Mohon tunggu...
Arip Imawan
Arip Imawan Mohon Tunggu... Pengacara - Arip seorang Lawyer, Blogger, Traveler

semakin bertambah ilmuku maka semakin terlihatlah kebodohanku

Selanjutnya

Tutup

Money

Tradisi Mudik dan Pemerataan Ekonomi

9 Mei 2021   14:06 Diperbarui: 9 Mei 2021   14:34 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Waktu kecil saat lebaran saudara dan tetangga dari kota sering bagi-bagi uang, saat itu 100 rupiah sudah banyak dan bisa untuk beli bakso. Banyak pedagang keliling laris manis dampak dari mudik lebaran, entah itu penjual pentol, eskrim, rujak bakso dan lain-lain.

Saat sudah berumahtangga, saya yang mudik ke desa, gantian saya yang bagi-bagi uang ke keponakan, saudara dan tetangga. Sering juga nraktir makan besar dan saat ada penjual bakso, pentol, es krim bahkan penjual mainan anak-anak ketiban rezeki karena kami beli untuk kegembiraan dihari Fitri, kapan lagi kalo bukan lebaran saat mudik ke kampung halaman.

Mudik sungguh membawa berkah bagi masyarakat desa, karena perekonomian berputar sedemikian rupa. Canda tawa menggema sebagai wujud bahagia karena lama tak jumpa sanak saudara.

Kebiasaan saya mudik ke Kediri, Jombang, Sragen dan Tuban. Saat mudik lebaran banyak pedagang-pedagang dadakan yang menjual dagangannya dipinggir pinggir jalan. Begitu juga di desa-desa, warung-warung rujak, bakso dan lainnya laris manis karena banyak yang beli karena beredarnya uang didesa membuat tumbuh perekonomian warga.

Bukan hanya itu, bisnis transportasi juga bisa mendapat keuntungan dampak dari mudik massal saat lebaran, meskipun tarif transportasi naik masyarakat tak peduli asal bisa mudik. Para pekerja dan pengusaha transportasi bergembira, pemudikpun gembira, sama-sama gembira karena bisa bertemu keluarga.

Jika pemerintah memang ingin bangkit ekonominya ditengah pandemi kenapa tidak membiarkan saja masyarakat mudik dengan menerapkan prokes? Insya Allah masyarakat akan patuh daripada menggulirkan kebijakan larangan mudik yang justru banyak menimbulkan polemik dan permasalahan baru yang justru liar tak terkendali.

Coba lihat saat ini, ketika larangan mudik diberlakukan dengan beragam ancaman putar balik hingga sanksi pidana kurungan justru menimbulkan persoalan baru dan masyarakat melawan. Coba lihat, saat penyekatan-penyekatan diberlakukan yang justru menimbulkan kerumunan akibat kemacetan parah hingga berkilo-kilo meter panjangnya, jika sudah begini apa yang terjadi, semua merugi, BBM terbuang, waktu terbuang, yang ada emosi jalanan, petugas kepolisian sekedar menjalankan tugas atasan, tapi mereka dibenturkan harus adu mulut dengan pengguna jalan yang hak-haknya terkekang akibat sebuah kebijakan.

Bukan hanya itu, saat mudik dilarang tapi tempat pariwisata dibuka, bahkan Menkeu menghimbau masyarakat beli baju lebaran, tak pelak tempat-tempat wisata ramai dikunjungi, mall-mall dipadatai orang yang berbelanja, bukankah ini justru malah memicu kerumunan?

Belum lagi kebijakan yang dirasa tidak adil bagi masyarakat, saat warga sendiri dilarang bepergian mudik, tapi warga asing bebas masuk ke negeri sendiri Indonesia, walaupun dengan dalih itu pekerja ahli diperusahaan jika perusahaan tetap berjalan maka ekonomi juga berjalan. Lha berarti pemerintah kebijakannya pro siapa dalam membangkitkan ekonomi? Pro pengusaha atau pro rakyat? Jika perusahaan yang dimiliki pengusaha saja boleh beroperasi ya mbok o para pedagang kecil didesa-desa yang biasanya mengais berkah mudik lebaran juga diberi kesempatan yang sama agar ekonomi berputar merata kesemua rakyat Indonesia, bukan saja di kota tapi juga di desa.

Mudik adalah tradisi, yang bisa berdampak pada pemerataan ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun