Mohon tunggu...
Aris Yeimo
Aris Yeimo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumnus STFT Fajar Timur Abepura - Jayapura

Mengembara dan berkelana.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konsep Keadilan Menurut Fratelli Tutti

10 Desember 2024   00:32 Diperbarui: 10 Desember 2024   00:38 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ensiklik "Fratelli Tutti" yang dicetuskan Paus Fransiskus memiliki basis historis yang memuat ikhtiar untuk terus-menerus merintis dan mengembangkan persaudaraan universal tanpa sekat. Ensiklik ini mendorong bagaimana menciptakan keadilan bagi seluruh umat manusia. Keadilan yang dimaksud adalah terciptanya suasana persaudaraan dan persahabatan yang dilandasi oleh semangat belas kasih Allah. Laritembun (2022) menerangkan bahwa persaudaraan merupakan suatu sikap yang dibangun dalam kerangka berpikir bahwa semua manusia memiliki kualitas yang sama, berkat kesamaan kodrat. Artinya adalah bahwa orang yang satu dengan lainnya adalah sama, tidak ada yang lebih rendah satu dengan lainnya atas dasar apa pun. Kesamaan kodrat ini menjadikan manusia satu dengan lainnya sebagai saudara di dalam kodrat berdasarkan asal, yaitu dari Allah. Selanjutnya, ia juga menekankan pentingnya membangun persahabatan. Bagi Laritembun, persahabatan yang sesungguhnya membutuhkan ketulusan dan kedewasaan yang berakar pada hati. Sikap seperti ini didasarkan pada kodrat manusia.

Berkaitan dengan kedua poin ini, Paus Fransiskus menegaskan bahwa "untuk berjalan menuju persahabatan sosial dan persaudaraan universal, diperlukan pengakuan yang mendasar dan penting ini: menyadari betapa berharganya seorang manusia, betapa berharganya seorang pribadi, selalu dan dalam keadaan apa pun" (FT. 106). Dengan menimbah inspirasi dari kisah orang Samaria yang baik hati, Paus mengajak kita menegakkan keadilan dengan menjadi pembawa harapan bagi mereka yang tak berpengharapan, menjadi lilin kecil bagi mereka yang dirundung duka. Kisah perempuan Samaria, terlepas dari latarbelakang historisnya, yang menurut orang Israel adalah kaum yang hina dan najis, telah menunjukkan betapa pentingnya nilai martabat manusia. Ia telah mampu melihat sesamanya 'yang lain' sebagai bagian otentik dari dirinya sendiri. Dari pengalaman orang Samaria, kita dapat belajar bahwa, "kasihlah yang mematahkan belenggu yang membuat kita terasing dan terpisah, dengan membangun jembatan; kasihlah yang memungkinkan kita membangun keluarga besar di mana kita semua bisa merasa kerasan .... Kasih yang mengenal bela rasa dan martabat" (FT. 62).

Tentu gagasan dalam upaya menegakkan keadilan yang berbasiskan persaudaraan dan persahabatan ini membutuhkan upaya maksimal. Apalagi tugas ini bersinggungan langsung dengan penerimaan dan pengakuan harkat dan martabat sesama manusia. Berikut akan disinggung sekilas mengenai upaya yang mesti terus didorong dalam rangka mencapai keadilan sesuai dengan anjuran yang terkandung dalam dokumen ini secara sepintas. Ada beberapa poin penting yang akan kami bahas antara lain: dialog, kasih politik dan martabat manusia.

Dialog

Dalam mengupayakan keadilan, Paus Fransiskus menganjurkan salah satu jalan yang mesti ditempu, yakni melalui dialog. Tujuan dialog adalah demi mewujudkan perdamaian. Untuk menciptakan perdamaian maka dibutuhkan suatu pendekatan yang dialogis. Melalui dialog, manusia akan "saling mendekati dan mengungkapkan diri, saling memandang dan mendengarkan, mencoba mengenal dan memahami satu sama lain, mencari titik-titik temu" (FT.198). Di dalam dialog, ada gagasan bersama, ada sikap, ada saran, ada solusi yang mesti dihargai. Dialog tidak dimaksudkan untuk memaksakan kehendak kita untuk dituruti. Juga bukan ajang menggalang dukungan secara sepihak.  Rekonsiliasi mengandaikan dialog, bukan dominasi satu pihak. Sebuah entitas sosial, entah keluarga, suku, maupun bangsa perlu didasarkan di atas penghargaan pada nilai universal, yaitu kemanusiaan (FT. 228-229).

Di sini Paus Fransiskus melihat peran dialog sangat krusial. Sebab dialog "meminta sikap yang mampu mengakui hak orang lain untuk menjadi dirinya sendiri dan menjadi berbeda. Mulai dari pengakuan yang membudaya ini, akan mungkin untuk menciptakan pakta sosial. Tanpa pengakuan itu, akan muncul cara-cara halus untuk membuat orang lain kehilangan segala makna, menjadi tidak relevan, tidak lagi diakui memiliki nilai apa pun dalam masyarakat. Di balik penolakan terhadap bentuk-bentuk kekerasan tertentu, sering kali disembunyikan kekerasan lain yang lebih halus: yaitu kekerasan mereka yang merendahkan orang yang berbeda, terutama ketika tuntutannya dengan cara apa pun merugikan kepentingan mereka" (FT. 218).

Kasih Politik

Untuk menjamin terus terlaksananya solidaritas yang berbasiskan kasih persaudaraan itu, Paus Fransiskus menegaskan bahwa perkembangan komunitas persaudaraan global yang didasarkan pada praktik persahabatan sosial di pihak masyarakat dan bangsa mengundang suatu bentuk politik yang lebih baik, yang sungguh melayani kepentingan umum (FT. 154). Dalam konteks ini, ada semacam tiga proposal yang diajukan Paus Fransiskus.

Pertama, politik harus berbasiskan belas kasih politik. Tujuannnya dalah untuk menumbuhkan cinta kasih persaudaraan dengan merangkul sesama sebagai pribadi yang memiliki kualitas kebaikan pada dirinya. Kualitas kebaikan itulah yang menjadi fondasi utama rumah bersama yang disebut 'solidaritas'. Oleh karena itu, kita perlu:

"Mengakui bahwa semua orang adalah saudara-saudari kita, dan mencari bentuk-bentuk persahabatan sosial yang melibatkan semua orang, bukanlah sesuatu yang sekadar utopia. Hal ini menuntut komitmen yang tegas untuk merancang sarana-sarana efektif pada tujuan ini. Setiap upaya selaras garis ini menjadi suatu pewujudan berharga akan kasih akan sesama. Sebab di mana pun para individu dapat membantu sesama yang berkebutuhan, ketika mereka bergabung bersaama dalam mengawali proses sosial akan persaudaraan dan keadilan bagi semua, mereka masuk ke dalam 'ladang kasih yang paling luas, yaitu kasih politis'. Ini mengharuskan bekerja bagi tatanan sosial dan politis yang jiwanya adalah kasih sosial. Sekali lagi, saya mengharapkan penghargaan yang terbarukan akan politik sebagai 'panggilan luhur dan salah satu bentuk kasih akan sesama yang paling tinggi, sejauh itu mengupayakan kepentingan umum" (FT. 180).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun