Apa yang ada di benak anda dengan orang yang menjadikan kucing sebagai santapan? Sebagian besar dari kita mungkin akan langsung menghujat serta melabeli mereka aneh, kejam, dan tidak manusiawi. Di Indonesia, pemakan kucing banyak dijumpai di beberapa daerah di Sulawesi. Bagi mereka mengonsumsi kucing adalah hal biasa. Mereka mengonsumsi kucing layaknya kita menyantap ayam, bisa dalam bentuk sate, rica-rica, maupun olahan masakan lain. Di Asia Tenggara, konsumsi kucing juga menjadi hal lumrah di negara Vietnam.
Biadab, mungkin satu kata yang akan terlintas dari kita untuk mereka. Sayangnya, anggapan biadab bagi pemakan kucing tersebut datang dari seorang pemakan daging seperti saya ini hehehe~
Intinya, apa sih yang membuat kucing ini pantas diperlakukan berbeda dari hewan lain sampai kita berhak melarang orang lain untuk tidak mengkonsumsi hewan menggemaskan ini, selain dari kepercayaan agama tertentu maupun sentimen kedekatan kucing dengan manusia? Jadi kita sebagai pemakan daging non-kucing punya alasan kuat untuk menentang dan melarang para pemakan kucing itu. Hajar gan!
Jika mengacu pada kepercayaan agama, mungkin semua hewan yang ada di bumi akan dilarang dikonsumsi karena setiap agama mungkin mempunyai aturan yang berbeda-beda mengenai pelarangan konsumsi hewan tertentu. Dan jadilah semua orang menjadi vegan, hiyaa!
Islam misalnya, yang mempunyai aturan khusus untuk tidak memakan hewan tertentu. Babi, anjing, dan kucing merupakan contoh hewan yang dilarang untuk dikomsumsi. Untuk kucing, memang hewan ini termasuk yang diistimewakan karena merupakan hewan kesayangan Nabi Muhammad.
Hindu beda lagi, mereka mempunyai kepercayaan bahwa sapi merupakan entitas suci yang musti dihormati. Sebagai entitas suci, mustahil dong mereka menjadikan sapi sebagai santapan. Untungnya, umat Hindu tidak memaksa orang non-Hindu untuk tidak memakan sapi. Jadi saya masih bisa menikmati Bakso Pak Min dengan tenang tanpa dipersekusi, hehe~
Itu baru Islam dan Hindu, belum lagi 4000 lebih agama atau aliran kepercayaan lain yang mungkin mempunyai aturan mereka sendiri mengenai pelarangan konsumsi hewan tertentu. Jadi kita tidak bisa menghakimi mereka karena memakan hewan tertentu dengan alasan agama dong, kan kepercayaan yang kita yakini belum tentu diyakini semua orang.
Bila mengacu pada kedekatan kucing dengan manusia, bukankah setiap orang mempunyai perspektif masing-masing mengenai kedekatannya dengan spesies lain? Jika kita menganggap kucing sebagai hewan peliharaan yang harus dijadikan teman, belum tentu orang lain berpikiran sama.
Mungkin saja di belahan dunia lain ada orang yang menganggap ikan bandeng sebagai sahabat sehidup semati yang tidak mungkin untuk dimakan, apakah kita juga harus mempunyai anggapan sama dengan orang tersebut? Kalau saya sih ogah, saya tetap akan makan bandeng goreng di warung Mbok Dharmi langganan saya. Yang terpenting, saya tidak memakan bandeng peliharaan orang lain yang sudah dianggap sahabat sehidup semati itu.
Satu hal lagi yang menambah ketidakberhakan kita untuk melarang pemakan kucing adalah fakta bahwa hewan tersebut bukan termasuk spesies langka yang terancam punah. Selama Mbok Dharmi masih melindungi bandeng gorengnya dengan keamanan berlapis (baca: tudung saji) itu artinya populasi kucing masih aman dari ancaman kepunahan. Andai kucing merupakan spesies yang terancam punah, jelas kita mempunyai alasan yang sangat kuat untuk menentang kaum pemakan kucing itu.
"Bayangkan, andai kucing punah siapa yang akan mengontrol populasi ikan bandeng di dunia? Memang, manusia selama ini menjadi salah satu yang berperan mengontrol populasi ikan bandeng, namun tanpa adanya bantuan kucing mungkin saja terjadi ledakan populasi pada spesies ikan bandeng suatu hari nanti. Yang menakutkan, bukan tidak mungkin spesies ikan bandeng yang overpopulasi tersebut akan berevolusi dan menguasai pemerintahan dunia bila umat kucing lenyap tak berbekas. New World Order yang kita takutkan selama ini akhirnya menjadi kenyataan."