[caption id="attachment_266415" align="alignleft" width="630" caption="(ilustrasi:www.lensaindonesia.com)"][/caption] Beberapa tahun belakangan ini sangat mudah menemukan lembaga bimbingan belajar di kotaku. mulai dari lembaga yang sudah kaliber nasional sampai lembaga krucil kelas kampung yang didirikan sarjana lulusan kemaren (termasuk saya...he2) yang mencoba peruntungan di lezatnya peluang bimbingan belajar. Dengan berbagai keunggulan yang mereka tawarkan, para pengelola bimbingan belajar berusaha menarik sebanyak mungkin "nasabah" untuk menggunakan jasa mereka. Dari berbagai tawaran dan janji promosi yang mereka buat, ada satu produk yang menjadi bahan utama jualan mereka, yaitu "KAMI MENGAJARKAN TRIK MENJAWAB SOAL YANG TIDAK DIBERIKAN OLEH SEKOLAH". target ini kemudian dikemas dengan berbagai ragam bahasa seperti "SMART SOLUTION", "KING SOLUTION", "QUICK TRIK" dan berbagai macam slogan yang intinya adalah masuk lah ke lembaga kami dan anda akan mendapat nilai bagus pada mata pelajaran tertentu (biasanya MAPEL UAN). [caption id="attachment_266417" align="aligncenter" width="300" caption="anak-anak lebih menikmati pelajaran di BIMBEL daripada di sekolah (pic:peluangusahaj1tu.blogspot.com)"]
[/caption] Semakin menjamurnya bimbel ini menjadi sebuah paradoks bagi dunia pendidikan nasional, terutama pendidikan formal (sekolah). karena dengan bertambahnya jumlah siswa yang belajar di bimbel, bisa diasumsikan bahwa semakin berkurangnya kepercayaan para orang tua terhadap kredibilitas dan otoritas para pengelola sekolah untuk mampu mengajar anak-anak mereka. Para orang tua semakin yakin jika para pengajar di sekolah sudah tidak cukup mampu membawa anak-anak mereka mencapai prestasi akademik yang baik (apalagi pretasi spiritual..he2). pertanyaan besar yang mucul kemudian adalah mengapa? dan bagaimana pihak sekolah menyikapinya? Beribu alasan mungkin akan mengemuka menanggapi fenomena ini, namun satu alasan yang saya coba kemukakan adalah faktor psikologis dari pengelola sekolah dan juga orang tua. dari pihak sekolah, tekanan keberhasilan pendidikan yang mereka dapatkan dari DIKNAS berupa target nilai UAN, diakui atau tidak, telah memeras otak dan waktu untuk mencapai nilai yang memuaskan. kehebohan para pengelola sekolah ini sangan kentara bukan hanya pada bulan bulan sebelum pelaksanaan UAN. mereka menyelenggarakan try out, penambahan jam pelajaran,bahkan pada saat UAN pun para guru masih sering terlihat "bekerja" membantu anak didik mereka.! tidak salah jika kemudian murid pun akan terimbas oleh kehebohan, yang sebenarnya bersumber dari para guru, yang mereka rasakan di sekolah. suasana tertekan, takut tidak lulus adalah hasil dari hiruk-pikuk yang terjadi. Melihat betapa sang anak yang terlihat sibuk dan ketakutan seperti itu, maka sebagian besar orang tua juga merasakan kegelisahan itu. mereka juga terkena wabah TAKUT TIDAK LULUS dan tidak rela mempunyai anak yang dianggap BODOH karena tidak lulus!. maka dengan resiko biaya berapapun mereka dengan sukarela (apalagi setelah melihat iklan lembaga pendidikan yang sangat menjanjikan tadi) akan mengarahkan anak-anak mereka kepada LBB untuk dibina. mereka merasa bahwa apa yang sekolah berikan tidak cukup baik, karena mereka masih melihat tatapan kegelisahan dari mata sang anak sepulang dari sekolah....memilukan! Lalu harus bagaimana? apakah dengan penambahan jam pelajaran akan menjawab tantangan itu? ataukah bukan jam pelajarannya yang ditambah tapi kualitas pembelajarannya yang harus di permak? atau lebih baik kita tutup saja sekolah dan kita serahkan anak-anak kita pada lembaga bimbingan belajar?...let me know!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Pendidikan Selengkapnya