Jelang akhir tahun 2015, komunitas halaqoh Jarno mengagendakan untuk rihlah di bumi Blambangan. Kali ini yang dituju adalah kota Banyuwangi dan Situbondo.
14 orang yang tergabung dalam halaqoh Jarno tepat hari Rabu 23 Desember 2015 pukul 22.00 dengan 3 armada (Datsun Go+ Panca, Suzuki Ertiga dan Toyota Avanza) meluncur menyusuri jalanan menuju Banyuwangi. Ke 14 orang tersebut adalah Arip, Nofal, Wawan, Imanuddin, Robi, Wildan, Obi, Eko, Teguh, Norman, Nurrofiq, Wahyu, Edy, Fulan.
Canda tawa mengiringi perjalanan menembus gelapnya malam. Tak peduli jalanan macet mulai dari rest area Sidoarjo hingga Bangil Pasuruan. Kaki terasa pegal karena jalannya mobil yang merambat, pukul 00.45 perjalanan baru sampai Bangil Pasuruan, heeemm hampir 3 jam kejebak macet. Akibat kemactan yang panjang itulah ke tiga armada pisah tak tahu entah kemana, lewat komunikasi Whats app diketahui Datsun Go+ Panca yang ditumpangi Arip, Imanuddin, Wildan, Eko, Obi sudah sampai di Probolinggo, sementara Toyota Avanza yang ditumpangi Nofal, Wawan, Robi, Nurrofiq masih berada di Pasuruan, sedangkan Suzuki Ertiga yang ditumpangi Wahyu, Edy, Norman, Teguh, Fulan sudah duluan sampai Lumajang.
Perjalanan dari Jember menuju Banyuwangi melewati hutan belantara dengan jalanan berkelok–kelok khas pegunungan. Yang uniknya adalah sepanjang jalan sering kami jumpai ibu-ibu, maupun bapak-bapak tak jarang juga anak–anak teriak-teriak meminta kami berhenti. Karena baru sekali lewat daerah tersebut, kami lihat lalu lalang kendaraan yang tidak berhenti kami pun juga tidak berhenti karena tidak tahu dan tidak paham maksudnya apa orang – orang yang dipinggir jalan tersebut berteriak–teriak. Allahu a’lam
Usai menikmati keindahan Pulau merah, kamipun sholat Zuhur Asar Jama’ Ta’dhim di Masjid Baitul Falah di desa Sumberagung Pesanggaran Banyuwangi. Dilanjut menuju Pulau Mustika 5 KM dari Pulau Merah.
Sesampainya di Pulau Mustika, perut yang keroncongan diisi dengan makan siang bersama lesehan di warung sekitar pulau Mustika. Usai makan siang kamipun berjalan menyusuri hamparan pasir dan mendaki bukit menuju Pulau Wedi Ireng Pancer Bnayuwangi.
Saat senja datang, kamipun memutuskan kembali ke pulau mustika dengan mengendarai perahu layang dengan sewa Rp. 25.000 sekali jalan. Ada 7 perahu yang kami sewa masing–masing ditumpangi 2 orang. Wuuiihh.. naik perahu dengan terjangan ombak pantai selatan sungguh pengalaman tersendiri. Ada teman kami mas Teguh sampai pegangan erat di geladak kapal. Aku sendiripun tak henti – hentinya berdzikir memuji Allah akan karunia ciptaanNya yang indah ini sambil berdoa minta diberi keselamatan karena badan terombang ambing dahsyatnya ombak laut selatan.