Dayang Kampung dan Wayang Kulit
Wayang kulit merupakan salah satu tradisi kesenian di Indonesia. Pada masa lalu wayang digunakan media untuk pemujaan roh nenek moyang dan upacara-upacara adat Jawa.Â
Bahkan pada masa Walisongo, wayang menjadi salah satu media dakwah paling efektif di tanah Jawa dengan mengakulturasi budaya Jawa dan Islam.
Popularitas wayang masih menjadi primadona hingga saat ini, terutama masyarakat Jawa. Buktinya, setiap ada perayaan nikahan, khitan, hajatan dan perayaan-perayaan budaya serta adat masih banyak orang-orang yang menggelar wayang. Misalnya di Kab. Kediri, Jawa Timur.
Kediri salah satu kota Tua di Indonesia, yang masyarakatnya masih memiliki tradisi bersih deso, yaitu tradisi penghormatan kepada arwah leluhur yang buka alas (membuka desa) dan menjaga desa.Â
Bersih desa dilaksanakan pasa bulan Syura, acaranya dimulai pada pukul 16.00 WIB di tengah-tengah desa, biasanya masyarakat berkumpul didepan rumah mereka dengan membawa 3/5/7 (ganjil) makanan berkat (nasi, urap-urap, sambal goreng tahu/tempe/pepaya muda, telur/ayam).Â
Kemudian nasi berkat tersebut dibacakan doa bersama dan ditukar dengan tetangga-tetangga lain. Selain makanan berkat yabg ditukar, masyarakat iuran untuk  menyediakan 1 nasi tumpeng lengkap dengan ayam ingkungnya.
Doa-doa yang dibacakan saat bersih desa adalah mengirim doa kepasa arwah nenek leluhur, tahlil dan doa-doa keselamatan kepada yang maha pencipta (selamat lahir batin, hewan ternak selamat, pertanian aman dari hama dan selamat dr segala mala petaka).
Setelah acara doa selesai, sehabis Isya ganti pertunjukan Wayang kulit sampai pukul 03.00 WIB. Pada acara wayang, masyarakat akan berbondong-bondong ke tengah desa untuk melihat wayang, ataupun menikmati pasar malam dadakan yang ramai dengan penjual dan pengunjung.
Mitosnya, jika masyarakat meninggalkan tradisi ini, maka desa akan mudah diserang mala petaka, seperti gagal panen, matinya hewan ternak dan masyarakat terserang penyakit.Â