Mohon tunggu...
Arip Senjaya
Arip Senjaya Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, pengarang, peneliti

Pengarang buku, esai, dan karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Betah

17 Juni 2022   10:09 Diperbarui: 17 Juni 2022   10:19 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Panggilan jiwa adalah istilah paling memadai untuk menjelaskan fenomena kita sebagai subjek yang tidak berkuasa atas apa pun, dengan istilah tersebut kita memasrahkan diri pada yang memanggil kita. Apabila benar kita dipanggil maka ada yang memanggil kita, dialah non-Lian yang membebaskan kita dari Lian.

Lian adalah segala macam yang dapat dijelaskan olehnya dan kita terkonstruksi olehnya pula: agama, Tuhan, karakter, budaya, norma, keindahan, status, posisi, identitas, gelar, dst., yang melingkupi segala yang empirik---materi, kekayaan, pujian---hingga yang sangat tak tersentuh seperti cinta dan iman. Saat kita benar-benar memenuhi panggilan jiwa, kita akan memasuki kemurnian, kepolosan, kecentangperenangan, kebebasan, kegilaan, kekhususukkan, sehingga kita tidak dapat menjelaskan mengapa kita betapa betah memasrahkan diri pada hal-hal yang justru chaotic. Di alam inilah seniman, filosof, ulama, pendeta, tak terbedakan satu dan lainnya.

Betah adalah bukti kita ada, eksis, sebagai makhluk yang tak dapat menjelaskan eksistensinya selain sebagai bagian dari Ada dan menolak diri sebagai kenyataan lain. "Bacalah!" dalam Alquran harus dibaca "Jadilah!" dan "Kembalilah!" pada yang memanggil kita agar kita betah. Kata pertama dalam ayat pertama itu adalah kata terakhir juga yang mengendalikan kita ke arah panggilan setelah hatam menamatkan makna "Bacalah!". Panggilan yang sebenarnya tiada akhir, seperti Tuhan yang tak berawal dan tak berakhir.

Betah inilah posisi awal kita, posisi kosong dalam penuh, posisi fitrawi, bayi tanpa "ayah"-"ibu", tumaninah, penuh dalam kosong, terbebas dari definisi Lian yang berkuasa atas kita, seperti kanvas sebelum kita memulai segala lukisan di atasnya. Tidak, kita tidak memenuhi panggilan jiwa atas nama ibadah jika ibadah adalah konstruksi yang memaksa kita. Panggilan jiwa tidak mengandung keterpaksaan: kita ada dan kita mengalir mengikuti suara panggilan.

Arip Senjaya, alumni Ilmu Filsafat UGM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun