Sementara itu, negara Tiongkok mengambil langkah yang lebih ekstrim dalam menanggulangi perkembangan teknologi AI. The Cyberspace Administration of China (CAC) melarang secara penuh penggunaan mesin generator berteknologi AI oleh masyarakat. Fokus dari kebijakan ini bukan saja perlindungan hak cipta, melainkan keamanan nasional.
 Kebijakan yang diberlakukan sejak 10 Januari kemarin dibuat atas kekawatiran pemerintah akan penyalahgunaan teknologi AI yang dapat mengubah gambar, teks, suara, serta video. Masyarakat dilarang menggunakan teknologi AI untuk melakukan tindakan ilegal yang dapat mengganggu keselamatan publik serta keamanan nasional.
 Larangan itu dapat dengan leluasa dijalankan oleh pemerintah sebab Tongkok bukanlah negara yang dikenal karena kebebasan individunya. Setiap pengguna internet telah diawasi secara ketat melalui data pribadi yang tersimpan di dalam database pemerintah. (Serem yah)
Meski perlindungan hak cipta menempati urutan kedua dari urgensi kebijakan ini, para seniman tetap saja diuntungkan sebab regulasi yang ketat tentu saja menjamin bahwa karya mereka tidak akan dicuri dan dipergunakan tanpa melibatkan pencipta aslinya.
Itulah beberapa peraturan yang telah dijalankan demi meredam kerugian atas pengimplementasian teknologi AI pada industri seni. Menurut filsuf Aristoteles, seni seharusnya tidak  hanya merepresentasikan penampilan luar, melainkan signifikasi batin dari pembuatnya. Dengan demikian, jiwa dari sebuah karya seni merupakan bagian dari jiwa penciptanya.Â
Membuat karya secara instan menggunakan teknologi telah menghilangkan maksud dari keberadaan seni itu sendiri, sebab seni hanya dapat terlahir dari mahluk yang memiliki jiwa dan bukan mesin. Oleh karena itu saya sangat mendukung peraturan-peraturan diatas, selama tujuannya adalah melindungi hak-hak berkarya kita sebagai manusia.
Di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang secara eksplisit mengatur hak cipta yang dihasilkan melalui mesin generator AI. Belajar dari negara-negara diatas, Indonesia seharusnya menjadi lebih waspada akan kerugian serta bahaya yang dapat ditimbulkan oleh teknologi ini bagi industri seni maupun aspek kenegaraan lainnya.
Terimakasih sudah membaca. :)
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H