncul satu pertanyaan, ada apa gerangan Relawan Jokowi tiba-tiba membuat rencana “kontroversial” yaitu memalingkan muka dari Ahok? Dan memunculkan figure lain untuk Jakarta? Saya sebagai penikmat berita politik hanya bisa menerka-nerka apa yang terjadi di antara mereka.
Pertama, MUNGKIN konsolidasi antara Teman Ahok dan Relawan Jokowi tidak berjalan mulus. Masing-masing pihak tidak menemukan kata sepakat perihal kepentingan masing-masing. Ingat meskipun dengan embel-embel relawan atau teman, mereka adalah pendukung satu kekuatan politik, sehingga tidak terlepas dari yang namanya kepentingan. Dan apakah yang dimaksud dengan kepentingan yg berbeda itu adalah posisi Wagub? Wallahuallam….gak ada yg tau. Kedua,
MUNGKIN Relawan Jokowi tidak ingin ikut terseret dalam pusaran isu dana reklamasi yang dikabarkan santer “menetes” ke Teman Ahok. Ingat, relawan Jokowi mengumumkan bakal menghadirkan wajah baru tersebut berbarengan dengan isu dana reklamasi ke teman Ahok (termasuk berita bombastis hari ini perihal eks teman Ahok). Isu dana reklamasi kemungkinan akan membesar, jadi sangat wajar jika relawan Jokowi jauh-jauh hari menjauhkan diri dari pusaran tersebut.
Melihat beberapa kejadian di atas, serta rentetan kejadian sebelumnya. Tentunya harus menjadi catatan penting bagi Teman Ahok untuk mensukseskan misinya, yaitu melanggengkan kekuasaan Ahok di Jakarta. Pertama, teman Ahok sudah kehilangan dukungan salah satu media terpercaya tanah air, yaitu Tempo. Kedua, potensi kehilangan dukungan dari Relawan Jokowi ada di depan mata. Kehilangan dua hal tersebut tentunya sangat significant bagi teman Ahok.
Tempo menjadi sangat aktif dalam “menyerang Ahok”, sedangkan kehilangan relawan Jokowi adalah kehilangan tim yang sangat militant. Relawan Jokowi lah yang memiliki basis masa di tingkat akar rumput (basis masa yang kurang bisa dijangkau oleh Teman Ahok). Teman Ahok harus mampu menahan angin yang mulai berbalik arah ini kembali menjadi searah. Ketangkasan, kecerdasan dan kecerdikan merekalah, maka kekuatan-kekuatan pendukung tersebut bisa disatukan lagi. Namun jika mereka tidak memiliki cukup kecerdikan, angin yg berbalik arah akan semakin besar. Saat ini mungkin baru angina sepoi-sepoi, namun bisa jadi nantinya menjadi tornado. Ingat politik butuh kecerdikan, bukan sekedar semangat egaliter semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H