Mohon tunggu...
Arip Senjaya
Arip Senjaya Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, pengarang, peneliti

Pengarang buku, esai, dan karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sehangat Warna Kulit: Lopez!

6 Januari 2023   20:27 Diperbarui: 12 Januari 2023   06:55 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://english.ucmerced.edu/node/511

Mungkin Amerika bagi orang-orang Meksiko adalah semacam Samsat untuk membuat "pemutihan" warna kulit. Saya sering membayangkan jadi penyair Antonio Lopez dari Palo Alto Timur itu, orang tuanya bermigrasi dari Meksiko ke Amerika buat mengamankan keturunan agar tidak lagi disebut kulit berwarna.

Kalau gak terbiasa ngelihat variasi warna kulit orang, misal Anda bertemu Lopez di Bali, Anda akan mengira dia orang bule. Gak begitu. Bule itu gak tanpa gradasi dan orang-orang Amerika Latin gak termasuk dalam kulit putih sempurna. Yang sempurna tentu Eropa.

Orang-orang kulit hitam juga sama, tidak semua hitam itu dianggap hitam. Ada hitam-terang (Mullato) yang dianggap orang-orang Eropa sebagai hitam yang lebih tinggi dari hitam-Afrika lainnya. Yang hitam-hitam terang boleh sekolah dan jadi beken, yang hitam rumek gak boleh. Di kebon aja.

Tapi rupanya gak mudah ngehapus sejarah kulit. Saat Lopez merima beasiswa untuk kuliah, dia diberi karena bakatnya sebagai penyair kulit berwarna! Edan, masih saja mekanisme warnaisme itu! Meski dia katakanlah jadi Walikota Palo Alto suatu hari, tetap saja dia akan disebut walikota keturunan kulit berwarna. Hari ini dia adalah anggota Dewan Kota termuda, baru 27 tahun.

Itu sebabnya mungkin dia memilih menulis puisi  untuk hasrat kejujuran dan tak mau terjebak politik yang menurutnya mengajari cara bertahan hidup. (Kata-kata ini kadang saya pahami sebagai cara dia mengambil pahitnya hidup: daripada berharap-harap menjadi politisi penting suatu hari dan ternyata gagal, lebih baik jadi penyair saja tokh! Karena kalau benar dia gak tertarik politik, ngapain dia jadi anggota Dewan Kota?).

Puisi-puisi dia sendiri berisi pekatnya pengalaman hidup sebagai warga Palo Alto yang di era 90-an khususnya jadi tempat bunuh-bunuhan.

Tapi jangan bayangkan efek bunuh-bunuhan ini hanya pada luka di tubuh dan kematian, tetapi pada hidup yang penuh rasa mual dan ketawaran. Kita dapat membaca dalam puisi "Perkelahian" yang menggambarkan kenginginan berteriak dengan bahasa Spanyol (tetapi yang keluar (yang dimuntahkan) adalah bahasa Inggris! Situasi ini membuat aku lirik merasakan bir pun jadi tawar. Ia menginginkan jati dirinya, tetapi ia terpaksa menjadi orang lain.

Dan bahwa dia menginginkan kepenyairan tampak pada cara pandangnya pada tujuan setiap manusia, yakni untuk menyusui generasi baru dan dengan visi yang juga sama: Una vida mejor (untuk hidup yang lebih baik). Tampaknya mungkin politik tidak dapat melakukan hal itu, tapi itulah visi politik ideal bagi Lopez.

Beberapa penggalan puisi di atas dapat Anda baca dalam kumpulan buku puisi barunya Gentefication, terbit tahun lalu (2021), masih hangat, sehangat sejarah warna kulit, tak pernah basi! []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun